Emily masih menunggu dengan resah, ia sudah selesai mandi dan sarapan pagi dengan makanan dan minuman yang disediakan di atas meja kopi, namun belum ada tanda-tanda kemunculan seseorang akan membukakannya pintu.
Tetiba ia merasakan firasat buruk yang amat mencekam. Betapa inginnya ia keluar dari sini. Haruskah ia membuka jendela dan kabur seperti yang dahulu pernah dilakukannya?
Namun ia merasa, bila ia nekat melakukan hal itu, bukan tak mungkin kali ini Ocean akan berbuat hal-hal seperti semalam lagi pada dirinya. Ia tahu, sebenarnya Ocean tak ingin melakukan hal sehina itu tanpa ia membalas perasaan pemuda itu terhadapnya terlebih dahulu.
Ia baru saja hendak membuka bath robe dan mencari pakaian lama mendiang ibu kembar-kembar Vagano yang ada di lemari. Tak jadi, karena mendengar ketukan di jendela balkon yang masih terkunci.
"Earth!" Emily begitu terkejut saat melihat tamu tak diundang yang hadir di balkon.
Pemuda itu nekat kembali kemari? Berarti Ocean dan Sky serta orang-orang mereka sedang tak ada di dalam atau sekitar puri.
"Bukakan aku jendela ini," pinta Earth, mengetuk kaca.
Emily tadinya enggan, namun dorongan dalam dirinya, entah rasa rindu atau apa, segera menggerakkan dirinya untuk membuka jendela itu.
Earth masuk ke dalam kamar. Ia jauh lebih segar, kuat dan tenang, tak lagi ada kesan menyedihkan, terluka dan kumuh seperti ketika pertama kali Emily melihatnya. Semakin lama dirinya semakin terlihat tampan, sama seperti kedua kakaknya. Baju-baju Ocean yang ia bawa beberapa set dari lemari sang kakak semakin menguatkan kemiripannya.
"Hai, aku datang lagi, Emily." pemuda kembar ketiga itu duduk di ranjang, menatap Emily dengan mata birunya yang tajam dan sudah tak berlingkaran hitam lagi di bawahnya.