Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Pendek Anak: Kisah Katak dan Kodok

19 Mei 2023   07:01 Diperbarui: 19 Mei 2023   09:11 2444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah telaga nan tenang permai, hiduplah aneka hewan air termasuk Katak dan Kodok. Katak tampil cantik berkulit hijau licin dan halus, sedangkan Kodok sebaliknya, berkulit kasar berbintil-bintil.

Katak sangat gemar mengolok-olok Kodok. Ia begitu bangga pada penampilannya sendiri, kulitnya yang mulus dan berkilau.

"Kodok! Lihatlah, begitu menyedihkan rupamu. Sekadar saran saja, barangkali kamu harus lebih apik merawat diri. Sesekali cobalah bercermin di permukaan telaga nan jernih ini. Barangkali kamu akan menemukan inspirasi serta cara bagaimana agar terlihat lebih cantik."

Pada awalnya Kodok diam saja. Ia tahu jika kulitnya memang tidak cantik. Memang demikianlah semua keturunan Kodok sedari dahulu kala.

Katak juga dikaruniai tubuh yang lebih atletis, sedangkan Kodok sekeluarga cenderung lebih gempal. Lagi-lagi Katak mempergunakan kelebihannya itu untuk mengejek Kodok.

"Lihat, tanpa bersusah payah aku sudah tampil begini luar biasa. Barangkali kamu harus ke pusat kebugaran khusus hewan amfibi. Mungkin bisa sedikit membantu."

Kodok lagi-lagi hanya bisa diam. Dari awal memang ia ditakdirkan sebagai amfibi bertubuh subur.

Karena Kodok hanya bisa diam dan tak pernah menjawab, Katak semakin sombong saja, apalagi ia kerap dipuji para hewan air. Ikan, Bangau, Kura-kura.

"Kulitmu sungguh mengkilat."

"Loncatanmu sungguh jauh."

"Kau sungguh beruntung."

Pada suatu hari, seorang nelayan sekaligus pemburu hewan air yang biasa mencari makhluk-makhluk air yang dapat dimakan tiba-tiba muncul di tepi telaga.

"Ada manusia! Sembunyi! Cepat, kalau tidak, kita akan ditangkapnya, dijadikan bahan pangan manusia!"

Demikianlah semua hewan langsung bersembunyi. Ikan-ikan menyelam lebih dalam, Kura-kura bersembunyi di sesemakan tepi telaga dan Bangau bergegas terbang ke angkasa.

Akan tetapi Katak dan Kodok kali ini terlambat. Si Pemburu hewan air telah ada begitu dekat dengan mereka! Kira-kira, akankah mereka selamat? Katak dan Kodok sama-sama menutup mata.

"Ah, tolong, ti-ti-tidaaaaaak!"

Lalu salah satu dari mereka untuk selamanya sudah tak lagi menjadi penghuni telaga. Si Pemburu telah berhasil mendapatkannya lalu memasukkannya ke dalam sebuah keranjang yang kemudian langsung ditutup rapat.

Kodok membuka mata. Bahaya sudah berlalu.

Ternyata Si Pemburu tidak menangkapnya bukan karena rupa yang buruk, melainkan karena ia bukan jenis hewan yang bisa dikonsumsi manusia.

Tamat.

Pesan moral: seyogyanya kita bersyukur walau keadaan kita tampak kurang menguntungkan. Tak selamanya menjadi lebih cantik secara fisik akan membawa kebaikan bagi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun