Ia sendokkan beberapa suap makanan dan minuman ke dalam mulut Si Tua, yang pertama-tama saking lapar dan hausnya diterimanya juga dengan kerakusan yang amat sangat.
Namun di sela-sela pemberian asupan itu, tiba-tiba Hannah menyemburkan lagi hasil kunyahannya.
"Aku tak sudi makan dan minum dari tanganmu yang kubenci sejak lahir, Putra Vagano! Sana, ambillah pedang terkutuk itu di bawah jerami dalam istal kuda! Bunuhlah semua anggota keluargamu termasuk ayahmu yang masih hidup juga di bawah tanah bersama-sama dengan putra ketiganya yang terkutuk! Mungkin dengan begitu aku bisa tenang karena kalian semua akan mati !!! Akhirnya kalian semua mati sebelum berusia 23 tahun!"
Earth mendadak jadi begitu marah. Dilemparkannya sisa-sisa makanan itu ke atas kepala Hannah dan dibebatnya lagi erat-erat mulut cerewet Si Tua yang sudah terlalu banyak melukainya luar dalam. Lalu ditinjunya lagi Si Tua sekerasnya agar untuk sementara 'terdiam' lagi.
"Aku takkan membunuhmu, namun juga takkan pernah memaafkanmu." Earth segera turun, tak pernah mau lagi melihat ke belakang.
'Tapi soal pedang yang Si Tua sebut-sebut itu.. apakah itu betul-betul ada? Haruskah aku ke sana dan mencoba mengambilnya?'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H