Pada suatu masa di sebuah lahan perkebunan nan subur, ditanamlah dua jenis pohon buah-buahan, Apel dan Jeruk. Mereka tumbuh bersebelahan sedari muda dan dirawat dengan baik oleh para pekerja perkebunan hingga keduanya tumbuh besar dan berbuah lebat.
Apel dan Jeruk sedari awal tidaklah bersahabat akrab, mereka kerap bertengkar. Segala macam hal dan keunggulan masing-masing mulai dari yang remeh hingga yang terdengar hebat mereka jadikan bahan perdebatan sengit.
"Jeruk! Akulah buah yang paling bergizi! Warnaku merah menggoda. Wangi, renyah dan manis tetapi lembut. Anak-anak sangat menyukai rasaku." Demikian Apel kerap meninggikan diri.
"Kau salah besar, Apel! Buahku mengandung banyak sekali air dan Vitamin C. Sering sekali dijadikan minuman segar serta rasa aneka bahan makanan manusia!" Jeruk tentu saja tak mau mengalah begitu saja.
"Eh, masih ngeyel. Aku sering dijadikan cuka apel, salah satu minuman tersehat yang sering dikonsumsi manusia. Aku bisa dijadikan sari buah bening segar, juga kue pie nan lezat! Sedangkan kau sering kali masam, memakan buahmu juga sangat merepotkan!" Apel mulai mengejek Jeruk lagi.
"Siapa bilang? Aku juga bisa dijadikan jus segar, penuh dengan bulir nan sehat sebagai sumber serat. Kaulah buah nan paling aneh, baru dikupas saja, buahmu sudah menjadi cokelat! Pasti menghilangkan selera makan!" Jeruk balas mencari kelemahan Apel.
Ketika mereka masih asyik bertengkar, melintaslah di kebun itu seekor Luwak. Kedua pohon itu memutuskan untuk melibatkan pihak ketiga ini.
Kedua pohon itu bertanya pada Si Luwak, "Hei, hewan kecil nan lucu. Kau seekor herbivora, bukan?"
"Sebenarnya aku seekor hewan omnivora, pemakan apa saja. Akan tetapi tentu saja aku juga suka memakan buah." Luwak menyahut lalu balik bertanya, "Memangnya ada apa?"
"Kami ingin tahu, siapa di antara kami yang sebenarnya paling hebat!" Jeruk dan Apel kelihatan sama-sama penasaran.
Luwak berpikir sejenak sambil memandangi kedua pohon sementara Jeruk dan Apel semakin kelihatan tak sabaran.
"Ayolah, kau pasti tahu jawabannya, Luwak nan bijaksana!" Jeruk memberi pujian, "Nanti kau boleh makan buahku sepuasnya jika kau jawab jika buahkulah yang paling enak!"
"Kau pasti pernah mencoba buahku, Luwak nan tahu segalanya. Lezat, bukan?" Apel tak mau kalah melancarkan rayuan, "Gratis makan apel sepuasnya seumur hidupmu jika kau memilihku!"
Namun Luwak menjawab sebelum berlalu sambil tertawa riang, "Hahaha, maaf, aku sebenarnya lewat sini bukan untuk menikmati buah kalian, hanya ingin mencari biji-biji kopi segar di kebun sebelah. Selamat tinggal."
Tamat.
Pesan moral: Janganlah kita saling meninggikan diri dan merasa paling benar, sebab belum tentu apa yang ada pada kita dipandang dan dihargai serupa oleh orang-orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H