Mohon tunggu...
Rangga Andriana
Rangga Andriana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi | Learn to be a journalist | Founder @_autofocus Professional Wedding Photographer |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Facebook, Remaja dan Pelecehan Seksual

9 April 2013   00:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:29 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Media sosial sebagai new media yang membuat perubahan begitu besar dalam perkembangan dalam berkehidupan sosial khususnya di negara ini. Media sosial saat ini juga memberikan pengetahuan dan memperluas relationship kepada teman-teman jauh, baik kenal maupun yang baru kenal. Tapi tentu segala sesuatu hal baik, besar maupun sekecil apapun itu pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan didalamnya.

Facebook, siapa yang belum mengetahui dan apa kegunaannya? Semua orang yang mempunyai aktifitas menyibukkan dirinya di internet, banyak juga yang menggunakan Facebook sebagai alat untuk meluangkan waktu. Baik itu hanya sekedar iseng untuk membuat saja tanpa sering menggunakannya, atau bahkan sebaliknya menyibukkan dirinya berjam-jam hanya untuk bertatap muka dengan media sosial terbesar ini. Seiring dengan banyaknya layanan internet yang semakin murah dan harga laptop yang semakin terjangkau, menjadi sebab bagaimana penyebaran dan penggunaan Facebook juga bertambah. Facebook yang tidak mempunyai kebijakan batasan pengguna tertentu, seperti tidak adanya batasan umur, batasan 1 ip 1 account (pengguna) menjadi faktor utama. Semua golongan dapat membuat account Facebook sesukanya, bahkan anak seusia 5 tahun sekalipun ada yang membuatnya. Fenomena ini menjadian facebook sebagai media sosial yang diterima oleh mayoritas masyarakat di negara ini. Terbukti bahwa pada tahun 2011 sebanyak 85% Indonesia mengakses Facebook dibanding negara-negara lainnya.

Pengguna Facebook di Indonesia didominasi oleh remaja dan dewasa. Saya adalah saksi hidup bagaimana Facebook didominasi oleh remaja. Ketika saya masih menjadi salah satu Operator warnet di Kota Serang, hampir setiap jam pulang sekolah banyak siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) menggunakan jasa internet hanya untuk membuka media sosial khususnya facebook. Tidak usah jauh-jauh, dua adik saya perempuan dan umurnya belum sampai 17 tahun saja sudah buat account Facebook. Saya tidak terlalu mempermasalahkan dampak buruk dari media sosial ini. Mungkin dampak yang terlihat si pengguna jadi malas beraktifitas, membuang waktunya untuk chatting atau menggunakan waktu belajarnya hanya untuk numpang eksis dengan selalu mengupdate statusnya. Namun pada akhirnya saya mulai khawatir ketika awal tahun lalu banyak kasus pelecehan seksual, penculikan dan motif pembunuhan bermula dari Facebook. Hingga puncak kekhawatiran ini meledak ketika siang ini saya melihat berita “Lewat Facebook, Gadis Diperkosa Bergilir” (baca disni).Siapa yang tidak kaget? Gadis berusia 14 tahun ini diperkosa oleh teman yang kenal melalui Facebook, ya dia diperkosa 10 orang secara bergilir.


“Siswi kelas 2 SMP itu menuturkan, peristiwa tersebut bermula dari perkenalannya dengan seorang pria berinisial IM di pertengahan bulan Februari 2013 di situs jejaring sosial Facebook. Setelah lama berkomunikasi, mereka sepakat untuk bertemu di salah satu tempat di Jakarta Timur pada suatu siang di tanggal 1 Maret 2013.”

Gadis yang semestinya masih berada dibawah pengawasan ketat oleh orang tua, ternyata lolos dan menjadi korban pelecehan seksual akibat peristiwa tersebut. Tidak hanya itu dampaknya mulai dari trauma psikis yang bisa berakibat fatal bagi si gadis, belum lagi justifikasi sosial yang akan dilontarkan oleh lingkungannya berdampak bagi masa depannya sendiri. Seharusnya kasus ini menjadi pukulan keras bagi orang tua, bagi praktisi media, dan bagi kita semua sebagai pengguna media sosial. Literasi media juga seharusnya digunakan pada media sosial khususnya orang tua dalam membimbing dan mengawasi anaknya.

Dalam contoh kasus tersebut, jelas dalam hal ini peran orang tua yang menjadi control parenting gagal. Gagal dalam artian pengawasan orang tua terhadap penggunaan media sosial oleh anak tidak dilakukan. Tidak hanya itu, pendidikan seks terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua sangat minim. Memang hal tersebut juga bisa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua dan pengetahuan dalam mendidik anak. Seharusnya orang tua tahu bagaimana masa remaja pada anak merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, memiliki potensi besar untuk melakukan hal-hal menyimpang dari kondisi/prilaku normal. Seperti ada pergolakan dalam diri mereka untuk melakukakan hal-hal yang berbeda dengan yang lain di sekelilingnya, hal-hal yang dianggap normal oleh kebanyakan orang.

Control parenting tidak hanya untuk membatasi cara berpenampilan, bergaul, beretika, bersopan santun dan bertutur kata. Melihat kasus pelecehan seksual terhadap remaja melalui media sosial yang semakin marak patut diwaspadai. Pendidikan seks di usia remaja yang dilakukan oleh orang tua harus diberi arahan yang benar dan baik, agar anak dapat memahami mana hal yang buruk dan baik. Cara bersosialisasi yang baik harus ditanamkan sedini mungkin kepada anak, khususnya remaja perempuan agar mampu mengontrol dirinya untuk lebih berhati-hati ketika bersosialisasi kepada orang yang tidak dikenal. Literasi media juga penting bagi orang tua untuk melihat fenomena media sosial yang sedang terjadi, agar anak tahu bagaimana menyikapi dan lebih bijak menggunakan media sosialnya dengan belajar tanggung jawab.

Dengan control parenting yang baik dan benar, ditambah pendidikan seks dan cara bersosialisasi dengan baik dan benar. Dapat mengurangi sedikit rasa kekhawatiran orang tua terhadap anak. Anak mempunyai bekal yang bermafaat dalam menempuh masa remajanya. Namun bukan semerta-merta orang tua melepasnya begitu saja, control rutin juga diharapkan agar orang tua dapat melihat bagaimana perkembangan anak didalam lingkungan sosialnya.

Hal ini juga berlaku tidak hanya kepada anak, kita sebagai orang yang dewasa dan mampu membedakan baik dan benar juga turut andil dalam literasi media sosial. Mengajarkan kepada adik-adik kita, keponakan, teman atau saudara yang belum tahu dampak buruk dari media sosial juga menjadi tanggung jawab bagi kita sendiri. Karena tidak sedikit pula wanita yang sudah dewasa juga mengalami pelecehan seksual melalui facebook.

Tulisan ini dibuat karena kekhawatiran yang semakin tinggi karena tingkat pelecehan seksual terhadap remaja perempuan melalui media sosial

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun