Dari ujung gang terdengar suara  knalpot bising sebuah sepedah motor, melaju sangat kencang ditengah gang sempit dengan lebar tidak lebih dari dua setengah meter. suaranya semakin menjadi jadi tatkala berpapasan dengan sebuah sepeda yang dikayuh oleh kakek tua, pria dengan sepeda motor berknalpot bising itu menarik gas pada tangan kanan sejadi-jadinya, sambil berteriak "MINGGIR WOI".Â
kakek yang sudah renta itu kehilangan keseimbangan diatas sepedahnya, sebelah kakinya masih berada pada kayuhan pedal, sebelah kakinya lagi berusaha menahan keseimbangan dengan menapakan kaki ke tanah, tapi nahas, pijakannya tidak mendarat pada permukaan jalan dengan sempurna, lebih dari setengan pijakannya berada di sisi luar jalan yang berbatasan dengan selokan kecil berukuran lebar 30 cm, kakek tersebut jatuh tersungkur dengan setengah badannya basah kuyup terendam air pembuanga rumah-rumah warga sekitar, dan kemungkinan besar kakiniya terkilir, serta luka-luka ringan akibat benturan karena terjatuh.Â
Pria dengan sepeda motor tersebut tidak memperdulikan kondisi sang kakek, mukanya begitu sengak, dagunya dicondongkan kedepan menandakan kesombongan dan kebanggan yang begitu besar dalam diri, dan lalu tetap melaju sambil terus menggeber sepeda motornya.
Warga yang melihat dan mendengar suara sebuah sepeda jatuh ke selokan tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya menolong sang kakek yang terlihat begitu kesusahan, tidak ada seorang pun yaang berani menegur atau bertindak sesuatu pada pemuda ugal-ugalan, hanya bisa bergumam sambil mengangkat sepeda sang kakek.Â
***
Seorang lelaki yang menolong mengangkat tubuh tua renta itu menanyakan kondisi, sebari memapah si kakek untuk duduk di kursi kayu panjang yang sudah reot depan warung seorang warga.
Semua berkerumun mencoba untuk memberikan pertolongan seadanya pada si kakek yang matanya berkaca menahan rasa sakit, ternyara benar, tangan kiri bagian sikutnya terluka, kakinya terkilir tapi tidak terlalu parah, lututnya terlihat memar biru kehijauan.
Dalam kaget dan rasa sakitnya, sang kakek mencari dan menanyakan sebuah bungkusan kresek  hitam yang digantungan pada stang sepeda yang dikayuhnya.Â
Seorang ibu menyadari dan mengambil bungkusan itu yang tadi ikut terjatuh kedalam selokan bersama pemilik tubuh tua renta, sambil memberikan pada si kakek yang terduduk dan membersihkan sisa air di tangannya.
Fokusnya tidak lagi tertuju pada luka yang dia alami, sang kakek membuka plastik hitam, ternyata isinya adalah beras dan sebuah telur yang nanti malam akan dinikmati oleh si kakek dan cucu kecilnya yang sudah menunggu dirumah, namun sayang telur itu sudah pecah bercampur dengan beras dan  air selokan yang masuk dari rembesan pengikat ujung bungkusan plastik.
Warga yang berkerumun hanya bisa saling menatap dengan penuh rasa Iba, mungkin yang ada didalam pikiran semua warga itu, "jika saja kami punya beras dan lauk pauk berlebih, akan kuberikan pada si kakek". atau bisa saja mereka saling patungan uang dan membeli satu kilo beras dan telor, itu akan menjadi pilihan untuk didapur masing-masing, karena kondisi ekonomi mereka pun sudah kesusahan.Â
Warga hanya bisa memberikan rasa empati kepada kakek tua itu, sang kakek menghaturkan terima kasihnya pada orang yang membantu, lalu memutuskan melanjutkan perjalanan pulang dengan menuntun sepeda, sambil tetap membawa bungkusan plastik berisi beras dan telur yang sudah tercampur aduk menjadi satu dengan air selokan.
***
Lelaki sengak itu melintasi jalanan kota hingga berhenti pada sebuah bengkel sepeda motor berukuran cukup besar. Dia masuk pada sebuah pintu dan meniki tangga tempat "area menunggu" para pelanggan yang memperbaiki kendaraan.
Lelaki itu menghampiri seorang lelaki lainnya yang terduduk di bangku pojok, menggeser-geser layar Hp, bersandar ke dinding tembok dan kaki diselonjorkan ke kolong meja dengan rasa malas. Mereka adalah dua orang yang sudah saling kenal, lalu bersalaman ala-ala anak muda gaul jaman kekinian. Mereka bernama Hilman dan sarodi.
Sarodi, merupakan lelaki congkak dan arogan yang berprilaku sengak serta barbar yang tadi melintas di sebuah gang ternyata sopan dan baik kepada setiap orang yang ditemuinya diluar sana, terbukti bagaimana Hilman begitu nyaman ketika berbincang dan bercanda dengan sarodi.
sekitar satu jam mereka ngobrol ditemani dengan kopi dan es teh manis, beberapa teman lain berdatangan satu persatu. Keakraban terlihat pada sekelompok pemuda yang asyik berkumpul di bengkel langganan mereka.Â
Menjelang maghrib, Sarodi segera turun sambil berbisik mengajak Hilman untuk shalat dimesjid, Hilman yang mempunyai pemahaman bahwa, ibadah itu tidak harus selalu dari solat, menolak dengan baik ajakan dari Sarodi.
"waduh, duluan aja deh di (panggilan untuk sarodi), nanti gw nyusul, lagi tanggung ini mau menang (game mobile)" sambil terus matanya terfokus pada layar HP yang sedari tadi tidak lepas dari tangannya.Â
Sarodi lantas menuju sebuah masjid dibelakang bengkel untuk menunaikan ibadah yang dia yakini benar dalam pemahaman Agamanya, disusul oleh beberapa teman yang sudah tertinggal satu atau dua raka'at.
Malam hari, bengkel tersebut semakin ramai, bukan oleh pelanggan yang datang unruk memperbaiki sepeda motor, tapi untuk sekedar nongkrong dan bercengkrama ringan melepas penat seharian bekerja, ada juga yang masih berkuliah dan sekolah.Â
Disini mereka tidak mengenal kasta, status sosial apalagi kedudukan dan jabatan kerja, tidak melihat perbedaan almamater kampus ataupun sekolah tempat mereka mengenyam pendidikan.Â
Selang beberapa lama, ada diantara mereka yang pulang satu persatu untuk melanjutkan ativitas esok hari, ada yang masih bertahan karena alsan masih "bujang", sarodi dengan hilman tetap bertahan, karena mereka kebetulan sedang libur semester kuliah.
Hilman mengajak sarodi untuk berkeliling mencari makan, karena sudah beberapa jam mereka berkumpul, hanya air dan asap yang masuk ke dalam mulut. Beberapa orang tetap bertahan karna dirasa masih kenyang, beberapa lainnya ikut dengan mereka, memang kebetulan lapar atau hanya sekedar ingin ikut berkeliling mencari angin.Â
Mereka berkendara dengan tertib, tidak ada yang ugal-ugalan, tidak ada bendera bahkan senjata tajam, atau merasa paling membutuhkan prioritas utama di jalan raya. Safety riding mereka pakai, seperti sepatu, jaket, dan helm.
***
Ditempat makan sarodi dan hilman duduk lesehan berdekatan, walau tidak membatasi yang lainnya untuk ikut bergabung dalam obrolan, namun jika diperhatikan dengan seksama, mereka terlihat paling akrab dan saling mengerti satu dengan lainnya.
Hilman dikenal dengan karakter yang tempramen tapi hanya kepada orang yang tidak dikenalnya, Sarodi dikenal dengan pribadi yang baik, sopan, sabar dan mengayomi adik-adik usianya, terlihat elegan dan dewasa.Â
Dua orang ini merupakan pribadi yang bertolak belakang satu sama lain, dari mulai hal kecil, sampai yang bersifat transendental, namun kebanyakan orang dilingkungan mereka akan menilai kedua orang itu saling memahami dan melengkapi satu dengan lainya. Hilman akan mudah diredakan emosinya ketika sedang meledak-ledak oleh sarodi. begitupun sarodi, jika dirasa ada orang lain yang begitu memanfaatkan kebaikannya, hilman akan menegur dan memperingatkan.Â
Hampir tengah malam, waktu negara Kesatuan Planet Bekasi, Sarodi menawarkan pada Hilman, untuk menginap dirumahnya, mengingat rumah Hilman yang lumayan jauh dari tempat mereka makan itu, ditambah harus melewati wilayah yang terkenal "angker warganya", Hilman mengiyakan ajakan sarodi.Â
Mereka semua membubarkan diri ke rumah masing-masing, setelah hitung-menghitung makanan dan membayar. Hilman mengikuti laju kendaraan sarodi dari belakang, karena memang Sarodi menggunakan jalan lain yang memotong agar lebih dekat sampai.
***
Esoknya sekitar pukul delapan pagi, Hilman terbangun karena berisik suara kuli yang sedang merenovasi rumah tetangga samping sarodi, Hilman sedikit heran melihat sarodi yang masih terlelap, dalam pikirnya, "anak ini ko ga solat subuh ya" tapi rasa malasnya mengalahkan otaknya untuk berfikir sejauh itu, dia langsung mengambil kesimpulan "mungkin tadi udah solat, terus tidur lagi".
Sekitar 30 menit kemudian, sarodi bangun, tapi suatu kemustahilan jika dua orang lelaki yang baru saja membelalakan mata dari tidurnya akan langsung beranjak dan memulai aktivitas,ditambah kamar yang nyaman dan cemilan sisa semalam yang masih layak untuk dimakan ada pada kamar tersebut, Â mereka akan bermalas-malasan, minimal satu atau dua jam.
Hilman merogok kantong, mengorek-ngorek isi tas, mencari bungkus rokok berwarna putih sambil memegang cangkir yang sudah diisikan bubuk kopi. Ucapnya berkata pada diri sendiri.
"wah, rokok gw abis euy, warung dimana di?"
"lu mau beli rokok a? sini uangnya, biar gw yang beli kedepan"
"gausahlah, biar urang aja yang berangkat, masa iya gw nyuruh lu beli sesuatu yang gapernah lu beli"
Hilman tidak sampai hati untuk membiarkan sarodi membelikan rokok untuknya, walaupun hal yang (mungkin) wajar jika pemilik rumah membantu temannya (tamunya), ditambah, memang sarodi ini bukan seorang perokok. Hilman hanya meminta arahan warung yang dekat dari rumah sarodi dan menjual rokok.
***
Setelah hampir lima belas menit berjalan, di komplek perumahan itu tidak ada warung, sekalinya menemukan watung, terpampang di kaca etalase bertuliskan dua baris kalimat, kalimat pertama "tidak boleh ngutang", kalimat dibawahnya bertuliskan "tidak menjual rokok", demi membeli sebungkus rokok, Hilman rela menghabiskan paginya untuk berjalan memasuki gang kecil perkampungan dan meninggalkan kamar temannya yang begitu nyaman untuk rebahan seharian.
Setibanya di warung, sang pemilik melayani dengan ramah. Peristiwa tukar beli barang dan uang pun terjadi, yang mana secara tidak langsung ini akan menambah pemasukan bagi pemilik barang, mengurangi uang sang pembeli, yang lebih penting, ada pajak yang dipungut untuk membangun infrastruktur bangsa ini. Karena pakaian dan penampilan yang berbeda dari orang-orang yang biasa dilihat disekitarnya, pemilik warung bertanya pada Hilman.
