Mohon tunggu...
Rangga Agnibaya
Rangga Agnibaya Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Bagi Ilmu

Membaca, menulis, menonton film, dan sepak bola: Laki-laki.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pergeseran Makna Menjadi Indo, Dari 'Sang Liyan' ke 'Sang Diri'

19 Agustus 2022   21:55 Diperbarui: 19 Agustus 2022   22:02 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indo didiskriminasikan dalam segala hal. Akses menuju pendidikan sulit, kesempatan kerja tidak jelas, dan selalu dikalahkan oleh anak-anak Eropa totok dalam hal jenjang karir. Reggie Baay dalam bukunya Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda menulis bahwa tingkat pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan di kalangan Indo-Eropa sangat tinggi. Selain tinggal di lingkungan-lingkungan kumuh Hindia-Belanda, beberapa di antara mereka yang perempuan bahkan terjerumus ke dunia prostitusi.

Indo Dalam Jagat Sastra Kita

Jagat sastra kita juga banyak mengisahkan tentang identitas Indo. Tokoh Annelis dan Robert Mellema merupakan identitas Indo pada karya Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia. 

Annelis menjadi pengejawantahan identitas Indo yang rapuh ketika dipaksa berpisah dengan ibunya yang pribumi untuk pergi ke negeri Belanda. 

Dalam novel Salah Asuhan karya Abdoel Muis kita menemui karakter Corrie, keturunan Indo-Perancis, sebagai wakil identitas Indo yang menganggap pribumi di sekitarnya sebagai 'sang liyan' (the other). 

Terakhir, dalam novel Keberangkatan karya NH Dini, Elisaberth Frissart kandas cintanya karena orang tua sang kekasih tidak menyetujui hubungan mereka sebab ia seorang Indo, dan dianggap lebih rendah  dari gadis Indonesia tulen.

Dari 'sang liyan ke 'sang diri'

Dari dua waktu yang berbeda, masa lalu dan sekarang, dapat ditemui pergeseran hasil pemaknaan atas identitas Indo. Jika dulu makna menjadi Indo adalah 'terasing' dan berposisi sebagai 'sang liyan' yang malang, masa kini menyajikan makna yang berbeda, yakni Indo sebagai pusat yang dikerumuni, dan bisa mendaku sebagai 'sang diri/ ego' dengan berbagai pencapaian yang telah diurai di awal tulisan. Mungkin, ini yang disebut 'wolak-walik ing jaman' dalam tradisi Jawa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun