Sementara Ocean dan Sky masih dalam perjalanan mencari Emily yang hilang, gadis itu masih berada bersama Earth di pantai dekat lokasi mercu suar Lilian yang semalam-malaman terbakar dan hingga kini masih menyisakan jejak asap mengepul lamat-lamat.
Baik Emily maupun Earth belum tahu siapa pelakunya dan apa yang telah terjadi di sana. Setelah Emily merasa pulih, ia berdiri dan mendekat ke tempat itu, berusaha mencari petunjuk. Tak ada tanda-tanda korban makhluk hidup kecuali rerumputan dan tanaman obat Lilian yang ikut hangus terbakar.
Namun sesuatu yang berkilau di abu potongan rumput liar yang juga terbakar di dekat pintu masuk menarik perhatian Emily. Diambilnya dan diamatinya.
"Sebuah pisau?"
"Milik Si Tua."
Suara Earth yang mirip dengan suara Ocean itu mengejutkan Emily. Pemuda itu tetiba saja berada di belakangnya, membawakannya beberapa buah apel yang ia petik dari area perkebunan dan juga dua buah kelapa yang telah ia lubangi.
"Ini untuk sarapan pagi dan minuman yang kutemukan dari dalam buah dari pohon tinggi yang kupanjat."
Emily merasa sedikit kagum. Earth tentunya belum lama berada di dunia atas namun mulai mengerti pepohonan dan buah-buahan apa yang bisa dimakan dan diminum.
"Terima kasih."
Mereka duduk di bawah beberapa batang pohon kelapa untuk makan bersama. Emily makan, namun sebelah tangannya masih memegang pisau yang ia temukan, merasa khawatir setelah tahu itu milik Hannah. Tapi Earth belum memberikan keterangan lagi.
"Kemarikan benda itu!" Earth bergegas merebutnya.
"Uh, kenapa?"
"Ini milik Si Tua yang mereka panggil Hannah itu. Jangan sembarangan memegangnya, ini sangat tajam. Kemarin Lilian hampir mati karenanya."
"Hannah... ingin membunuh Lilian?" Emily bergidik. "Jangan-jangan... ya, aku ingat! Ia memberi obat tidur di minuman teh tengah malam kami dan mungkin kemari sendirian!"
"Syukurlah aku melihat Si Tua itu dan mencegahnya. Aku belum mengenal Lilian, tapi ia baik padaku dan merawatku."
Emily mulai sedikit demi sedikit mengerti. Jadi Lilian dan Earth secara tak sengaja bertemu dan mereka juga 'bersahabat'. "Lilian memang dokter tua yang baik. Tapi sekarang entah dimana ia berada... Hannah juga..."
Tiba-tiba Earth berdiri, telinganya yang tajam seperti mendengar suara-suara asing mendekat.
"Emily, cepat, sembunyi."
"Ada apa?"
"Turuti saja perintahku."
Mereka beringsut pelan-pelan sambil membawa semua yang bisa mereka singkirkan ke semak-semak terdekat.
Ternyata yang datang mendekat adalah dua ekor kuda beserta para penunggangnya yang sangat Emily kenal. Seekor kuda putih dan satu kuda hitam.
Ocean dan Silver Sea, Sky dengan kuda lain yang bukan kuda utamanya. Mereka berhenti dan menambatkan kuda-kuda di depat mercu suar yang terbakar.
"Emily! Kau ada di sini?" kedua pemuda itu menelusuri
Mereka pasti sedang mencariku - Emily membeku ketakutan.
"Astaga. Pisau itu tertinggal. Sial betul!" rutuk Earth saat sadar pisau Hannah masih ada di tempat mereka tadi duduk-duduk. "Haruskah aku mengambilnya mumpung kedua Vagano itu masih jauh dari kita?"
"Aduh! Jangan, Earth." Emily memegang lengan kurus pemuda itu kuat-kuat, khawatir bila terjadi hal yang tak diinginkan bila ia nekad keluar dari persembunyian ini.
Sebenarnya Emily juga ingin segera pulang, walaupun ia mulai bersimpati pada Earth. Ia ingin berlari ke sana secepatnya, menuju Ocean dan Sky. Mengabarkan bila ia selamat dan baik-baik saja. Namun tidak, ia tak bisa...
Earth masih menggenggam Dangerous Attraction erat-erat. Pemuda itu takkan segan-segan segera menggunakannya saat ini juga, bila tidak terhadap Ocean dan Sky, bisa saja Emily pun menjadi korban kelabilannya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H