"Jangan, Earth. Tidak dulu, tidak sekarang, kumohon." Emily tersadar bahwa ia terlena, hampir terjatuh dalam pencobaan terindah, segera duduk dan merapikan dirinya, membuang muka sambil berkata perlahan, "Aku tak tahu, aku takut."
"Apa?" Earth tampak kecewa. Tadi ia begitu yakin gadis itu sudah menerimanya. "Kuselamatkan kau beberapa kali. Aku tak tahu mengapa aku begitu. Mestinya aku tak perlu menyelamatkanmu, ya?"
Pemuda itu berdiri, ikut merapikan pakaian lama yang diberikan Lilian yang masih dikenakannya, dan sejenak mencoba mengontrol dirinya yang hendak marah sekali lagi karena penolakan Emily.
"Mengapa kau tak mau melihatku? Apakah milikku tak seindah dirimu?"
"Bukan begitu. Aku... " Emily mengaku, antara malu dan masih begitu takut. "Yang tadi kita alami dan yang sesungguhnya kita hampir lakukan, itu belum pernah kualami. Hubungan sedemikian mesra antara manusia bukan hanya dengan cinta saja. Kita harus menikah."
Earth terperanjat. "Apa itu menikah?"
"Yang dilakukan orangtuamu sebelum ibumu melahirkanmu, menjadi satu keluarga. Setelah cinta, pernikahan, barulah itu bisa dilakukan dengan bebas."
"Aku... kalau begitu, aku ingin sekali menikah denganmu." aku Earth polos. "Aku belum tahu cinta itu apa, tapi aku ingin sekali dicintai."
"Aku belum mencintai siapa-siapa." Emily bingung menanggapi, "Aku memang suka apa yang kita lakukan tadi, itu sangat baru bagiku, tapi cinta? Aku mungkin belum bisa memberikan cintaku."
"Berikanlah kepadaku!" Earth datang, memeluk Emily yang masih terduduk di atas pasir. Ia kembali menangis. Masih begitu labil dan polos.
"Aku tak bisa menjanjikan, Earth. Tapi kita berteman, dan aku akan menolongmu. Aku akan menjadi temanmu yang baik." Emily mendekapnya lagi.
"Terima kasih. Penolakanmu menyakitkan hatiku dan aku masih marah sekali. Tapi aku akan coba meredamnya. Aku mau coba untuk menjadi temanmu." Earth berkata datar.
Duh, Earth... Emily sungguh tak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Kurasa aku harus segera kembali ke puri, tapi kasihan juga dia. Dan memang, walaupun liar dan mengerikan ia sungguh menarik. 'Dangerous Attraction'.
***
Sementara itu di puri, Ocean dan Sky yang telah bersih-bersih dan sedikit mengisi perut mereka yang lapar segera menjenguk ke istal.
Lilian di sana, telah merawat kuda Sky dengan baik dan nyawanya masih bisa diselamatkan. Namun kondisi Hannah betul-betul memprihatinkan.
"Syukurlah Thunder Runner tak terlalu banyak kehilangan darah. Hewan malang yang kuat. Ia hanya perlu terus diobati dan beristirahat karena shock." ujar Lilian lega sekaligus sedih, "Sedangkan mantan sahabatku Hannah mungkin akan kehilangan kecantikannya karena separuh wajahnya terbakar. Takkan bisa seperti dulu lagi."
"Oh. Ternyata ia yang menjadi musuh kita selama ini! Orang yang kita panggil Bibi!" geram Sky. "Ia begitu tega mau menyerangmu, membakar rumahmu dan juga melakukan begitu banyak hal mengerikan! Sangat pantas untuk mendapatkan azab ini!"
"Sabar, kita belum bisa mengajaknya bicara dan mengakui apa saja yang ia lakukan. Ia memang mendendam padaku dan ayah kalian. Tapi pelaku pembunuhan dan penusukan Thunder Runner, entahlah..." Lilian mencoba menenangkan Sky. "Kurasa ada kemungkinan lain."
"Emily!" Ocean tiba-tiba teringat pada gadis yang ia suka yang belum ada di antara mereka pagi ini. "Ia masih berada entah di mana!"
Lilian terperanjat. "Jadi ia menghilang lagi? Aduh, semoga ia tak bertemu dengan..."
Ups. Lilian hampir kelepasan.
"Dengan siapa, Lilian?" desak Sky. "Adakah sesuatu yang kau sembunyikan dari kami? Hal yang sebaiknya kau ceritakan?"
"Ah, maksudku, Emily mungkin berusaha menyelidiki sesuatu dengan caranya sendiri. Sebaiknya kalian mencarinya dulu. Ia mungkin dalam bahaya."
"Bagaimana dengan makhluk di bawah sana?" Sky bertanya pada kakaknya. "Kita belum mengurusnya?"
"Makhluk apa lagi?" Lilian terperanjat. Adakah rahasia besar di sana selain Earth?
"Sesuatu di bawah sana. Ia masih hidup. Kau memang lama tak tinggal di puri ini, tapi kau mungkin tahu sesuatu, Lilian." Ocean buru-buru menarik lengan Sky. "Kau pakai kuda lain dulu, kita cari Emily di hutan dan di pantai."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H