(Point-of-view Emily:)
'Pagi ini aku terbangun. Tak ada siapapun atau apapun terjadi. Tak ada sapa atau ketuk pintu dari Ocean seperti biasanya saat aku terlambat bangun.
Aku tahu, ia pasti masih marah terhadapku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Memang aku belum bisa memutuskan kemana aku pergi, apakah aku suka dan mencintai dirinya atau malah adiknya.
Sebesar apapun cinta Ocean, tiada berarti bila aku belum tahu apakah aku merasakan hal yang sama. Demikian pula Earth.
Kurasa Ocean mempesonaku, tapi Earth lebih menawanku.
Aku bangkit dari ranjang dan pergi ke pintu. Terkunci. Kurasa memang Ocean tak ingin aku keluar dari sini.
Aku mendadak merasa seperti burung dalam sangkar emas.
Di meja kopi dekat balkon, kulihat beberapa persediaan makanan dan minuman untukku. Kurasa hanya itu yang kupunya untuk saat ini hingga ada yang membukakanku pintu.
Kuharap, semua baik-baik saja, walau firasat buruk dan ketegangan masih menghantuiku bahkan hingga rembang tengah hari...'
Sementara itu, Ocean dan Sky bersama Lilian mengelilingi hutan dan akhirnya menemukan jendela darurat Lorong Bawah Tanah dimana Ocean dulu berhasil keluar setelah tersesat hampir seharian. Lilian mereka telah bekali semuanya termasuk senter cadangan, masker, air dan kamera video. Tentunya juga tali pemandu.