"Harus ada seseorang atau dua dari kita yang mengalihkan perhatian zombie-zombie itu agar mereka menjauh dari sini..." ujar Kenneth dengan suara sekecil dan serendah mungkin.
"Bagaimana caranya?" tanya Rani dengan nada yang sama.
"Dua orang dari kita harus keluar berlari secepat mungkin agar perhatian para korban teralih dan berusaha mengejar mereka. Dalam kata lain, dua sukarelawan harus siap sedia menjadi umpan!"
"Oh, so easy! Aku saja!" Leon hampir berseru saat mengajukan diri. Ia merasa ini akan sangat seru, hampir seperti dalam permainan video game survival horror yang sering ia mainkan saat luang.
"Apa? Tidak!" Rani tegas-tegas melarang, hampir dengan nada yang sama juga, "Lady Rosemary akan sangat marah apabila sampai terjadi hal yang buruk terhadap dirimu, putra satu-satunya!"
"Kau khawatir pada diriku? Jika begitu, bagaimana jika kita lakukan berdua saja, Nona Rani?" Leon malah melempar usul yang jauh lebih baik dari sebelumnya!
"Kau sudah gila, Anak Muda?" Kenneth merasa malas mengurus remaja yang kadang nekat ini.
"Tidak. Aku tahu pasti apa yang dapat kami lakukan. Kami tampaknya dua anggota rombongan yang paling muda. Para staf di sini termasuk kau sudah berusia di atas 30. Bukankah begitu, Dok?" Leon menyanggah, "Come on, biarkanlah sesekali aku yang masih muda ini menjadi seorang pahlawan bagi keluargaku!"
"Leon!" Rani tak ingin terlalu dekat dengannya seolah turut memberi harapan bagi pemuda tanggung yang menyukainya lebih dari semestinya itu. Tetap saja ia seorang guru, memiliki kewajiban untuk menjaga kepercayaan orang tua Leon.
"Oke, aku sudah mulai tua. Lalu apa idemu?" Kenneth merasa tak ada banyak waktu lagi untuk berdiskusi.
"Aku dan Rani berlari ke arah jalan sepi di perempatan jalan utama, agar para korban tertarik dan menjauh dari jalur SOHO ini. Kita semua akan bertemu lagi di pusat bahan bakar utama, pom BBM Chestertown. Aku dan Nona Rani akan segera ke sana. Sementara itu, kalian isi saja bahan bakar sebanyak yang kalian bisa untuk dibawa ke bus. Aku dan Nona Rani tak membawa jeriken, hanya senjata."
"Oh, baiklah..."
Rencana dadakan itu kedengaran sangat gila, tetapi jauh lebih baik dicoba daripada menunggu selama berjam-jam. Itu juga bila para korban tak duluan menemukan mereka!
Leon tetiba saja menggenggam sebelah tangan Rani yang dingin, wanita muda itu tak ingin namuh enggan menepisnya. Toh, mereka semua bersarung tangan, jadi tak tersentuh langsung. "Ikuti aku dan jangan sampai kita terpisah. Hey, you, Zombies!"
Leon dan Rani berdiri, menyembul dari deretan mobil-mobil terparkir. Rani dalam ketakutannya segera sadar, tak ada lagi kesempatan untuk menyesali pilihan ini!
Hanya beberapa meter dari sana, puluhan sorot mata kosong tanpa komando serentak mencari-cari sumber suara itu. Korban-korban virus terkutuk yang selalu lapar, haus dan sesak tak peduli seberapa banyak yang telah mereka santap. Tak peduli segar maupun sudah tak bernyawa...
"Come to Papa!" Leon melancarkan pancingannya.
"Lapar, haus, sesak... Kami butuh makan, minum, air..."
"Selamatkan kami dari neraka hidup ini!"
"Argh! Siapapun di sana, kami butuh kalian!"
"Please help!"
Rani dan Leon pertama-tama hanya dapat menatap nanar. Detik berikutnya, mereka hanya bisa berlari secepat mungkin ke arah yang Leon rencanakan.
"Lari saja, Nona Rani. Jangan lihat ke belakang, jangan berhenti!"
"Alright, I believe you!"
Tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. There's no turning back for now!
****
Sementara di pintu main mansion, Orion masih terus mencuri dengar dialog antara Edward Bennet dan Rosemary Delucas.
"Apa maksudmu, Edward?"
"Aku sudah mengaku dosa terbaruku dan aku tak ingin melakukannya lagi. Aku yang menitahkan stafmu mematikan lalu menyalakan lagi listrik di kompleks."
"U-u-untuk apa?" Rose bergetar dalam puncak kemarahannya, "Mengapa kau tega melakukan itu? Belasan orang-orangku tewas! Kau membalas suaka yang kuberikan dengan kejahatan!"
"Oh, kau salah duga, sebenarnya aku sama sekali tak bermaksud jahat, Milady. Sebaliknya, aku justru sudah menolongmu memusnahkan zombie-zombie itu. Setidaknya kau nanti takkan berselisih dengan dokter Kenneth Vanderfield karena akulah yang telah membersihkan semua koleksinya. Hal yang takkan pernah bisa kau lakukan!"
"Tapi, Edward, lihatlah, jika saja dunia tahu, kini kau sudah menjadi seorang... pembunuh!"
"Oh, Tuhan, maafkanlah aku karena aku tak tahu apa yang telah kuperbuat. Semoga Surga mengampuniku, semua itu sungguh di luar kuasa, prediksi serta kemampuanku."
"Jadi, jujur saja, apa maumu dengan semua ini?"
"Sederhana saja, Milady Rose. Jadikan aku partner kepemimpinanmu di sini yang sama berkuasanya denganmu, atau..."
"Atau apa?"
"Orion akan kuberitahu semua tentang kesepakatan kita, lalu ia akan segera meninggalkanmu sama seperti ayah dari anak-anakmu!"
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H