RILIS PREMATUR KASUS TEWASNYA AJUDAN KAPOLDA KALTARA,Â
HUMAS POLRI PERLU BERBENAH
Oleh:Â
Rangga Afianto (Advokat, Mahasiswa Doktoral Ilmu Kepolisian STIK-PTIK)
Dejavu Masyarakat
Tragedi tewasnya ajudan pribadi Kapolda Kaltara yaitu Brigadir Polisi Setyo Herlambang pada Jumat 22 September 2023 menjadi suatu dejavu bagi publik. Masih hangat ingatan masyarakat pada tragedi penembakan ajudan pribadi Irjen.Pol. Ferdi Sambo pada Juli 2022 dengan rentetan proses hukum yang sangat menyita perhatian publik menjadi suatu trauma masyarakat terhadap dramatisasi dan berlarut-larutnya proses penegakan hukum yang ada, dengan perlibatan internal Polri sebagai aktor yang terkait didalamnya.
Satu hal yang menjadi catatan adalah terlalu prematurnya Polri dalam hal ini Bidang Humas Polda Kaltara dalam menyampaikan rilis terkait tragedi tewasnya Brigadir Setyo tersebut. Kabid Humas Polda Kaltara yaitu Kombes.Pol. Budi Rachmat, S.I.K., M.Si. dalam rilisnya di berbagai media tanggal 23 September 2023, tepatnya kurang dari 1x24 jam dari waktu kejadian dengan tegas menyampaikan bahwa akibat kematian dari korban adalah bukan karena mengakhiri hidup atau bunuh diri, melainkan akibat kelalaian pada saat membersihkan senjata api miliknya, di kamar rumah dinas Kapolda Kaltara.
Â
Kejanggalan
Pertanyaan yang menggelitik publik adalah apakah mungkin dengan rentang waktu kurang dari 24 jam, tim penyelidik yang notabene terdiri dari berbagai unsur termasuk Propam, Inspektorat Daerah, Kedokteran Forensik, serta Reskrim mampu menyimpulkan penyebab kematian korban akibat kelalaian, dengan minimnya alat bukti yang ada karena tidak adanya keterangan saksi yang melihat langsung serta tidak adanya kamera pengawas CCTV yang dapat menjelaskan secara tegas bahwa yang bersangkutan benar-benar lalai dalam membersihkan senjata api miliknya.
Asumsi kedua adalah mengenai Tempus Delicti atau waktu kejadian, dimana sebagaimana rilis yang disampaikan adalah pada hari Jumat pukul 13.10 WITA. Waktu tersebut adalah jam kerja dimana sepatutnya Kapolda pada waktu tersebut tidak berada dirumah, melainkan berada pada Mapolda maupun tempat lain dengan kepadatan aktifitasnya sebagai pimpinan daerah, sehingga korban yang notabene adalah ajudan pribadi dari Kapolda yang melekat sudah sepatutnya juga tidak berada dirumah melainkan di suatu tempat dalam konteks aktifitas kerja Kapolda.
Humas Polri Perlu Berbenah
Kedua asumsi tersebut adalah hal yang sepatutnya menjadi evaluasi bagi Humas Polri dalam hal ini Polda Kaltara dalam memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Informasi yang prematur dapat menyebabkan asumsi liar dan kesesatan pemahaman bagi publik dalam menilai kasus yang sebenarnya terjadi.
Perintah Kapolri untuk melakukan investigasi secara ilmiah, transparan dan tuntas terhadap kasus ini sudah tepat. Namun apabila proses investigasi tersebut tidak didukung oleh profesionalitas dan strategi komunikasi yang tepat dari sisi Humas, maka friksi dalam hal informasi dapat terjadi di masyarakat yang berakibat pada penilaian kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H