Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Apocalypse Episode 143)

15 Juni 2023   12:19 Diperbarui: 15 Juni 2023   12:23 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

"Ka-kami-kami bukannya tak mau membukakan pintu untuk Anda, Ma'am, tapi kami khawatir jika para penghuni kompleks ini sampai keluar dari sini. Di dalam sini mungkin sedang chaos, tetapi di luar sana, dunia juga sedang berakhir. Lady Rose tahu hanya Kompleks Delucas yang masih punya banyak cadangan sumber daya. Sangat berbahaya apabila dunia luar sampai tahu semua ini, juga apabila mereka memutuskan untuk kembali... Maka beliau dengan tegas melarang..."

Alasan panjang lebar petugas jaga itu tak bisa diterima Sang Wanita Misterius. Diam-diam dalam genggaman tangannya ada sepucuk handgun, yang ia keluarkan dan acungkan ke petugas di balik gerbang ganda besi. "Tuan, Anda pilih, nyawa Anda atau buka gerbang ini sekarang juga!"

Petugas itu gentar seketika. Meskipun ia patuh pada titah Lady Rose, ia tak mampu menyangkal ia pun takut kehilangan nyawa. "Ba-ba-baiklah!"

Tak lama, pintu gerbang terbuka setelah barikade-barikade disingkirkan. Para survivor yang tak sabar hendak keluar seketika tumpah ruah sementara mobil berpenumpang Kenneth dan wanita penyelamatnya masuk ke halaman menuju pelataran utama main mansion. Melawan arus, mereka dapat melihat semua ekspresi takut dan bingung orang-orang yang tak mereka kenal. Petugas tak berdaya mencegah, akhirnya mereka membiarkan saja puluhan orang itu keluar dari Kompleks Delucas.

"Astaga, memang kacau sekali. Sepertinya di kejauhan ada titik di mana sedang terjadi kebakaran hebat!" Si wanita memberhentikan kendaraan di pelataran.

"Lab Barn. Dugaanku tepat. Laboratorium rahasiaku! Aku harus ke sana."

Kenneth memandang keluar jendela. Dilihatnya Maharani menatap ke arah pintu bunker sambil meratap pilu.

Wanita muda itu tak ingin bergabung di sana. Ia memang sekali lagi beruntung luput dari maut. Bagaimanapun ia cemas dengan nasib kedua anak didiknya, ia tak ingin lagi bertemu, apalagi untuk sepanjang sisa hidup berdampingan dengan wanita istri pertama suaminya. "Orion! Aku harus menyusulnya!"

"Tunggu dulu!"

Rani berpaling. "Astaga! Ka-ka-kau masih hidup, Dok?"

"Ya..." pria itu membuka pintu mobil, demikian pula wanita yang mengantarkannya. Mereka keluar.

Meskipun gerak Kenneth terbatas akibat belenggu pada tangannya, Rani tetap waspada. Tanpa sadar, kakinya mundur selangkah dua sambil berusaha untuk mengambil keputusan, bertahan atau lari menyusul Orion ke Lab Barn.

"Rani, jangan takut, aku takkan mengganggumu! Aku kembali bukan untuk membalas dendam karena kau tinggalkan tadi. Aku..." Kenneth mencoba bicara dengan sisa-sisa napasnya.

"Jadi, apa yang kau inginkan?"

"Menghentikan anak pertama dan terakhirku, Lazarus... Mari kita ke sana! Cepat, sebelum semua terlambat."

***

"Kau tak bisa mati?" Orion menurunkan senjatanya. Ia tak tahu haruskah putus asa atau mencoba sekali lagi.

Lazarus menyeringai, lalu tertawa. Wajah hangusnya benar-benar mengerikan, bahkan Orion mati-matian menahan rasa mual saat menatapnya. "Ha, ha, ha. Hanya penciptaku yang bisa menghentikanku. Aku tak bisa ditembak, dimutilasi, atau apapun. Belum ada cara efektif untuk memusnahkanku."

"Kenneth Vanderfield sudah mati. Ia telah menerima seluruh hukumannya."

"Belum!"

Suara itu membuat Orion menoleh. Tiga orang yang hadir di belakangnya sungguh membuatnya terkejut.

"Rani, Kenneth, dan..."

"Salam, Tuan. Saya di sini hanya bertugas mengantarkan rekan Anda ini kembali. Menemukannya di jalan, ia terluka parah. Tetapi ia ngotot ingin kembali..." wanita pengantar Kenneth buka suara.

"Baiklah, terima kasih, Ma'am, I guess. Tetapi Rani, mengapa kau kemari juga? Keadaan sangat berbahaya di sini."

"Tak apa-apa, Sayang, aku siap mati! Lagipula, nyawa Grace mungkin takkan selamat!" Rani masih bersimbah air mata, "Ia membelaku agar tak ditembak Rose, lalu malah..."

Orion tiba-tiba sudah ada di sisinya. Memeluk erat, berusaha menguatkannya. "Astaga, setelah Leon, kini Grace. Jangan sampai kau juga..."

"Aku mungkin gagal sebagai ilmuwan, namun aku juga berhasil 'menghidupkan' sosok pertama di dunia akhir zaman ini, Lazarus!" Kenneth kelihatannya sudah tak peduli lagi pada pasangan itu. Langkahnya perlahan tetapi pasti mendatangi sosok bernyala-nyala yang masih 'setia' menunggu.

"Lazarus! A-ha ha. Ha ha ha ha ha!" Kenneth tertawa-tawa meskipun dengan napas tersengal-sengal, "Tak kusangka aku juga belum bisa mati, setidaknya hingga saat ini. Aku seorang victim. Aku terkena antivirusku sendiri. Namun ajaib, aku belum juga mati."

"Anda dokter yang menciptakanku, tentu saja aku ingat... Ayah!" Lazarus kelihatannya tak lagi tertarik dengan Orion. Ia malah datang hingga kini berhadapan dengan penciptanya sendiri.

"Aku punya sesuatu untuk mengakhirimu, meskipun kelihatannya ini ironis. Aku menginginkanmu tetap utuh, hidup-hidup untuk dibawa secara rahasia ke EHO pusat. Walau vaksin Octagon-33 belum ditemukan, namun bisa menghidupkan zombie adalah pencapaian luar biasaku di bidang ilmu pengetahuan. Patut meraih Nobel! Sama seperti Thomas Alfa Edison menemukan bohlam listrik! 1000 kali gagal namun berhasil! Sayang, gegara prahara cinta di tempat terkutuk ini, misiku gagal." Kenneth berbalik menatap kedua orang di belakangnya, pasangan Orion-Maharani.

"Lihat mereka, Lazarus. Tempat ini hancur gegara mereka. Seandainya mereka tak bertemu, mungkin takkan ada yang terluka. Keduanya tak boleh enak-enak hidup di dunia ini. Lakukan misi pertama sekaligus terakhirmu. Setelahnya, kita bisa saling bunuh dan meninggalkan dunia terkontaminasi ini!" Kenneth menggelegarkan perintah, "It's not a request, it's an order! Kill them!"

"Tidak, tidak..." Orion menggeleng, "Kenneth, kau benar-benar sudah gila! Bunuh aku, tetapi jangan istriku!"

Lazarus sepertinya manut-manut saja pada titah sang penciptanya. Dengan mantap, sosok berapi-api itu mendatangi Orion-Maharani. 

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun