Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Apocalypse Episode 132)

7 Juni 2023   14:29 Diperbarui: 7 Juni 2023   14:43 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Akan kubakar dan kuledakkan sampai habis tak bersisa tempat terkutuk yang diperebutkan ini hingga kita semua takkan mendapatkan apapun dan siapapun! Jadi, tak ada pihak yang akan kalah maupun menang! Sungguh adil, bukan, win-win solution yang kutawarkan?" Leon semakin gila dan berani saja.

"Wow, please, wait a minute and think clearly all about it, Young Man!" Sang Pemimpin kelihatannya mulai panik, sementara beberapa orangnya masih berusaha sebisanya menyelamatkan nyawa rekan mereka yang tergeletak di tanah.

Kelihatannya gagal total, tembakan Leon mengenai bagian vitalnya, orang itu telah mati. Namun tak seorangpun dari kelompok survivor itu jadi berduka karenanya. Selain mungkin karena korban itu tak benar-benar mereka kenal, berkurangnya nyawa satu orang malah disyukuri, mengurangi beban dan kewajiban. Pada masa sukar seperti ini, semakin banyak survivor hidup, berarti semakin banyak beban yang harus sebuah koloni tanggung!

"Jadi, Nona Rani, kau hadir juga di sini!" Leon tersenyum semringah saat gadis yang ia nanti-nantikan akhirnya menunjukkan diri di antara mereka. Tentunya bersama Orion!

"Apa yang kau inginkan? Mari kita bersama-sama kembali ke kompleks Delucas, Leon. Jangan lakukan kekerasan lagi. Sudah cukup, semoga Tuhan mengampuni perbuatanmu." Rani berusaha untuk tetap bersikap lembut, walaupun kenyataan bahwa anak didiknya baru saja membunuh orang tak berdosa terasa begitu pahit.

"Asal kau ikut bersamaku dan mau menikah denganku!"

"Astaga! Me-me-menikah denganmu?"

"Ya! Umat manusia harus tetap berpasang-pasangan dan bereproduksi agar kehidupan terus berputar, bukan? Selain tentu saja karena cinta!"

Rani berpikir keras, mencoba mencari alasan terbaik. "Leon, kalaupun aku bisa, tetapi tidakkah tetap akan mustahil? Usiamu belum lagi 18 tahun! Usiaku juga sudah 24 tahun. Kurasa takkan mungkin kita bisa bersama. Ibumu Lady Rosemary Delucas juga takkan pernah mengizinkan! Siapakah gerangan aku, wanita asing dari negeri yang jauh? Apalagi aku bukan seorang ningrat."

"Tidak, tidak, tidak. Beliau juga sudah sah menikahi Papa Orion, beda umur mereka lebih dari 14 tahun! Mengapa tidak boleh? Lagipula perasaanku kepadamu begitu tulus dan murni! Usia, status dan segalanya bukan halangan besar bagi kita!" Leon tak segan-segan lagi mengungkapkan semuanya.

"Leon, please listen carefully to me now, Young Man." Orion akhirnya maju dan buka suara, "Kami ingin meminta maaf, sebenarnya aku dan Maharani benar-benar sudah..."

Rani menggeleng, "Oh, no, please, Orion..."

"He's a grown-up, Rani. Jika mengaku sudah dewasa, Leon harus belajar menerima kenyataan bahwa tak selamanya ia bisa dengan mudah mendapatkan apa yang ia inginkan!" Orion tak ingin apa yang hendak ia katakan diinterupsi oleh Rani. Dari dalam ranselnya, dikeluarkannya sepucuk surat. Diacungkannya tinggi-tinggi agar semua orang bisa melihat. "Ini surat pernikahan resmiku dengan Maharani Putri Cempaka. Ibumu dan aku tak pernah memiliki surat ini. Ia telah mengelabuiku dan ibuku, Keluarga Brighton! Reverend Edward Bennet, yang ibumu juga baru saja singkirkan karena terus-menerus memerasnya serta ingin mengambil alih kompleks Delucas, juga telah mengakui semuanya! Sebelum menemui ajal tepat sebelum aku berangkat kemari, ia telah membocorkan segalanya!"

Mendengar semua itu dan melihat bukti yang Orion tunjukkan, Leon terperangah, kehabisan kata-kata. Ia hanya bisa menggeleng-geleng dan akhirnya bergumam, "Tidak mungkin, tidak mungkin benar, Orion. Semua ini pasti hanya mimpi buruk. Aku ingin terjaga, lalu semua akan baik-baik saja! Aku hanya tertidur karena kelelahan, bangun di atas ranjangku sendiri seperti pagi-pagi hariku yang biasanya. Berlimpah kemudahan dan kemewahan namun sungguh membosankan!"

Dalam kelengahannya, tetiba seseorang datang dari belakang berusaha merebut pemantik yang ia pegang. Seseorang lainnya mencoba merenggut senjata api yang pemuda tanggung itu acungkan. "Hey! What are you guys doing? Just let me go!"

Percuma saja, orang-orang itu tentunya takkan ingin Leon mengurangi perbuatannya sekali lagi. Dan mereka sangat tak ingin pemuda tanggung ini membumihanguskan apa yang mereka anggap sebagai lokasi paling berharga di kota ini, penuh berisi bahan bakar yang bisa digunakan untuk cadangan energi!

Leon tak hentinya meronta-ronta. Orion dan Rani berusaha mendekat, namun kawanan itu seakan kompak menghalang-halangi! "Kalian sudah kami bebaskan, pergi saja, sebelum kami tega berbuat apa saja kepada kalian berdua agar tak dapat angkat kaki dari sini!"

"Rani, to prove you all of my feelings, this is just for you!" Leon dalam usaha terakhirnya segera melemparkan pemantik sejauh mungkin ke arah lokasi pompa bensin di mana terletak tangki-tangki pendam... 

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun