Alkisah, di tepi jalan kompleks perumahan di Jakarta, tepatnya di pinggir sebuah lahan kosong, tumbuhlah dua rumpun tumbuhan liar. Yang satu adalah Ilalang, yang lain adalah Putri Malu.
Ilalang sangat gemar mengejek Putri Malu. Bukan, sama sekali bukan karena Putri Malu adalah bunga liar yang buruk rupa, melainkan karena nama Putri Malu yang sedari dulu melekat padanya.
"Namamu Putri Malu, pasti kamu disebut demikian karena kamu terlalu pemalu. Sedikit-sedikit kamu bersembunyi."
"Memang demikianlah diriku, aku akan menutup diri, sudah sifatku, Ilalang. Betapa beruntungnya dirimu, bisa tegak terus, melambai bermain bersama angin."
Putri Malu, seperti namanya, memang tumbuhan liar nan pemalu. Ia akan menutup daun-daunnya jika disentuh, sekilas terlihat seperti layu.
"Tentu saja, Teman. Ayo, cobalah tumbuh tinggi sepertiku."
Putri Malu sebenarnya kurang suka diolok-olok, selalu ia hanya berdiam diri saja. Namun hatinya mulai terasa pedih saat kesombongan Ilalang semakin nyata.
Pada musim penghujan, Ilalang tumbuh subur dan semakin bertambah tinggi. Putri Malu yang hanya berupa sesemakan hanya tumbuhan liar pendek saja, tak bisa menyaingi tingginya rumpun Ilalang yang bisa lebih dari tinggi manusia.
"Hahaha, lihatlah, betapa pendek dan memalukannya dirimu, Putri Malu!"
Putri Malu pada awalnya begitu ingin membalas ejekan Ilalang, apa daya memang ia tak bisa tumbuh setinggi temannya itu.