Emily dan Sky sama-sama terdiam menyaksikan penemuan mereka di Lorong Bawah Tanah yang begitu menyesakkan dada sekaligus membuat hati nurani terusik.
Seseorang yang tadinya berada di sini pasti merasakan kesepian, kemarahan dan penderitaan yang luar biasa. Ini lebih parah daripada penjara. Ini lebih dari sekedar tawanan atau narapidana biasa, bahkan mungkin ia telah menerima siksaan melebihi hewan yang hendak disembelih atau dijagal sebelum dikonsumsi manusia.
"Lihatlah ini." sorot Emily dengan senter kecilnya ke pojok ruangan. Beberapa alat penyiksaan masih ada di sana; tongkat kayu berduri, sejenis cambuk atau pecut, dan entah apa lagi namanya, yang jelas ini benda-benda sungguhan seperti yang biasa dipakai tentara abad pertengahan saat menyiksa tawanan perang. Dan semua benda itu adalah saksi bisu sekaligus alat bukti..
"Jangan-jangan... Hannah yang selama ini melakukan semua ini kepada seseorang." ucap Sky menggemakan kesimpulan Emily.
"Ia yang sering meraung atau menjerit, suara yang kita kira lolongan serigala atau binatang liar di hutan itu. Dari sinilah sumbernya." Sky merasa begitu geram.
"Tapi dimana orang itu sekarang?" Emily berusaha berpikir jernih walau napasnya mulai sesak karena kesedihan sekaligus rasa muak dan takut. Gadis itu membayangkan kembali rangkaian kejadian yang ia alami.
Sosok misterius yang pernah mengintip dan mengintainya selama ini, bahkan pernah menyelamatkannya, walau hal yang memalukan itu takkan pernah berani diungkapkan kepada Ocean dan Sky untuk selamanya.
"Mari kita segera kembali dan mencari Hannah dan juga siapapun orang yang ia pelihara dan siksa di sini..." ajak Sky, terburu-buru menggamit lengan Emily yang masih berlinangan air mata.
"Jangan-jangan, Earth.. Earth yang telah berada di sini selama hampir dua puluh tiga tahun. Sungguh kasihan sekali."
Tiba-tiba...