Setelah berjam-jam hingga menjelang senjakala tiba, barulah api di pelataran belakang maha luas Puri Vagano berhasil dipadamkan dengan bantuan puluhan pegawai perkebunan. Hanya sedikit terbakar pada tembok, menyisakan jejak kehitaman dan jelaga dari sisa-sisa pagar hidup dan pepohonan yang dahulu rindang dan subur.
Ocean belum bisa mendesah lega. Sesuatu yang 'muncul' di lantai setelah kepulan asap mulai menipis segera menarik perhatiannya. Pada ambang pintu kayu besar ganda yang belum terjilat api, muncul sebuah obyek menarik yang ditinggalkan 'sang pemantik api'.
"Earth! aku yakin ini semua gara-gara dia!" Ocean berlari mengambil botol berisi gulungan surat itu.
Dibukanya dan dibacanya dalam remang senja yang perlahan turun mencekam,
"Kedua saudara kembarku yang mulia, aku hanya seorang adik yang berterimakasih karena selama bertahun-tahun dilupakan dan disiksa tanpa tahu kesalahanku sendiri. Sementara kalian hidup dalam kenyamanan dan jaminan masa depan yang pasti. Namun Ayah mewariskanku sesuatu. Ia mengiraku akan mati sebelum besok, karena penderitaanku selama ini sudah cukup berat. Namun amanatnya akan kulaksanakan, aku putra yang berbakti walau beliau mengutukku hingga mendendam kalian seperti ini.
Surat ini ditulis oleh gadis manis kesayangan kalian. Ya, kalian tahu siapa.
Emily akan hadir sebagai tamu istimewa dalam pesta ulang tahun kita di jurang pantai pulau, kalian tahu tempatnya. Tepat tengah malam ini, hadirlah, jika tidak, Emily hanya akan menjadi kenangan pahit kita bertiga.
Sebab disana akan kubuktikan kalau kita berhak atas dia, kita adakan kompetisi pedang. Kalian boleh bawa pedang terbaik kalian, kita saling melawan hingga hanya satu kembar Vagano yang berhak atas Emily!
Tentunya akan jadi acara yang menarik. Datanglah, kakak-kakakku yang terhormat! Kalian aku tunggu. Jangan biarkan Emily mati sia-sia.
P.S : Bila kalian berani-berani atau coba menangkapku sebelum waktunya, Emily dalam tanganku akan menanggung semuanya. Toh, ia sudah pasti akan jadi milikku.
Salam, Earth."
"SIALAN!" Ocean merasa ingin sekali meremas dan merobek-robek surat itu, yang diyakininya bukan ancaman belaka. Emily dalam bahaya besar!
Ocean masih menggigil, sementara Sky tiba-tiba muncul melapor, "Kak, kudaku... dibunuh seseorang dengan pedang!"
Lilian menyahut cemas, "Sky, kau darimana saja? Hannah dan Zeus yang tetiba muncul saling membunuh di paviliun. Lalu  beberapa penjaga tewas, lalu kebakaran ini..."
Sky ikut menggeram, "Kak! Ini semua gara-gara kau! Kau yang jatuh cinta duluan, hingga Earth muncul dan juga ingin bersama Emily!" teriaknya sambil mencengkeram kerah kemeja panjang Ocean.
"Kau juga ingin menjadi pacarnya, iya 'kan?" Ocean mendorong dada adiknya, ikut-ikutan panas hati, "HAH !!! Â Jadi Sky, selama ini kau hanya berpura-pura baik dan mengalah dengan berakting menjadi cowok sopan yang turut mendukung hubungan kakaknya!"
Kedua kakak beradik itu spontan bergumul di tanah yang menghitam bekas kebakaran, membuat Lilian panik, "STOP, kalian harus bekerjasama menghentikan maksud Earth menghabisi kalian semua, bukannya berkelahi seperti anak-anak kecil!"
Kedua pemuda kembar tampan itu baru berhenti setelah Lilian melerai, "Sekarang lebih baik kita makamkan dulu jenazah Zeus dan mantan sahabatku. Penderitaan mereka telah usai. Kini saatnya kita menyerahkan mereka ke dalam bumi dan juga... mendamaikan 'bumi' adik kalian yang terhilang itu."
Kedua kembar Vagano masih belum ingin berbaikan saat mereka bersama Lillian memasuki ruang persemayaman jenazah.
Dengan heran, Lilian, Ocean dan Sky menemukan salah satu tutup peti jenazah yang terbuka.
"Astaga. Di sini mestinya terbaring tubuh Zeus, ayah kita!" Ocean baru sadar, "Jangan-jangan.. ia belum mati. Ia melarikan diri!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H