Earth berdiri. Melangkah maju sedikit, hingga kakinya menyentuh bibir jurang. Di bawahnya bukan hamparan pasir putih, melainkan lautan biru bergelora dimana ombak menghempas batu-batu karang tajam.
"Bila aku mati malam ini, semua kutukan akan berakhir dan Emily dan kedua saudara kembarku akan hidup bahagia selamanya. Takkan ada korban lagi! Dan aku bisa bertemu kembali dengan ibuku untuk meminta maaf karena bertukar nyawa denganku!"
Namun memikirkan hal itu, ia malah jadi memikirkan pula hal lain. Untuk apa berjuang untuk bertahan hidup selama hampir 23 tahun? Untuk apa ia bersusah payah mencakar jalan untuk naik ke dunia atas? Dan untuk apa ia mati-matian mengejar Emily, wanita muda pertama dan satu-satunya yang telah membuatnya begitu berubah dari Makhluk Terkutuk menjadi seorang pecinta yang boleh dikatakan 'ulung'?
Dan sekali lagi saat melihat tatapannya di cermin dalam puri, menatap seluruh tubuhnya. Tubuh dan wajah tampan yang walau disekap dan disiksa, tetap tumbuh sehat dan normal walau penuh bekas luka yang akan memudar seiring berjalannya sang waktu.
"Aku tak boleh mati. Memang akan ada seseorang yang harus mati. Tapi yang jelas bukan aku. Dan bukan hari ini."
Earth memundurkan langkahnya. Ia bertekad untuk terus hidup.
"Aku akan buktikan bila aku seorang Vagano. Dengan atau tanpa bantuan siapapun, akan kumiliki Emily; hati, jiwa dan tubuhnya. Aku takkan diam saja melihat kebahagiaan terakhirku direnggut oleh Ocean. Seberapapun ia merasa berhak."
***
Pagi itu di puri, kedua bersaudara Ocean dan Sky segera pergi ke museum tanpa mengajak Emily. Mereka memastikan Pedang Terkutuk telah kembali dan tetap ada di tempatnya.
"Harus segera diberi pelindung lagi dan bila perlu dimasukkan ke dalam lemari besi." ungkap Ocean. "Tapi bila kita melakukan hal itu, sebenarnya bukan hal yang layak juga karena bagaimanapun pedang ini dikategorikan sebagai 'warisan keluarga.' Harus tetap terlihat dan ada di tempat ini."