Emily jadi teringat saat bersama-sama Ocean tertidur berpelukan semalaman tanpa melakukan apa-apa. Pemuda itu sama baiknya, sama manisnya. Tak ada yang salah pada dirinya, bahkan setelah apa yang ia coba perbuat pada malam itu, Emily tak menaruh kekesalan apapun. Ia maklum, sebab Ocean memang menyukainya dan menunggu jawaban cinta darinya. Ia kadang memang masih merindukan Ocean. Pemuda itu yang menyelamatkannya di tepi pantai. Ia masih hidup hingga saat ini juga karena Ocean.
Tapi demikian pula Earth. Beberapa kali Earth menemukannya, menyelamatkannya dan tak menyakitinya sama sekali. Walau Earth sudah pernah melihat 'keseluruhannya'. Tak semua pria bisa menahan diri seperti itu terhadap satu-satunya gadis muda di pulau sepi.
Bak domba betina yang diperebutkan para serigala lapar.
"Aku tahu kau masih meragukanku. Aku tak akan pernah bisa memaksa dirimu. Aku tahu, suatu hari nanti kita akan berpisah untuk selama-lamanya. Mungkin takkan lama lagi. Sebab dunia takkan pernah senang bila kita kelak bersama-sama. Karena mereka ingin kau memiliki kehidupan yang normal bersama orang yang tepat," baru kali ini Earth berhasil menuturkan kalimat sepanjang dan sedewasa itu.
"Tapi aku hanya ingin memastikan kepada siapa aku benar-benar cinta. Dengan kalian semua aku berteman. Dan aku ingin sekali mengatakan bahwa kutukan yang Hannah sebut tidaklah benar. Pedang ini bukan untuk membunuh siapa-siapa, dan ayahmu tak seharusnya mengutuk dan membencimu seperti ini," ujar Emily.
"Kau sungguh berhati mulia, namun bagaimanapun, hari itu akan segera tiba. Ulang tahun kami ke 23. Dan di hari itu harus ada yang hidup atau mati di antara kami bertiga. Aku atau Ocean dan Sky. Kami takkan bisa bersama-sama. Dan hanya satu orang yang bisa memenangkan hatimu, Emily. Aku mungkin hanya pecundang, tapi aku berhak atas pedang ini dan juga dirimu. Dengan benda ini, apapun bisa kumiliki, termasuk hatimu."
Tiba-tiba saja pemuda itu sudah berdiri dan bergeser duduk di sisi Emily. Dirangkulnya erat-erat gadis itu, terlalu kuat hingga nyaris menyakitkan.
"Earth, lepaskanlah aku!" Emily memohon, sebab ia selalu gemetar dalam pelukan pemuda yang semakin tampan bersama waktu itu, seakan mencoba melawan magnet bumi yang menariknya hingga turun ke titik terendah.
"Tidak akan, sebab kau masih memiliki hutang janji padaku. Kita akan tetap bersama walau seisi pulau mencari kita, dan sebelum 'hari itu' tiba, kau harus menjadi milikku."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H