"Tadi aku sempat bertemu dengannya di hutan!" kisah Sky, "Zeus, ayah kita yang kita kira sudah mati dan tak muncul-muncul lagi selama 23 tahun, ternyata masih hidup. Ia bukan monster, tapi ia 'mengerikan!' setidaknya penampilannya..."
"Hmm, Lilian, kau pasti sudah mengetahui hal ini namun merahasiakannya kepada kami!" komentar Ocean yang melihat reaksi Lilian yang begitu ketakutan.
"Oke, kuakui, aku dan Hannah memang sempat bertemu dengannya. Ia yang minta agar keberadaannya dirahasiakan. Bagaimanapun, Zeus mungkin tak seberbahaya Earth. Justru ia ingin Earth terbunuh. Karena Zeus pasti bertahan hidup hanya dengan satu motivasi; Â ingin melihat kalian berdua selamat!"
"Jadi, sekarang apa yang kita harus lakukan?" Sky dan Ocean sama-sama memandang Lilian, yang mereka anggap paling tahu mengenai Zeus, "Ayah kami memang bukan orang jahat, namun ia juga seorang pembunuh! Lihat, demi menghabisi Hannah, penjaga-penjaga saja ia patahkan lehernya!"
"Biarkan saja dimanapun ia berada, ia bukan ancaman nyata. Menyadarkan Earth, itulah yang harus kita lakukan. Walaupun pasti ada yang harus mengalah, atau harus mati malam ini..." Lilian mengungkapkan sebuah kemungkinan terburuk.
"Ambillah pedang-pedang kita! Kita mungkin bukan ksatria jaman dahulu kala yang biasa berperang dengan senjata tajam semacam ini, namun demi hidup kita dan Emily, kita harus berusaha melakukan yang terbaik!"
Tak lama, malam berubah larut dan pekat, walau bulan purnama bersinar terang di langit yang cerah. Kedua pemuda kembar itu sama-sama mengenakan pakaian hitam-hitam dan semacam helm besi dengan jubah yang menutupi rambut dan tubuh bagian atas mereka. Jadi antara dua pemuda itu, tak kentara yang mana Ocean dan mana Sky. Mereka membawa satu lagi juga, agar Earth mau mengenakannya, sehingga 'lomba' itu akan terjadi secara 'buta' alias tak tahu Vagano yang mana menyerang siapa.
"Aku tahu sedikit tentang fencing alias anggar, namun pedang sungguhan jauh lebih berbahaya. Tak seperti di film-film!" Sky dan Ocean beserta Lilian dan beberapa penjaga memulai perjalanan tengah malam mereka membelah jalan darat perkebunan menuju jurang pantai berkarang.
"Ini pertarungan sungguhan, dan tanpa perisai. Ingat, kita berdua harus selamat, Emily juga. Kita tak bisa mengeroyok Earth. Kita harus bertarung dengan adil." Ocean berusaha tenang. Pedang-pedang milik mereka tersandang di bahu, aman berada dalam sarungnya. Belum pernah dipakai, sebab selama ini, senjata tajam semacam ini hanyalah memento akan perang masa lalu dan simbol kebangsawanan yang luhur.
Mereka berhenti. Di ujung sana, menghadap ke pemandangan yang biasa diabadikan dalam lukisan yang indah; bulan purnama di atas lautan lepas, berdiri tegak seorang pria muda tinggi kurus dengan sesuatu yang panjang dan tipis, berkilauan dalam genggaman.