"Eh, jangan berkata seperti itu." Emily sedikit galau mendengar si adik kembar yang biasanya riang gembira ini mendadak sedih. "Aku belum memiliki pacar atau perasaan apapun terhadap siapapun."
"Ya, kau bisa bicara begitu. Tapi kakakku mungkin menyukaimu. Dan kami di sini memang tak bisa berpacaran atau berkencan dengan gadis kota, jadi, yah... kehadiranmu adalah berkat tersendiri."
"Ha ha ha, terima kasih. Aku tak tahu harus bagaimana."
"Nikmati saja. Kami berdua selalu ada untukmu, sebagai apapun yang kau inginkan."
"Uh, terimakasih. Kurasa." Emily merasa bingung. "Dan juga bila ada yang ketiga.."
"Adik kami?" Sky terdiam beberapa saat. "Kuharap ia tak berniat juga merebutmu!" setengah bercanda Sky mencoba tertawa.
"Eh, lihat, ruangan itu sepertinya kukenali!" Emily berhenti melangkah.
"Ruangan yang mana?"
Emily mendekat ke pintu besi ganda yang mirip sekali dengan ruangan yang dimasuki Hannah pada malam ia membuntuti Sang Kepala Pelayan itu, dimana Hannah membawakan sisa-sisa makanan dalam wadah yang ia sediakan untuk sesuatu atau seseorang di sana. "Ini dia tempatnya. Aku yakin Hannah waktu itu masuk ke dalam sini." Hidung Emily mengendus, mencium jejak bau yang waktu itu sempat membuatnya seakan hampir pingsan.
"Huh, ruangan yang sangat wangi sekali. Mungkin kita harus bawa dan menyiramkan disinfektan banyak sekali lain kali kita kemari!"
Sky maju dan membuka kedua pintu besi yang tak terkunci itu dengan mudah.
Bau sengak, apek, kotoran busuk dan urin manusia serta aroma darah amis tajam menyeruak. Hampir seperti bau bangkai, membuat Emily dan Sky spontan menutup hidung dengan sebelah tangan!