"dari mana mas, bukan warga sini ya?"
"bukan bu, saya lagi main ke rumah temen, kebetulan rumahnya ada di perumahan sebelah situ" Hilman menjawab sopan sambil menunjukan arah perumahan yang dimaksud, lalu sang pemilik warung bertanya.
"rumah siapa ya? soalnya  perumahan itu sama kampung sini masih satu RW, siapa tau kenal"
"ohh iya bu, temen saya namanya Sarodi bu"
"ohh.. yang anak RW itu ya"
belum sempat menjawab, dari raut wajahnya terlihat pemilik warung begitu ketus dan kesal mendengar Hilman adalah teman dari Sarodi. Namun tidak terlalu dipikirkan, paling penting dia sudah mendapatkan sebungkus rokok yang ditukarnya dengan uang 24.000 rupiah. Hilman beranjak pergi dan tidak lupa berterima kasih pada transaksi yang baru saja terjadi.
Baru beberapa langkah meninggalkan warung, terdengar gumam yang pemilik warung tersebut berkata
"temenan ko sama orang yang gapunya sopan santun kaya gitu.................." kalimat selanjutnya tidak terlalu terdengar jelas, karena langkahnya yang semakin jauh meninggalkan sumber suara.Â
Hilman hanya bisa tersenyum, dalam hati, sambil terus melangkahkan kaki kembali kerumah Sarodi.
***
Kembali pada siang hari sebelumnya...
Sarodi memergoki seorang kakek yang membawa bungkusan kresek hitam mengambil sebuah sepedah dari pekarangan rumah dengan cara mengendap-endap. Dia mengenal kakek itu, seorang kakek tua yang hidup berdua dengan seorang cucu yang ditinggal mati orang tuanya, kakek itu mempunyai beberapa orang anak, namun mereka meninggalkan kakek itu. Sarodi, menganggap perbuatan anaknya tidak dibenarkan, tetapi tidak bisa disalahkan juga.
 Anak-anaknya meninggalkan sang kakek karena kelakuannya yang keras, baik kepada mereka semasa kecil hingga dewasa, ataupun cucu-cucu mereka ketika berkunjung. Pernah satu waktu, Sarodi memergoki si kakek memukul keras bagian punggung cucunya yang dihukum hanya karena menutup pintu rumah terlalu kencang, atau melempar anak tetangga dengan batu besar ketika sedang mengejar layangan putus yang masuk ke halaman rumahnya.
Bahkan  yang paling membuat kesal, pernah satu malam dia melempari semua jendela rumah tetangga dengan kotoran sapi peliharaannya, rumah sarodipun tidak luput dari perbuatan yang sang kakek lakukan.
setelah sang kakek berhasil membawa sepeda, Sarodi bergegas masuk kedalam rumah, mengganti pakaian dan memakai helm Half face bawaan pabrik, Sarodi naik ke atas motor untuk mengejar si kakek dan menghentikan perbuatannya. sempat kehilangan jejak sang kakek dan memutuskan untuk pulang ke rumah, dia melihat sang kakek masuk ke dalam gang sempit dengan santai tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.Â
Melihat sang kakek, sarodi lantas masuk kedalam gang dengan sedikit mempercepat laju kendaraannya, tapi sayang, kendaraan yang dia tunggangi adalah motor dengan usia terbilang tua, yang mana permasalahan pada motor itu begitu banyak, diantaranya yakni karburator sering error, kabel gas tidak kembali menutup lidah penguapan bahan bakar, dan rem yang dikenal mempunyai daya cengkram buruk jika dibandingkan dengan motor jaman sekarang.
Hingga terjadilah tragedi "masuk selokan"
Kejadian ini dia ceritakan kepada Hilman ketika mereka baru berdua berada di bengkel itu, sarodi terlihat begitu menyesali kejadian yang baru dialami, tapi dia juga tidak bisa menahan amarah yang selama ini dipendam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H