Barangkali karya kita sudah selesai, sudah rilis, sudah diluncurkan baik dalam bentuk cetak maupun dalam bentuk online atau elektronik.
Akan tetapi, sesungguhnya tugas kita masih belum selesai.
Mengapa?
Karena apapun karya tulis kita, seberapa telitipun kita sudah mengedit, atau diedit orang lain misalnya, kadang masih menyisakan beberapa hal yang tidak hanya human error atau technical error, akan tetapi bisa mengganggu sebagian atau bahkan keseluruhan literatur tersebut. Apa saja itu?
1. Typo error atau kesalahan ketik. Biasanya terjadi karena mengetik terlalu cepat atau pengaturan bahasa pada program ketik (misalnya Word) yang masih kurang tepat.
Misal: es teh -> es the, datang -> dating
2. Plot hole atau kesalahan dalam alur.
Misalnya seorang tokoh penyandang disabilitas tuna netra yang mendadak sedih setelah membaca berita duka di ponselnya.
Kira-kira di mana letak kesalahannya? Coba ditelisik sendiri. Penulis rasa pasti pembaca artikel ini akan mudah menemukannya.
Tepat sekali, seorang tuna netra yang bisa membaca (sendiri) sebuah berita, kecuali dibacakan oleh orang lain tentunya.
Karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengecek kembali apa saja karya tulis yang sudah diluncurkan.
3. Illustration error. Kadang digambarkan di sampul atau bagian ilustrasi begini, akan tetapi beda dengan literatur. Misalnya tokoh utama laki-laki digambarkan bertubuh kekar dan berambut pirang, akan tetapi dalam ilustrasi sampul digambarkan bertubuh gempal dan berambut cokelat.
4. Italic/bold error. Kadang lupa ditebalkan atau dimiringkan. Sebenarnya jika tidak terlalu ngeh, barangkali kedua hal ini takkan terlalu mengganggu. Akan tetapi bagi pembaca yang kritis, hal ini bisa sangat mengganggu.
Terlebih lagi pada karya tulis non fiksi atau ilmiah atau yang dilombakan, sebaiknya kesalahan nomor empat diminimalkan sebisa mungkin karena akan berpengaruh pada penilaian.
Kesalahan dalam karya kita masih sangat mungkin terjadi, walau editor atau penyunting kita sudah bekerja sangat teliti dan ekstra hati-hati. Itulah sebabnya kita juga harus ikut proaktif memeriksa ulang karya kita sendiri.
Jika sudah ada kesalahan-kesalahan sepeti tersebut di atas pada karya tulis cetak, barangkali masih bisa direvisi pada karya tulis cetak edisi berikutnya.
Apabila revisi bisa dilakukan secara online, maka akan lebih baik lagi (mandiri). Hasilnya, jika tidak harus melewati persetujuan editor, akan langsung muncul di situs/aplikasi.
Jika akan menerbitkan karya tulis cetak, sebisa mungkin kita survei dulu buku apa saja yang sudah pernah dicetak dan beredar di pasaran. Ingatlah jika penerbit besar atau mayor bukan jaminan jika hasil editan mereka akan lebih mulus atau luput dari kesalahan.
Kesalahan tulis dan atau ketik memang hal yang manusiawi sebab manusia belum bisa dan takkan pernah bisa 100 persen sempurna, akan tetapi akan lebih baik lagi jika bisa dihindari dan diperbaiki sedini mungkin.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H