(Point-of-view Hannah Miles, beberapa saat sebelumnya:)
'Di sini, di paviliun yang terjaga ketat ini, aku terbaring di atas ranjang tua dan juga masih terpacak, karena belum pulih dari segala luka bakar mengerikan ini. Aku tahu, perjuangan dan misiku hampir berakhir. Â Walau beberapa di antaranya sukses besar, namun dengan pahit harus kutemui kenyataan bahwa aku harus kehilangan kecantikan wajahku dan beberapa gigiku. Kini aku adalah nenek sihir tua menyeramkan yang sanggup membuat siapapun lari pontang-panting. Lebih mengerikan dari mimpi buruk, bahkan mungkin kematian!
A ha ha ha ha ha! Tak masalah. Bahkan bila Earth si Makhluk Terkutuk yang bodoh itu, yang telah kulepaskan setelah hampir 23 tahun lamanya kupelihara dengan penuh rasa jijik, sekarang turut membenciku! Karena aku memang tak membesarkannya dengan kasih sayang. Cih, untuk apa kubesarkan dia, anak dua orang yang paling kubenci di dunia, Florence dan Zeus!
Ia memang telah menjadi anakku, anak didik yang paling baik, yang mungkin menaruh dendam kepada gurunya, namun juga sudah takkan pernah bisa berubah menjadi anak baik lagi!
Waktunya semakin dekat, dan omen akan segera tergenapi. Dengan atau tanpa aku!
Aku bahkan tak perduli dengan rumor yang beredar dari kasak-kusuk para penjagaku di muka pintu. Mereka bilang Zeus masih hidup dan telah lepas, bahkan memasuki puri! Hah, masa bodoh! Aku tak keberatan bila memang dia tidak mati membusuk di Lorong Bawah Tanah, di mana ia telah kubuang seperti seonggok sampah!
Satu-satunya masalah dan pengganggu, tidak, dua, adalah keberadaan Lilian dan Emily. Lilian yang sudah kucoba singkirkan karena dialah satu-satunya saksi hidup di masa Zeus dan Florence yang masih tersisa. Keberadaannya dapat merusak semua rencanaku.
Aku yang begitu ingin keturunan Zeus habis.
Lilian, mantan sahabatku, urusan kita belum selesai!
Sementara Emily, mengapa aku begitu terganggu pada kehadirannya? Karena ia begitu ingin tahu akan segalanya. Semua hampir terbongkar karena keingintahuannya, dan juga karena aku yakin sekali, satu atau lebih kembar-kembar terkutuk itu telah menyukainya. Mereka yang belum pernah memiliki kekasih, setidaknya di pulau ini, tentunya merasa bagai serigala-serigala lapar memperebutkan anak domba segar yang terjebak. Gadis kota yang malang. Serigala-serigala itu siap memiliki, berebutan, lalu mencabik-cabiknya!
Memang bisa saja aku langsung membunuh anak domba itu seperti penjaga malam yang dulu kuhabisi. Emily cuma gadis lemah yang tak berdaya. Beberapa kali ia nyaris mati, jadi bagiku memetik nyawanya bukan masalah besar sama sekali. Apalagi bila ia sedang berkeliaran sendiri seperti kebiasaannya. Namun entah mengapa, kurasa hal itu terlalu enak baginya. Ia tak boleh mati dengan begitu mudah.
Setelah semua urusanku dengan Kembar Vagano selesai, barulah akan kuhabisi gadis itu sedikit demi sedikit. Pertama-tama tentu pemuda mana yang paling dia suka atau cintai. Lalu dirinya sendiri boleh ikut menyusul. Dengan cara apa? Tentu saja sesuka hatiku. Menyiksa Earth habis-habisan dan bahkan mencabut nyawa dengan pisau dapur saja sudah pernah kulakukan, tangan tremorku sudah berlumur darah. Tak ada dosa yang perlu kutakuti, takkan ada penyesalan!
Aku masih larut dalam rencana indah yang kususun saat di luar pintu kamarku terjadi keributan. Seperti ada suara pertengkaran. Aku yang tak berdaya, hanya bisa mendengarkan beberapa pukulan dan erangan.
Lalu pintu kamarku didobrak, terbuka dengan keras.
Salah satu Kembar Vagano masuk. Dalam kegelapan malam, aku tak bisa melihat siapa dia.
"Hannah, kau harus ikut denganku!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H