Dalam hati Earth tiba-tiba bergejolak sebuah rasa yang sudah ia pendam selama berpuluh-puluh tahun. Rasa yang sudah ditanamkan ke dalam hati dan pikirannya sedari batita atau balita, entah kapan. Yang jelas, selama masa kecilnya hingga remaja dan dewasa, ia hanya diberitahu Hannah bahwa Ocean dan Sky itu 'orang jahat', Ocean dan Sky itu 'penyebab dirinya berada di bawah sini', Ocean dan Sky itu 'istimewa' sedangkan dia bukan siapa-siapa.
Dan siapa lagi kalau bukan Si Tua, alias Hannah Miles, orang yang belakangan juga mulai dibenci olehnya karena kerap menyiksanya akibat membangkang dan tak mau menuruti semua perintahnya untuk 'tak menampakkan diri dahulu'. Tapi belakangan karena yakin ajal Earth semakin dekat, malah memberinya 'kebebasan' dengan harapan Earth akan menjadi 'kuat' sebelum hari pembebasan sejatinya tiba.
Dan terlebih lagi sejak ketertarikannya kepada Emily. Earth tahu betul, Ocean adalah sosok saudara kandungnya yang tertua dan juga paling dekat dengan Emily. Setelah beberapa momen intimasi dengan gadis itu baik sengaja maupun tidak, Earth bertambah yakin bila ia harus mendapatkannya.
Dan Ocean tak boleh sama sekali merebut gadis ini lagi dariku!
Dangerous Attraction dalam genggaman Earth seolah bersinar, berkilau tertimpa matahari pagi. Pemuda itu bersiaga. Emily menahan napas. Ia sudah begitu ingin berbisik, Earth, jangan, kumohon...
"Kemari, Sky!" tampaknya Ocean menemukan sesuatu tak jauh dari semak-semak tempat Earth dan Emily berada. "Ini sepertinya milik kita yang seharusnya berada di dapur."
Sky mendekat. "Wah, kok bisa berada di sini. Mungkinkan benda ini yang dipergunakan untuk menusuk? Dan juga dimana Dangerous Attraction sekarang?"
"Kita amankan dulu pisau ini. Pedang itu pasti masih ada di pulau, tapi yang penting kita menemukan satu petunjuk."
"Barangkali dicuri makhluk yang kutembak semalam di Lorong Bawah Tanah!"
"Bisa jadi. Tapi mungkin juga tidak. Kita bisa menanyakan ini kepada Hannah dan Lilian. Serta jangan lupakan, misteri dimana jenazah atau bahkan ayah kita sekarang berada."
Sebegitu dekat dengan kedua Vagano, Earth sudah begitu ingin keluar dan langsung menghabisi mereka. Emily bisa melihat mata biru pemuda kurus itu bernyala-nyala. Ia sudah begitu ingin bersuara, membisikkan kata-kata pencegahan. Dirabanya otot lengan kanan atas Earth yang kurus tapi kekar dan menegang saking kerasnya genggaman pada pedangnya.
Pemuda itu sudah tak tahan lagi dan hendak bergerak maju menikam kedua saudara kandungnya...
Saat Emily tetiba mendapatkan ide baik. Diambilnya tangan kiri pemuda itu dan diletakkannya di atas bukit dada kirinya, dekat dengan jantungnya. Telapak tangan Earth merasakan sesuatu lembut dan juga menonjol di balik baju gadis itu.
"Emily?" bisik pemuda itu, tak menduga gadis itu melakukan hal yang sedari dulu diimpikannya.
"Kumohon dengan sangat, jangan.." bisik Emily, menarik keseluruhan tubuh Earth ke dalam tubuhnya sendiri. Dan perlahan-lahan tapi pasti, mereka berdua terjatuh lebih dalam ke semak-semak.
Dibiarkannya pemuda itu menelusuri dirinya sementara pedang terkutuk perlahan lepas juga dari tangan kanan sang kembar ketiga.
Sementara pada akhirnya Ocean dan Sky segera pergi dari tempat itu karena tak berhasil menemukan apa-apa.
Dan lama setelah keduanya berlalu, barulah Emily dan Earth berani keluar lagi. Baju yang mereka kenakan berantakan, dan Earth kelihatannya sangat gembira walaupun kecewa tak jadi membunuh target berpuluh tahunnya.
Emily sendiri bingung. Apa yang baru kulakukan dan kami perbuat? Ya, memang belum sampai kebobolan. Emily dengan cerdik berbisik 'tak boleh sampai di sana dahulu'. Dan Earth tampaknya sudah cukup senang dengan permainan kecil mereka. Emily begitu malu dan ingin menangis karena seumur hidup tak pernah seagresif ini pada pemuda manapun, bahkan kepada Ocean. Namun mengapa ia menyerah dalam sentuhan-sentuhan si naif Earth? Mengapa justru keliaran pemuda tampan yang 'selalu menderita' itu malah membangkitkan gairah dalam dirinya.
'Ya Tuhan. Maafkan aku, Ocean. Aku bahkan belum menjawab pernyataan cintamu, sudah nyaris kuberikan keseluruhanku kepada kembaranmu. Dia yang disebut si Terkutuk.'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H