Mohon tunggu...
Benedictus Rangga Daniswara
Benedictus Rangga Daniswara Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Anak sekolah yang iseng buat akun untuk tugas.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tabungan Perumahan Rakyat: Merakyat atau Memerintah?

22 Juli 2024   10:20 Diperbarui: 22 Juli 2024   12:48 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki rumah merupakan impian semua orang, apalagi jika rumah tersebut nyaman dan layak dihuni. Tetapi sayang, mimpi itu semakin sulit diraih oleh pekerja kelas menengah ke bawah atau masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia. Hal ini merupakan imbas dari tingginya harga rumah dan lahan yang ada di kota-kota besar. Harga yang ditawarkan jauh diatas penghasilan rata-rata masyarakat berpenghasilan rendah (tidak sebanding). Tingginya harga ini disebabkan oleh ketersediaan lahan yang semakin menipis karena berbagai pembangunan sementara kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal semakin banyak. Lantas, apa solusi yang coba diterapkan pemerintah dalam menghadapi masalah "akut" ini?

Pada tanggal 20 Mei 2024 lalu, Presiden Joko Widodo resmi menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2024 sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. PP ini menyempurnakan PP sebelumnya terutama terkait perhitungan besaran Tapera bagi pekerja mandiri. Penetapan rencana Tapera langsung menjadi sorotan masyarakat khususnya di media sosial. Rencana Tapera menjadi polemik baru yang menuai pro-kontra publik. Kebijakan yang tertuang dalam penyelenggaraan Tapera menjadi alasan dibalik riuhnya pro dan kontra tersebut.

Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat adalah penyimpanan yang dilakukan peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir (PP No.21/2024 Pasal 1). Dengan kata lain, konsep dari Tapera adalah iuran yang dibayarkan peserta untuk membiayai rumah. Sesuai dengan kebijakan Tapera yang tertera dalam PP No. 21/2024, setiap peserta pekerja dikenakan iuran sebesar 3% dari pendapatan mereka. Rinciannya yaitu 2,5% akan dibayarkan oleh peserta sendiri sebagai pekerja dan sisa 0,5% akan ditanggung oleh pemberi kerja entah itu perseorangan, pengusaha, badan hukum, dan lain sebagainya. Bagi peserta pekerja mandiri, iuran 3% tersebut ditanggung sendiri. Tapera bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta.

Peserta Tapera adalah warga negara Indonesia dan warga negara asing dengan visa kerja yang berlaku minimal 6 bulan di Indonesia dan telah membayar simpanan yang diwajibkan secara berkala oleh mereka sendiri atau oleh pemberi kerja. Peserta Tapera terdiri dari pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum (UMR) dan telah berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah saat mendaftar. Pekerja Mandiri yang berpenghasilan dibawah UMR juga dapat mendaftar menjadi peserta Tapera (PP No.21/2024 Pasal 5). Pekerja tersebut terdiri dari calon Pegawai Negeri Sipil, pegawai Aparatur Sipil Negara, prajurit TNI, prajurit siswa TNI, anggota Polri, pejabat negara; pekerja/buruh badan usaha milik negara/daerah, badan usaha milik desa, badan usaha milik swasta; dan pekerja lainnya yang menerima gaji atau upah (PP No.21/2024 Pasal 7).

Tapera dikelola dengan menghimpun dana masyarakat secara bersama dan saling tolong-menolong antar peserta untuk menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau. Pengelolaan Tapera dilakukan oleh Badan Pengelola Tapera atau BP Tapera yang meliputi pengerahan, pemupukan, dan pemanfaatan.Pengerahan Dana Tapera adalah aktivitas pengumpulan dana dari peserta yang terdiri atas pekerja dan pekerja mandiri. Dana yang dikumpulkan akan diadministrasikan oleh Bank Kustodian. Sumber Dana Tapera berasal dari simpanan peserta dan sumber dana lainnya. Selanjutnya, Pemupukan Dana dilakukan dalam rangka meningkatkan nilai Dana Tapera milik peserta.  Bank Kustodian dan Manajer Investasi, yang diawasi oleh OJK dan BP Tapera, mengelola dan menginvestasikan dana Tapera. Investasi tersebut dilakukan pada instrumen keuangan yang aman dan menguntungkan, seperti deposito, surat utang negara dan daerah, serta surat berharga di bidang perumahan. Dana Tapera juga dikelola dengan dua pilihan, yaitu prinsip konvensional dan syariah, sesuai dengan keinginan masing-masing peserta. Terakhir, seluruh peserta akan mendapatkan manfaat tabungan beserta hasil pemupukannya yang bisa diambil pada saat masa kepesertaan berakhir. Masyarakat berpenghasilan rendah yang memenuhi syarat kelayakan dapat menikmati manfaat pembiayaan perumahan. Manfaat ini terdiri dari tiga jenis, yaitu Kredit Pemilik Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR).

Penyelenggaraan Tapera memunculkan pro dan kontra di masyarakat yang dirangkum dalam satu pertanyaan: Apakah kebijakan ini akan merakyat (benar-benar untuk kepentingan masyarakat) atau memerintah (sama seperti yang sudah-sudah, akhirnya tetap menguntungkan negara/pemerintah)? Bukan tanpa alasan mengapa kebijakan ini walaupun belum direalisasikan namun sudah menjadi polemik yang santer diperbincangkan oleh publik. Tapera adalah pisau bermata dua, dimana terdapat dua sisi atau perspektif yang berbeda dari kebijakan yang ditetapkan.

Kelebihan atau hal positif yang membuat masyarakat pro dengan Tapera adalah karena membantu mereka membeli rumah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tujuan utama Tapera adalah untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat, terutama pekerja untuk memiliki rumah sendiri. Dengan menabung secara teratur, masyarakat dapat mengumpulkan dana untuk uang muka dan cicilan rumah. Secara tidak langsung ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Tapera dapat meningkatkan akses perumahan. Program ini diharapkan menjadi sarana bagi masyarakat dalam meningkatkan akses ke perumahan yang layak, terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan menengah ke bawah. Kemudian, Tapera juga dapat memberikan suntikan dana segar bagi sektor properti sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Terakhir, Tapera dapat dianggap sebagai salah satu bentuk jaminan perlindungan sosial bagi pekerja yang belum memiliki rumah.

Di sisi lain, kekurangan atau hal negatif yang membuat masyarakat kontra dengan Tapera adalah kebijakan ini menjadi beban tambahan bagi pekerja. Potongan iuran Tapera dari gaji pekerja dianggap memberatkan, terutama bagi mereka yang memiliki penghasilan pas-pasan. Potongan ini lantas mengurangi daya beli masyarakat. Inilah hal yang paling menjadi perhatian masyarakat khususnya mereka yang berpenghasilan rendah, dimana setelah ada kebijakan ini mereka harus mengalokasikan 3% dari gaji mereka untuk iuran Tapera. Banyak yang enggan berniat mengikuti kebijakan Tapera karena kebutuhan hidup yang tak sedikit sementara gaji yang diterima tidak seberapa. Jika dipotong lagi dengan Tapera, upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan semakin sulit karena uang yang dimiliki berkurang. Lebih lanjut, beberapa pihak menilai biaya administrasi Tapera masih terlalu tinggi, sehingga mengurangi manfaat yang diperoleh peserta. Proses pengajuan dan pencairan dana Tapera juga dianggap masih terlalu rumit dan memakan waktu yang lama. Terakhir yang tak kalah menjadi perhatian, yaitu kekhawatiran bahwa pengelolaan dana Tapera tidak transparan dan rentan terhadap penyelewengan.

Tapera merakyat atau memerintah tergantung bagaimana penerapan hal tersebut di lapangan. Ekonom Permata Bank, Jose Pardede, menyatakan bahwa keberhasilan program Tapera bertumpu pada kemudahan akses dana bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sebelum meluncurkan program ini, pemerintah harus memastikan bahwa semua institusi yang terlibat, seperti badan pengelola, bank kustodian, manajer investasi, dan bank atau perusahaan pembiayaan, memiliki kemampuan yang memadai, integritas, dan akuntabilitas tinggi. Badan pengelola harus memiliki sistem akuntabilitas yang jelas, serta mekanisme untuk mengatasi konflik dan kegagalan, seperti kegagalan pembayaran kredit dan pengembalian simpanan. Sebagai tambahan, pemerintah bisa bekerja sama dengan sektor swasta untuk mengembangkan produk-produk perumahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan terjangkau. Kalau program ini dijalankan oleh pemerintah seperti yang sudah dijelaskan, bukan tidak mungkin Tapera akan menjadi solusi dari permasalahan "akut" rumah dan lahan di Indonesia selama ini. Namun, hal yang tidak bisa dipungkiri juga adalah tidak sedikit masyarakat yang skeptis terhadap kebijakan ini. Ada anggapan bahwa kebijakan ini hanya menjadi sarana untuk semakin menguntungkan pemerintah dari iuran rumah yang dibayarkan setiap bulannya. Mereka juga khawatir jika kebijakan ini kemudian menjadi ladang korupsi oknum pemerintahan dan pada akhirnya masyarakat tidak memperoleh hak yang seharusnya diperoleh.

Oleh karena itu, besar harapan bahwa pemerintah menjalankan program Tapera dengan amanah. Memang kebijakan ini juga menguntungkan negara/pemerintah karena memberikan manfaat finansial yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan kembali pendapatan. Hal ini dapat membantu mengatasi keterbatasan anggaran negara dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu. Namun, esensi dari Tapera sejatinya kembali pada kepentingan masyarakat untuk memiliki rumah layak huni. Pemerintah harus memikirkan bagaimana kebijakan ini merakyat, sesuai prinsip demokrasi negeri ini yaitu dari dan untuk rakyat yang artinya semua yang telah diusahakan rakyat untuk mendapat rumah melalui Tapera diharapkan menjadi milik rakyat sepenuhnya. Perlu diingat bahwa iuran 3% itu tidak sedikit apabila dibayarkan terus-menerus. Dalam konteks ini pemerintah diharapkan menghargai apa yang telah diusahakan masyarakat. Jangan sampai kemudian program ini menyimpang dari tujuan sebenarnya, yang mana akhirnya justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk terus memeras masyarakat demi keuntungan sendiri. Perlu diingat bahwa iuran 3% itu tidaklah sedikit apabila dibayarkan terus-menerus. Dalam konteks ini pemerintah diharapkan menghargai apa yang telah diusahakan masyarakat  itu. Akhirnya, Tapera bukanlah suatu kebijakan biasa. Ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah mensejahterakan rakyatnya, terutama yang berpenghasilan rendah sebagai amanah mereka pada negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun