Karya tulis atau literatur (buku) yang layak baca itu yang seperti apa 'sih? Jika ditanyakan kepada orang awam, pasti jawaban mereka beragam. Mungkin yang best seller, yang direkomendasikan banyak reviewer, yang selalu ada di beranda sebuah platform baca, yang sudah dilanggani banyak pembaca, apalagi yang banyak iklannya atau gencar dipromosikan.
Padahal belum tentu benar, lho. Semua itu bisa dirancangkan alias didesain, direncanakan dan dieksekusi oleh banyak sekali pihak termasuk peran editor in-house hingga penerbitan (publisher) dan biro iklan (advertising). Jadi, belum tentu semua yang sering kita lihat di media sosial dan media massa sudah layak baca.
Sebenarnya adakah cara mengetahui karya penulis yang layak baca alias worth to read ? Tentu saja ada.
1. Penulis yang karyanya layak baca adalah penulis yang peduli dan cinta pada karyanya sendiri. Mulai dari orisinalitas, kerapian, hingga amanat apa yang ia ingin sampaikan kepada calon pembaca atau pembacanya. Ia tidak akan asal meniru atau mengimitasi saja (yang sering dijadikan alasan untuk melakukan ATM, Amati Tiru Modifikasi). ATM mungkin tepat jika digunakan dalam dunia bisnis, misalnya produk. Namun bisa jadi sangat menyedihkan apabila dijadikan alasan begitu saja untuk membuat sebuah karya seni, apapun itu. Mengapa? Karena ATM sangat dekat dengan plagiasi alias copycat alias hanya tambal sulam saja, mengubah sedikit alur kisah (seberapa persenpun itu), mengganti nama-nama pemeran dan sebagainya. Hilangnya orisinalitas adalah hal yang sangat disayangkan dari sebuah karya literasi.
2. Penulis yang karyanya layak baca pasti suka membaca. Bagaimana kita tahu jika penulis itu telah banyak membaca? Bukan hanya sekadar punya daya imajinasi yang tinggi, apalagi halusinasi. Dengan banyak membaca, seorang penulis akan memiliki banyak perbendaharaan kata, bukan hanya asal diksi melainkan stok kata-kata dalam benak.
3. Penulis yang karyanya layak baca tidak anti kritik. Mereka siap menerima jika ada kesalahan dan cerdas berpikir dan memperbaikinya pada edisi revisi atau untuk penerbitan di masa yang akan datang. Mereka tidak berpikiran sempit dan egois, bersedia menerima jika ada kekurangan yang ditemukan.
4. Penulis yang karyanya layak baca ingin terus belajar dan mau berkembang. Ia tidak hanya berandai-andai atau berimajinasi saja melainkan suka membaca berita, mengikuti perkembangan dunia, membaca karya penulis lain yang ia minati. Ia tidak hanya sibuk memikirkan pendapatan alias remunerasi saja. Baginya, cara terbaik untuk menuju kesuksesan tak hanya sekadar ikut selera pasar kemudian menghalalkan segala kata dan cara.
5. Penulis yang karyanya layak baca belum tentu sudah terkenal. Barangkali karya kita, Anda dan saya sudah cukup layak baca. Bagaimana kita bisa tahu? Kita adalah penikmat pertama dan setia kata-kata kita. Jika bukan kita, siapa lagi? Ibarat seorang koki rumahan alias home cook, sebelum menjadi master chef tentu harus sudah menggemari masak dan hasil masakannya sendiri. Seorang atlet renang harus mencintai air dan belajar mengenal air dan kedalaman laut atau kolam renang sebelum nyebur. Seorang pemain sepakbola harus terlebih dulu mengenal bola dan lapangan rumput sebelum bertanding, bahkan setelah pensiun kemudian menjadi seorang pelatih atau komentator pertandingan, ia harus mengenal dan mencintai sepakbola terlebih dahulu.
Jadi, apakah karyaku dan karyamu sudah layak baca? Tak apa-apa masih sepi, mari kita terus menulis hingga saatnya kita ditemukan dunia. Semoga bermanfaat dan salam literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H