"Apa maumu, Vagano?" Hannah yang sedang terbaring di atas ranjang tua di dalam paviliun itu tahu siapa penerobos masuk misterius malam itu. Namun karena suasana gelap, ia tak tahu yang mana. Dan pemuda itu memakai jas bertudung.
"Kau pasti Earth..." dengan geli ia tertawa-tawa, suaranya kering, mengerikan seperti wajah tuanya yang setengah terbakar dan hancur lebur. "Tak perlu menyelamatkanku sekarang dan membunuh penjaga-penjaga di luar. Cih, aku tak butuh kau selamatkan."
"Aku tak membunuh mereka, hanya 'melumpuhkan' mereka sedikit. Dan aku bukan Earth. Aku hanya ingin mempertemukanmu dengan seseorang yang sangat kau rindukan selama ini... Aku sudah pernah bertemu dengannya dan kau akan segera tahu."
Kembar Vagano misteris itu maju, di tangannya selembar saputangan yang sudah diberi cairan kloroform segera ditutupkannya ke wajah Hannah. Membekap erat wanita tua itu hingga kehilangan kesadaran.
"Dan sementara kakakku sedang bermain piano bersama gadis yang ia sukai, kuseret saja dirimu ke sana, aku masih ingat jalannya. Ada blokiran, tapi tak masalah. Aku bisa membongkarnya."
Entah berapa lama kemudian, Hannah terjaga sendirian di Lorong Bawah Tanah.
Berusaha mengingat-ingat siapa yang membiusnya lalu menyeret tubuhnya kemari.. bukan Ocean, bukan Earth..
Sky?
Pemuda itu ternyata tak sealim yang Hannah duga. Mengapa ia bisa begitu marah, padahal ia tak terlibat apa-apa bahkan tak mencintai Emily?
Tapi Sky memang diam-diam memendam banyak hal. Sebagai anak tengah yang jarang macam-macam dan selalu dianggap alim dan riang gembira, siapa sangka ia akan membuat keputusan seekstrim ini!
'Ohhh, aku tahu !!! Kau ingin aku membuktikan sendiri bila ayahmu Zeus masih hidup ya? Kau ingin mempertemukanku kembali dengan orang yang dulu paling kucintai namun sekarang makin kubenci?'
Demikian batin Hannah. Tubuhnya yang terendam air kotor yang tergenang di lantai Lorong Bawah Tanah kedinginan, namun hatinya malah bersorak-sorak gembira.
'Aku mengenal Lorong Bawah Tanah ini dengan baik, hanya saja karena sekarang jauh lebih gelap dan juga satu mataku telah buta karena terbakar, aku mengalami sedikit kesulitan mengetahui dimana aku berada.
Tak masalah! Aku akan coba berjalan pelan-pelan saja, sambil menunggu kemunculan Zeus. Itu bila ia benar-benar ada dan memang siap untuk bertemu denganku. Aku sungguh rindu sekali. Tapi rindu bukan karena cinta.
Rindu karena aku ingin Zeus melihat hasil dari apa yang ia lakukan selama ini. Perbuatannya meninggalkanku. Meninggalkan cinta yang kami alami bersama-sama. Dan tentu saja... membuatku meninggalkan anak kami berdua jauh di sana !!!
Ya, aku dan Zeus memiliki anak! Dan kurasa ia masih hidup di sana, walau aku tak tahu nasibnya.
Anak kami seorang perempuan. Ia juga seorang  Vagano, walau di luar nikah.
Walau aku nanti mati, suatu saat nanti anakku akan menjadi satu-satunya Vagano.
A ha ha ha ha! Ocean, Sky, Earth, kalian kira selama 23 tahun ini kalian hanya bertiga saja! Tapi sesungguhnya kalian punya seorang kakak perempuan tiri! Dan pada saatnya nanti aku yakin, ia akan tahu semuanya. Dan akan segera datang kemari untuk mewarisi semua kekayaan Vagano.
Kutukan Zeus akan segera menjadi kenyataan! Dan aku yang terkurung di sini saat ini, sebenarnya justru senang. Karena sebelum semua berakhir, masih ada kesempatan kita bernostalgia. Atau, bernostalgila! A ha ha ha ha ha ha!'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H