Mohon tunggu...
Randy Ramadhan
Randy Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Randy Ramadhan adalah seorang penulis, podcaster, programmer dan suka Filsafat. Penulis buku Surat Untuk masa depan (Penerbit El-Markazi, 2021) dan Bertanya tentang hidup (Penerbit El-Markazi, 2022). Kegiatan aktif di bidang Podcast Hidup dan Waktu, eksperimen projek dan untuk melatih logika berpikir dan merefleksikan dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mahasiswa Telah Mati, dan Kitalah yang Membunuhnya

17 Desember 2022   19:01 Diperbarui: 17 Desember 2022   19:11 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mahasiswa telah mati, dan kitalah yang membunuhnya.

Sudah cukup lama saya perhatikan bagaimana cara bekerja mahasiswa dan kampus yang saya ikuti. Kuantitas menjadi sebuah acuan kelulusan atau puncak dari prestasi mahasiswa di kampus. Artinya semakin tinggi nilai dari mahasiswa, maka semakin terbaiknya mereka dalam proses pendidikannya. Namun sebenarnya bukan hanya kuliah, namun ketika saya sekolah saja, kuantitas menjadi hal yang sangat merepresentasikan kualitas. 

Era zaman dulu, era dimana orang tua kita belajar, mungkin dapat di akui bahwa kuantifikasi kualitas masih dapat dibandingkan. Namun, fakta hari ini, fakta dimana perkembangan teknologi semakin melesat, kuantifikasi kualitas mahasiswa tidak dapat dilakukan. 

3-4 Tahun kuliah, artinya apa yang kita pelajari sesuai kurikulum setidaknya akan tertinggal 3-4 tahun dunia nyata. Ini mengakibatkan mahasiswa akan kaget melihat perkembangan yang sangat cepat. Itu jika mahasiswa tidak mempelajari apa yang ada di luar kurikulum. Namun dilemanya adalah bahwa kurikulum yang padat menyebabkan mahasiswa mau tidak mau harus menyelesaikan kurikulum yang di berikan dan tidak ada waktu lagi untuk mempelajari apa yang penting di luar sana. Atau bahkan mahasiswa tidak pernah sadar bahwa esensi kuliah adalah kuantitas, bukan kualitas. 

Namun bukankah kuantitas akan membanggakan orang tua? Ya memang, karena selama ini orang tua kita hanya akan melihat apa yang telah mereka alami sebelumnya, dan itu adalah standar mereka. Namun itu tidak akan pernah bisa dilakukan lagi di zaman sekarang. Sehingga, marilah kita berdosa sejenak untuk tidak peduli dengan ekspetasi orang tua yang menginginkan kuantitas. Karena tanggung jawab kita begitu besar untuk kembali pada kualitas kita.

Mahasiswa telah mati dan kitalah yang membunuhnya. 

Kalimat itu terinspirasi dari seorang filsuf, Friedrich Nietzsche. Kalimat aslinya mengacu pada Tuhan yang saya mungkin tidak perlu sebut. 

Makna dari mahasiswa telah mati artinya adalah esensi nama dari maha segala siswa yang selalu di agungkan para revolusioner mahasiswa, atau ketika demo, atau ketika malam keakraban atau pelatihan kedisiplinan telah terkuantifikasi, yang menyebabkan kualitas diatas, menjadi kabur dan hilang. 

Kuantifikasi pada pemaknaan kata mahasiswa ironisnya di bunuh dan di rusak oleh mahasiswa itu sendiri. Dan bahkan secara tidak sadar. Dengan hal hal palsu seperti kuantitas untuk memilah mana yang bagus mana yang buruk. Inipun sudah tidak masuk akal lagi ketika perbandingan kualitas, dilakukan kuantifikasi.

Kita dapat bayangkan tahun 1945, itu hanya dengan 100 insinyur yang setara dengan sarjana, dapat melakukan penulisan sejarah yang luar biasa, namun sekarang, puluhan juta mahasiswa, tidak ada apa apa di banding 100 mahasiswa zaman dulu.

Kegagapan mahasiswa, dan hidup dilingkungan yang imajinatif, menyebabkan mahasiswa membunuh makna mahasiswanya. 

Sehingga, kitalah semua mahasiswa, sebagai pembunuh yang paling jahat. 

Mahasiswa telah mati, dan kitalah yang membunuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun