"Hannah Miles..." Lara menyebut nama itu perlahan-lahan seolah mencoba mengakrabinya di dalam hati.
Ia melihat sekilas foto-foto yang dikirimkan. Beberapa pasangan muda ada di sana. 'Apakah ini ayah dan ibuku?' ia segera mengenali kemiripan fisik sepasang manusia dalam foto-foto jaman dahulu kala yang dikirimkan wanita bernama Hannah itu.
"Dear Lara Samsara... Vagano." demikian bunyi surat yang mendampingi foto-foto yang Lara belum selesai lihat itu.
"Bila kau baca surat ini, mungkin aku, ibumu, sudah tak ada lagi di dunia ini. Sebelumnya maafkanlah kami, kedua orangtuamu, yang tak pernah mengurus dan mengasuhmu semenjak bayi. Maafkan kami yang terpaksa meninggalkanmu di tempat terpencil seperti ini. Ini semua semata-mata hanya demi melindungi keberadaaanmu. Dan kami tak ingin apa-apa terjadi pada dirimu.
Karena kau, Lara putriku, sebenarnya tak bersalah. Kamilah yang berdosa, khususnya aku, karena lebih memilih ayahmu daripada dirimu.
Semula aku sangat ingin kita bertiga bisa berkumpul menjadi satu keluarga yang utuh. Sayangnya, hal itu takkan pernah terjadi. Karena ayahmu beralih dan begitu saja pergi, menikah dengan wanita lain yang sama-sama berdarah biru seperti dirinya.
Keluargaku, Miles, adalah keluarga sosialita terkenal. Mereka keluarga besarmu juga, namun tentunya mereka belum bisa atau takkan pernah bisa menerima dirimu.
Karena kau lahir di luar pengetahuan mereka. Kau adalah anak 'tak diinginkan'.
Keluarga ayahmu, Vagano, adalah keluarga bangsawan Everopa terpandang dari jaman dahulu kala yang tinggal di sebuah puri besar di tengah pulau terpencil di lautan Evertika. Keluarga ayahmu takkan pernah bisa menerima kita semua, karena sehebat dan sekaya apapun keluargaku, mereka tak ingin aku menikah dengan pria berdarah dan bermata biru seperti ayahmu.
Kami diam-diam tinggal bersama selama hampir setahun dan memiliki dirimu. Namun tak ada seorangpun yang tahu, bahkan mantan sahabatku sendiri, yang kini berada di pulau terpencil itu bersama tiga anak-anak laki-laki, ya, kembar Vagano.
Anak dari ayahmu bersama wanita pilihannya."
Lara kembali menatap foto-foto lainnya yang dikirimkan Hannah. Ada potret pasangan pengantin, dimana pasangan yang baru menikah tampak sangat gagah tampan dan cantik jelita, sementara seorang wanita, yang ia kenali sebagai Hannah ibunya, tampak tidak bahagia. Bibirnya tersenyum, namun tidak ekspresinya. Terasa betul, wanita itu terpaksa melakukannya dan hanya berpura-pura 'ikut gembira' atas pernikahan pasangan itu. Ada aura cemburu, dendam dan kesuraman di sana.
Lara merasa tercekat. 'Ibu selama ini menderita. Ia pasti tak bahagia.'
Hannah dalam surat melanjutkan, "Anakku Lara Samsara Miles-Vagano, ya, itu nama lengkapmu walau tak resmi, kau tahu, kau sebenarnya memiliki segalanya. Ayahmu, Zeus Calamity Vagano, selalu memberikanku banyak harta, walau bukan itu yang kuinginkan. Sebab, uang saja tak cukup. karena aku harus kehilangan cintanya dan juga dirimu untuk selama-lamanya.
Dari uang yang kukirimkan inilah, kau bisa belajar dan memiliki semua yang kau miliki, dengan perantaraan panti asuhanmu. Karena sesungguhnya, aku tak pernah melupakan dirimu.
Bila kau terima surat ini, pastinya aku sudah tak ada lagi di dunia ini. Mungkin kau ingin tahu mengapa? Kau bisa datang mengunjungi saudara-saudara tirimu. Atau mungkin, membalaskan dendam..."
Lara menatap foto-foto terakhir. Beberapa pria muda kembar di sana sangat menarik perhatiannya.
'Adik-adik tiriku?' ucapnya lirih.
Mereka tampak rukun dan bahagia.
Hannah belum selesai menuliskan suratnya, "Oh ya, mereka bukan hanya bahagia karena memiliki sebuah puri, perkebunan dan pulau, namun juga seorang gadis yang tetiba hadir di sini. Yang jelas, ibumu tak menyukai gadis itu, sama sekali tak suka. Entah karena apa, aku merasa kehadirannya sama saja seperti kehadiran Florence saat itu. Ya, Florence adalah nama dari amarhumah perebut ayahmu Zeus dari sisi ibumu.
Wanita muda bernama Emily Rose Stewart itu memang tak bersalah, namun ia secara tak langsung bisa saja sewaktu-waktu merebut apa yang seharusnya menjadi milik kita.Â
Lara Anakku, kau pasti sudah tahu apa yang harus kau lakukan. Itu saja pesan terakhir dariku. Mungkin ayahmu juga saat ini sudah tiada. Dan pesan-pesan ini juga 'otomatis kukirimkan' kepadamu setelah aku tiada. Jadi, jangan cari aku lagi, bahkan jangan ratapi kepergianku.
Kami berdua di neraka tak ingin kau menyusul kami, setidaknya, tidak dengan tangan hampa.
Emily dan kedua kembar Vagano, mungkin juga tiga, tak boleh berbahagia di atas penderitaan kita, penderitaanmu juga!
Lara Samsara Miles-Vagano, kau juga berhak atas kebahagiaan itu! Tentu saja, silahkan lakukan dengan caramu sendiri.
Sincerely, your mother, Hannah Miles."
Hanya itu saja isi surat Hannah. Lara segera menutupnya kembali, melipatnya rapi-rapi.
Isi lain dari amplop cokelat di tangannya adalah semua dokumen kelahiran dan bukti-bukti bahwa Hannah Miles adalah ibu kandung Lara Samsara.
Identitasnya kini sudah terkuak. Ia bukan yatim piatu yang ditelantarkan.
'Apa yang harus kulakukan?' renung Lara dalam diam.
'Di mana gadis bernama Emily itu sekarang, dan apa yang harus kuperbuat atas dirinya? Mungkinkah.. ia penyebab kematian ibuku?'
Lara tak punya petunjuk. Pulau Vagano itu pun belum ia ketahui keberadaannya, karena memang tak ada dalam peta dunia Ever.
Namun ia tahu betul nama keluarga Miles. Sosialita terkenal di Evermerika.
'Aku akan mulai dari sini. Ya. Tunggulah, Bu. Anak perempuanmu datang...'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H