Mohon tunggu...
Randy Jullihar
Randy Jullihar Mohon Tunggu... Scientist -

A scientist, Father, Husband,Writer, Story teller, Analizer and Open minded reader

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kemacetan Jakarta, Mari Bicara Data

12 November 2017   22:51 Diperbarui: 13 November 2017   12:32 6238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta. Merasakan rutinitas kemacetan di ibukota merupakan salah satu hal yang membuat saya tidak betah untuk tinggal di Jakarta dan memutuskan untuk pindah ke kota lain. Namun karena jakarta merupakan pusat bisnis dan pemerintahan, tak bisa dihindari untuk beberapa kali setiap bulan, karena urusan pekerjaan, saya harus mengunjungi kota tersebut dan kembali bersahabat dengan kemacetan disana.

Kemacetan di jakarta merupakan polemik bagi masyarakat dan pemerintah. Banyak kerugian yang ditimbulkan, sehingga solusi dan tindakan yang serius sangat diperlukan untuk menanggulangi masalah nomer 1 di ibukota ini. Bila kemacetan yang sudah dianggap wajar ini dibiarkan, maka dipastikan kota Jakarta akan terjebak menjadi kota gagal atau kota mati di masa depan. 

Beberapa hal telah menjadi faktor penyebab dan efek dari kemacetan di Jakarta. Bahasan tersebut membuat saya tergelitik untuk mencari lebih detail mengenai data yang berhubungan dengan masalah kemacetan yang tak habis untuk dibicicarakan. Berikut data yang diperoleh:

1. Data Jumlah Peningkatan Kendaraan.

Jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan jumlah jalan dan infrastruktur di jakarta merulakam salah satu penyebab utama kemacetan di Jakarta. Polda Metro Jaya melaporkan bahwa terjadi penambahan sekitar 1 juta unit kendaraan pribadi (Mobil) setiap tahun nya. Pada tahun 2015 jumlah mobil berada pada angka 10.4 juta unit, lalu naik menjadi 10.9 juta unit pada tahun 2016. Kemudian, baru sampai bulan Februari 2017, angka tersebut naik kembali menjadi 10.95 juta unit. Kenaikan tersebut sejalan dengan peingkatan penjualan mobil/tahun yaitu 1 juta unit pertahun seperti yang dilaporkan GAIKINDO.

2. Data Polusi

Efek dari kemacetan itu sendiri adalah polusi atau pencemaran udara yang berasal dari asap kendaraan. Greenpeace Indonesia melaporkan polusi di Jakarta pada tahun 2016 berada pada level 4.5 kali ambang batas yang ditetapkan WHO. Data dari BPLHD DKI memperlihatkan bahwa pada udara Jakarta terdapat Nitrogen Dioksida, Hidrokarbon non Metana dan Karbon dioksida yang berada dibawa ambang baku mutu kualitas udara. Balitbangkes Kemenkes menyatakan bahwa polui di Jakarta mencapai taraf berbahaya.

3. Data Kesehatan

Polusi udara akan berdampak pada kesehatan masyarakat Jakarta. Dr. Budi Haryanto,SKM,MSPH,MSC. seorang peneliti kesehatan lingkungan di UI menginformasikan bahwa penyakit yang diderita warga Jakarta akibat polusi udara adalah 25.4% infeksi saluran pernafasan, 16% Jantung koroner, 12.6 % asam dan sisanya berupa penyakit pernafasan lainnya.

4. Data Kerugian Waktu

Kemacetan membuat banyak waktu terpakai tidak efektif di jalan. Hasil analisa INRIX, Amerika terhadap kemacetan jakarta menyampaikan bahwa warga Jakarta menghabisakan 55 jam dalam satu tahun berada di jalan karena kemacetan. Sangat disayangkan sekali, karena waktu tersebut sebenarnya bisa digunakan untuk bekerja, berkumpul dengan keluarga atau bahkan untuk istirahat.

5. Data Psikologis.

Kemacetan berdampak pula terhadap tingkat ke-stress-an manusia. Suryo Dharmono seorang pakar psikologi menyatakan bahwa stress akan memunculkan gejala sedih,murung, tak semangat, sulit konsentrasi atau kerja tidak efektif. Penelitan yang dilakukan Louise Philippe Belannd dari Lousiana State University memberikan hasil yang tak pernah disangka. Penelitian tersebut memperlihatkan hubungan antara kemacetan dengan perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Karena kemacetan meningkatkan level emosi pada seseorang, sehingga penelitian tersebut mendapatkan data bahwa kemacetan berperan meningkatkan 6% perilaku KDRT pada daerah yang mempunyai tingkat kemacetan tinggi.

6. Data Bahan Bakar Minyak (BBM)

Boros bahan bakar akan terjadi ketika kita terjebak di kemacetan dalam waktu yang cukup lama. PT Pertamina melaporkan penggunaan total BBM di Jakarta sebanyak 33.821 kiloliter per hari. Jumlah tersebut merupakan jumlah konsumsi terbanyak diantara kota-kota lainnya di Indonesia.

Data-data diatas memperkuat buruknya kondisi di Jakarta yang berhubungan dengan kemacetan. Pengalaman saya selama berada di jakarta, kerugian waktu dan efek psikologis yang sangat dirasakan akibat kemacetan tersebut. Maka dari itu, urgensi penanggulangan untuk meminimalisir kemacetan di Jakarta sangat-sangat diperlukan. Beberapa program sudah mulai dijalankan, beberapa diantaranya adalah pengembangan transportasi umum seperti MRT, LRT, perbaikan sistem exsisting angkutan umum dan lain-lain, juga program pengembangan dan pelebaran jalan. Namun program tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang untuk realisasi dan optimasi nya. 

Saya pribadi berpendapat bahwa diperlukan opsi lain yang dilakukan pararel dengan program-progam yang dijalan kan di atas oleh pemerintah. Ketika gagasan Ridesharing muncul atas permasalahan kemacetan seperti yang video yang berjudul "Uber Boxes Sunrise" berikut https://m.youtube.com/watch?v=YOUUwkCQLUo&feature=youtu.be , saya berfikir bahwa ide ridesharing atau carpooling tersebut bisa menjadi alternatif pemecah masalah kemacetan di Jakarta. Dan ternyata metode RideSharingatau Carpooling sudah dipakai terlebih dahulu di luar negri.  Austin texas dan San Fransisco menerapkan sistem tersebut yang di kelola oleh badan usaha bernama 'Carma'. Lalu di UK dengan 'Blablablacar', kemudian US dengan 'Ridejoy', serta beberapa negara laainnya. Dengan Ridesharingsaya yakin mampu menekan jumlah kendaraan yang beroprasi setiap harinya, jumlah tersebut akan menurunkan tingkat kemacetan di Jakarta.

Saya berfikiran dengan Ridesharing efek berantai yang saya bahas berupa data diatas otomatis akan ikut berkurang. Udara diharapkan akan menjadi bersih dan kesehatan akan terjaga. Demikian pula dengan konsumsi BBM yang bisa lebih dihemat sehingga pengeluaran bisa lebih berkurang. Hal yang akan sangat berharga bagi saya adalah waktu yang tidak akan banyak terbuang percuma di jalan dan kondisi psikologis yang lebih stabil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun