Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Episode 100: Cursed: Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

11 Agustus 2023   15:55 Diperbarui: 11 Agustus 2023   16:03 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di mana sebenarnya kini Emily berada malam ini? Ia sendiri tak tahu pasti mengapa kini ia memilih 'jalan ini.'

Ketimbang tetap berada di puri bersama Ocean atau Sky, hidup nyaman dalam kemewahan dan perlindungan, baru kali inilah ia beranikan dirinya untuk melarikan diri bersama Earth.

Mereka bersama Pedang Terkutuk pergi entah kemana setelah terburu-buru meninggalkan puri. Bukan ke Lorong Bawah Tanah. Earth tak ingin berada di sana lagi untuk seumur hidupnya setelah berhasil keluar, terlebih lagi setelah ia menemukan Emily. Gadis yang membukakan mata hati sekaligus mengobarkan hasrat terpendamnya.

Dan mereka kini seakan 'dipersatukan' oleh nasib dan takdir. Sama-sama terbuang dan terdampar. Sama-sama 'sendirian' dan terasing pada awalnya.

Earth walaupun masih begitu liar dan tentu saja tak sedewasa Ocean, entah mengapa, di satu sisi begitu memesona Emily. Bukan hanya tubuhnya yang seakan mengingatkan pada kekerasan dan penderitaan masa lalu yang belum terlalu lama. Namun juga hatinya yang murni dan tanpa keinginan macam-macam terhadap apapun milik Vagano. Kecuali itu. Dangerous Attraction.

Ia hanya ingin bebas. Dan ia hanya ingin dicintai.

"Aku suka berada di sini," Earth ternyata membawa Emily ke tepi jurang terjal yang menghadap ke lautan lepas di pantai berbatu karang tajam, "walau tempat ini takkan pernah disukai siapapun, konon berbahaya, namun aku suka bahaya."

Earth duduk di tepi setelah menancapkan pedangnya di tanah dekat tempat itu. Kedua kakinya dibiarkannya turun tepat di bibir jurang.

Emily sempat gamang. Ia tak berani dekat-dekat, takut salah langkah, terpeleset dan jatuh. Namun Earth tak memaksa gadis itu ikut-ikutan duduk dengannya.

"Kau boleh duduk di mana saja kau mau, aku tak keberatan, asal kau jangan pergi jauh-jauh dariku. Kau malam ini harus ada di sisiku. Jangan kuatir, kau tak perlu melakukan apa-apa denganku."

Emily jadi teringat saat bersama-sama Ocean tertidur berpelukan semalaman tanpa melakukan apa-apa. Pemuda itu sama baiknya, sama manisnya. Tak ada yang salah pada dirinya, bahkan setelah apa yang ia coba perbuat pada malam itu, Emily tak menaruh kekesalan apapun. Ia maklum, sebab Ocean memang menyukainya dan menunggu jawaban cinta darinya. Ia kadang memang masih merindukan Ocean. Pemuda itu yang menyelamatkannya di tepi pantai. Ia masih hidup hingga saat ini juga karena Ocean.

Tapi demikian pula Earth. Beberapa kali Earth menemukannya, menyelamatkannya dan tak menyakitinya sama sekali. Walau Earth sudah pernah melihat 'keseluruhannya'. Tak semua pria bisa menahan diri seperti itu terhadap satu-satunya gadis muda di pulau sepi.

Bak domba betina yang diperebutkan para serigala lapar.

"Aku tahu kau masih meragukanku. Aku tak akan pernah bisa memaksa dirimu. Aku tahu, suatu hari nanti kita akan berpisah untuk selama-lamanya. Mungkin takkan lama lagi. Sebab dunia takkan pernah senang bila kita kelak bersama-sama. Karena mereka ingin kau memiliki kehidupan yang normal bersama orang yang tepat," baru kali ini Earth berhasil menuturkan kalimat sepanjang dan sedewasa itu.

"Tapi aku hanya ingin memastikan kepada siapa aku benar-benar cinta. Dengan kalian semua aku berteman. Dan aku ingin sekali mengatakan bahwa kutukan yang Hannah sebut tidaklah benar. Pedang ini bukan untuk membunuh siapa-siapa, dan ayahmu tak seharusnya mengutuk dan membencimu seperti ini," ujar Emily.

"Kau sungguh berhati mulia, namun bagaimanapun, hari itu akan segera tiba. Ulang tahun kami ke 23. Dan di hari itu harus ada yang hidup atau mati di antara kami bertiga. Aku atau Ocean dan Sky. Kami takkan bisa bersama-sama. Dan hanya satu orang yang bisa memenangkan hatimu, Emily. Aku mungkin hanya pecundang, tapi aku berhak atas pedang ini dan juga dirimu. Dengan benda ini, apapun bisa kumiliki, termasuk hatimu."

Tiba-tiba saja pemuda itu sudah berdiri dan bergeser duduk di sisi Emily. Dirangkulnya erat-erat gadis itu, terlalu kuat hingga nyaris menyakitkan.

"Earth, lepaskanlah aku!" Emily memohon, sebab ia selalu gemetar dalam pelukan pemuda yang semakin tampan bersama waktu itu, seakan mencoba melawan magnet bumi yang menariknya hingga turun ke titik terendah.

"Tidak akan, sebab kau masih memiliki hutang janji padaku. Kita akan tetap bersama walau seisi pulau mencari kita, dan sebelum 'hari itu' tiba, kau harus menjadi milikku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun