Itu dia rumah Doc Lilian!
Emily segera berlari memaksakan kaki-kakinya yang kelelahan dan mulai kram serta tergores semak-semak.
Dan ia menggedor pintu kayu mercusuar yang tertutup itu, yang kira-kira tingginya setinggi gedung lima lantai itu.
"Selamat malam, Doc Lilian! Aku Emily, tolong bukakan pintu!" dengan suara keras bersaing dengan deburan ombak yang tak jauh dari situ, Emily berusaha agar seseorang di dalam mendengarkan ada tamu di malam sesunyi dan sedingin ini. "Aku perlu bicara, penting sekali! Ada suatu rahasia besar yang ingin kuketahui!"
"Aku datang, sebentar... " suara wanita tua di balik pintu terdengar mendekat.
Doc Lilian membukakan pintu, begitu heran malam-malam begini Emily masih sanggup datang seorang diri. "Astaga, Nak! Mengapa kau begitu berani mengunjungiku di sini malam-malam begini dan tanpa siapa-siapa menemanimu?" segera diajaknya Emily masuk, seolah-olah khawatir bila ada yang tahu ia didatangi seorang tamu.
Mercusuar itu tua dan antik tapi masih berfungsi dengan baik. Kebetulan bagian bawahnya dijadikan rumah tinggal oleh dokter keluarga berumur sedikit di atas Hannah itu.
Lilian mengunci pintu dan buru-buru menyelimuti Emily dengan sehelai syal tebal. "Kau masih demam! Ayo ke ruang tamuku. Maaf bila mercu suar ini tak sehangat puri karena kita berada di pantai yang berangin."
"Tak apa-apa, Doc Lilian. Aku baik-baik saja."
"Mari kita duduk di sofa dan minumlah secangkir teh hangat ini." ajak Doc Lilian.
"Ada apa kau datang kemari? Karena sesungguhnya aku sengaja berada jauh di sini demi menyimpan rahasia yang tak ingin kuberitahukan kepada siapapun di puri itu termasuk dirimu." wajahnya tampak khawatir, dan ia seperti takut sewaktu-waktu akan terjadi sesuatu yang buruk. Selalu melihat ke arah pintu.