(Point-of-view Earth Vagano beberapa saat sebelumnya:)
'Malam itu aku tak pulang ke manapun, karena kini aku tak punya tempat untuk berteduh. Dan aku sungguh tak tahu lagi siapa yang bisa kupercaya. Untuk kembali ke paviliun yang ditempati Lilian juga tentunya masih sangat riskan karena aku yakin sekali, banyak penjaga di sana yang sedang mencari Ocean yang entah sudah ditemukan atau sudah kembali ke puri.
Aku tak boleh gegabah, walau aku sangat ingin kembali menemui Emily.
Namun suasana area puri begitu sepi menjelang tengah malam. Walaupun dikelilingi banyak penjaga, puri yang dikelilingi banyak pepohonan tua tinggi rimbun dan pagar hidup ini tidaklah begitu sukar untuk ditembus. Keahlianku dari dulu adalah bersembunyi di balik bayang-bayang dan menyatu sempurna dengan setiap semak, lekuk pohon berkulit kasar dan tembok bebatuan kusam.
Aku bertekad akan mengambil kembali Pedang Terkutuk itu dan menyimpannya baik-baik, sebab waktunya beraksi akan segera tiba.
Sekarang bukan cuma masalah 'dendam' atau apapun yang Si Tua Hannah tanamkan kepadaku sejak dahulu kala. Bukan cuma masalah ketidakadilan yang kualami karena dianggap anak pembunuh ibu kandungnya sendiri. Namun karena Emily yang masih belum bisa sepenuhnya kumiliki karena kakak sulungku masih ada dalam hati dan pikirannya.
Dalam pengembaraanku mencari celah masuk ke dalam puri, tetiba aku mendengar suara piano yang aku tahu berasal dari mana.
Itu sudah pasti Ocean.
Namun hari ini ia tak memainkan lagu klasik yang merdu. Ia memainkan nada asal-asalan saja, seolah-olah sesuatu sedang mengganggu pikirannya. Dan tiba-tiba saja sepertinya sesuatu terjatuh dengan keras ke atas alat musik yang sedang ia mainkan itu.
BRANG!