Dan yang lebih mengejutkannya hingga nyaris berteriak, sosok itu membawa sesuatu yang panjang, samar-samar di bawah minimnya pencahayaan, berwarna putih keperakan dan juga berlinangan sesuatu yang merah kental.
"Da, da, da, darah?"
Dan itulah yang terakhir dilihat Emily sebelum ia kehilangan kesadaran.
Lama kemudian, ia kembali sadar perlahan-lahan sekali seperti saat ia pertama kali tahu ia terdampar di pulau ini. Pandangannya nanar, namun lama-kelamaan menjadi semakin jelas.
Hari sudah pagi dan ia terjaga di atas pasir putih yang menghadap ke pantai. Tak jauh dari sana, lautan biru lepas maha luas yang biasanya begitu indah, namun entah mengapa, hari ini tak terasa seperti hari wisata baginya.
Emily memutar arah pandangannya dan kembali menjerit tertahan. Mercu suar Lilian dan sekitarnya sudah tak sama seperti malam terakhir ia berkunjung. Sudah berubah menjadi corong besar hitam yang masih mengepulkan asap serta begitu banyak benda lain di sekitarnya ikut hangus. Sudah tak ada tanda-tanda kehidupan di sana.
"Lilian? Astaga! Mengapa rumahmu..." Emily berusaha berdiri tegak untuk segera berlari kesana, tapi kakinya masih terkilir.
"Awww..."
"Jangan bergerak dulu. Kau belum sembuh." ujar seseorang... Ternyata sosok yang semalam mendatanginya!
"Siapa kau?"
Pemuda tinggi dan kurus itu menutup wajahnya dengan sebuah tudung, hanya bibirnya yang tampak. Dan sosoknya maupun rambut panjangnya yang menjuntai keluar dari balik tudung itu tak terlihat jelas.