Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Episode 56: Cursed: Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

13 Juli 2023   11:07 Diperbarui: 13 Juli 2023   11:10 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Emily sadar, benda dalam genggaman tangan Earth itu betulan dan bukan pedang lain, melainkan Dangerous Attraction yang hilang.

"Kau mencurinya dari dalam museum di puri?" tanya Emily dengan sangat hati-hati.

"Museum? Aku... aku tak pernah sampai ke sana! Aku menemukannya di istal kuda!" Earth tak berniat menyerang Emily, tapi tetap saja Emily bersiaga penuh dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi.

"Dan itu tentu saja atas informasi dari Si Tua! Wanita yang memeliharaku dan menyiksaku sedari aku kecil hingga beberapa saat yang lalu!" Earth menimang-nimang pedang itu dengan kagumnya seperti seorang anak kecil memainkan senjata-senjataan plastik barunya.

"Tapi!" tiba-tiba diacungkannya ujung benda itu ke sebelah kepala Emily, membuat jantung gadis itu hampir berhenti saking kagetnya!

"Aku takkan menyakitimu sedikitpun. Asal kau mau menuruti perintahku!"

"A...aku... aku mau bertanya satu hal. Kaukah orang yang membunuh petugas yang jenazahnya ditemukan di istal kuda waktu itu?"

"Manusia? Belum pernah." jawab Earth polos. "Jangan takut, aku tak sengaja melukai seekor hewan kemarin karena ia kaget dan ingin menendangku. Tapi terhadap Emily aku akan sangat lembut dan berhati-hati."

Di luar dugaan, Earth meletakkan pedangnya dan mendekat lagi ke wajah Emily. Kedua tangannya yang kasar tak terawat memegang dagu dan rahang gadis itu.

"Aku takkan menyakitimu asal kau mau menuruti perintahku! Apa saja yang kuinginkan..."

Dan pemuda itu menarik Emily lebih dalam ke wajahnya dan mencium bibir gadis itu dalam-dalam.

Emily bingung, takut, tapi tak mengelak. Ia tak tahu apa yang ia bisa perbuat. Bibir Earth berbeda dengan bibir Ocean. Bila dengan sang kakak sulung Emily merasakan kelembutan dan kehangatan, dengan sang adik bungsu Emily merasakan emosi, kekerasan terpendam dan juga kedinginan yang amat sangat. Namun ada yang begitu berbeda.

"Earth, kumohon, jangan apa-apakan aku..." pinta Emily di sela-sela kecupan mereka.

"Aku takkan menyakitimu, asal kau mau menuruti perintahku..."

'Apakah aku jatuh cinta dengannya?' - Emily bergidik ngeri. Orang yang begitu misterius, polos, dengan emosi tak stabil dan tentunya menyimpan dendam. Ia tampan, tapi masih bagai berlian tak terasah, bukan untuk dibandingkan dengan Ocean yang bersinar gemerlapan.

Dan entah berapa lama mereka mempertahankan posisi itu...

***

(Point-of-view Earth Vagano:)

'Gadis itu kutemukan tadi malam dalam pengembaraanku setelah benda yang Si Tua maksudkan berhasil kuambil. Aku tak perduli pada nasib hewan malang yang kutusuk. Tapi Emily yang berhasil kujumpai lagi untuk kesekian kalinya adalah bonus besar!

Aku kini berada dalam pelukannya dan merasa gembira atas penerimaannya kepadaku. Ia tak menganggapku menjijikkan atau jelek, maka rasa percaya diriku mulai muncul.

Namun saat kuperlihatkan benda yang disebut pedang itu kepada Emily, ia begitu terkejut dan sekaligus memberiku ekspresi ngeri yang amat sangat, seolah ingin lari menjauhiku.

Tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Dan juga setelah kuyakinkan dirinya untuk tak takut terhadapku, kuberanikan diri untuk sedikit mengancamnya.

"Asal kau mau menuruti perintahku..."

Dan aku menciumnya. Aku tak tahu mengapa tiba-tiba aku begitu. Dan akhirnya aku menciumnya lagi seperti dulu kami lakukan secara spontan.

Dan begitu inginnya aku berbuat hal itu kepadanya, karena aku laki-laki. Dan di sini, sementara tak ada apa-apa maupun siapa-siapa, Emily bisa kumiliki dengan begitu mudah.

Akankah aku lakukan itu terhadapnya di sini? Di atas pasir putih di pantai yang sunyi ini?'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun