Tidak mudah, bagi seorang sepertiku untuk mengatakan makna yang sesungguhnya dari apa yang kurasakan saat ini, menjadi diam dan pendiam, gugup serta artikulasi kata yang keluar dari mulut sudah semerawut, ketika harus berbicara langsung denganmu pada ruang kelas yang dipersilahkan berdiskusi, berdebat, atau sekedar menyanggah argumentasi.Â
Aku sudah berusaha memberanikan diri, melalui kutipan-kutipan ahli keilmuan dari buku pedoman perkuliahan, aku menutupi takut dan gugupku. Tanpa itu, mungkin memilih diam tanpa berfikir untuk mendapatkan perhatianmu adalah pilihan terbaik.
Aku coba renungkan apa yang dipaparkan barusan, bukankah pada akhirnya konotasi akan menjadi sebuah denotasi dengan cara dan kalimatnya tersendiri? pada akhirnya itu akan menjadi sebuah kesamaan makna akhir? Aku sangat senang jika pada akhirnya kamu akan bisa menjelaskan pemaparan ini secara langsung, hanya kita berdua, suatu hari kelak.
Bukan tidak mungkin, suatu saat keberanianku untuk menyatakan apa yang aku rasakan terhadapmu akan muncul. perlahan namun pasti, aku coba menyusun strategi agar tidak ada alasan untukmu menolaku, terdengar licik memang, licik bagi seseorang yang berpikir cinta tidak membutuhkan sebuah alasan.Â
Bagiku yang masih berpikir sebuah Cinta jika ingin mempunyai tujuan, maka dia harus memiliki alasa. Kita bisa setuju dan tidak setuju tentang yang kupercayai. Namun satu hal, aku akan membuktikan tiap-tiap bait rindu yang kupersembahkan untukmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H