"Jangan, jangan bunuh Ocean dan Sky. Mereka saudara-saudaramu. Pedang ini sesungguhnya ditempa untuk melindungi kalian semua. Tiga yang ayahmu maksud tentu saja bukan dirimu. Hannah membelokkan arti puisi itu," Emily masih berusaha mencegah, "kau ingat janjimu, bila aku membawamu kemari untuk pedang ini, kau takkan mengapa-apakan siapapun."
"Tentu saja! Aku masih ingat, dan aku adalah orang yang memegang janji," mata biru Earth masih berkilau, binarnya yang indah seperti api yang menghanguskan, "Asalkan kau benar-benar mau menjadi milikku. Menjadi kekasihku, dan kelak menjadi pasanganku!"
Emily terhenyak, "Aku, aku.."
Tiba-tiba ujung pedang yang dipegang Earth tertuju tepat ke sebelah bahu kirinya! Pemuda itu seperti dulu pernah ia lakukan, 'bermain-main' dalam bahaya, mengacungkan pedang yang luarbiasa tajam itu hanya beberapa sentimeter dari wajahnya.
"Jangan pernah mengelak lagi bila waktunya telah tiba nanti! Karena kau adalah milikku. Bila kau berani menghindar, Ocean dan Sky akan berakhir tragis hanya dalam hitungan hari! Bila kau serahkan dirimu, mungkin sekali aku akan menundanya.."
Emily bergidik, lemah, nyaris membeku di tempat, bahkan kedua kakinya tak mampu bergerak untuk berkelit lagi. Earth menyingkirkan pedang itu, namun sementara masih menggenggamnya, sebelah tangannya yang bebas meraih dagu Emily dan mendekatkan bibir gadis itu ke bibirnya.
"Kau tak boleh jatuh cinta pada pria lain. Kau hanya boleh jatuh cinta padaku. Karena kau berada di tempat ini bukan kebetulan belaka."
"Earth, kita berteman..." Emily masih berusaha mengulur waktu sebelum bibir mereka betul-betul bertemu, "teman tak boleh melakukan hal ini.."
"Tetapi dua teman bisa saling jatuh cinta. Dan di sini, izinkan kuakui, aku mencintaimu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H