Inner Chamber, tepat tengah malam.
Dokter Kenneth Vanderfield belum lagi bisa duduk dan menikmati makan malam, padahal hari telah berganti. Ia baru saja selesai memantau tamu-tamu Lady Rosemary yang tiba walau tak diizinkan mengecek kesehatan mereka. Dari jauh didaftarkannya mereka, mencatat data diri sekadarnya, lalu mengizinkan semua berlalu ke dalam kemah masing-masing.
Hah, sebetulnya semua itu melanggar prosedur kesehatan terminimal sekalipun. Masuk sebegitu mudahnya ke lahan Delucas yang kini mungkin adalah satu-satunya 'safe haven' alias 'comfort zone' di area Chestertown? Kemungkinan besar Rose memiliki hutang budi atau perjanjian rahasia yang tak ingin ia bocorkan! Astaga, sebenarnya sama sekali bukan urusanku, tetapi aku ingin tahu! Besok akan segera kuselidiki!Â
"Dokter, maaf mengganggu Anda! Kelihatannya subjek reanimasi Russell mulai merasa lapar!" lapor seorang staf kepada si dokter yang masih asyik mengamati jika ada perubahan-perubahan pada setiap 'peliharaan baru'-nya, "Apa yang harus kami lakukan?"
"Berikanlah dia stok segar apa saja yang ada di kandang sebelah sana. Jika hewan-hewan pengerat kecil sudah habis, coba berikan hewan yang lebih besar! Ternak juga boleh!"
"Tetapi kelihatannya Russell masih kurang puas! Ia makan beberapa hewan setiap setengah jam sekali. Kami belum tahu apakah kondisinya ini baik atau tidak. Dan sesungguhnya kami khawatir..." staf itu terdiam, tak berani melanjutkan kalimatnya.
Kenneth terlihat tak sabar, "Mengapa diam? Katakan saja! Mengapa kau tak berani jujur kepadaku?"
"Kami takut jika ia akan bermutasi. Anda tahu... berubah menjadi semacam monster atau semacamnya! Tubuhnya membesar atau meninggi, lalu..."
Tetiba Kenneth tergelak seperti baru saja mendengar sesuatu yang lucu. "Ha ha ha ha ha! Kalian pikir kejadian ini seperti kisah fiksi ilmiah dalam permainan game atau film-film? Ia takkan berubah menjadi mutan hanya gegara makan hewan hidup! Ah, aku juga jadi lapar! Beri semua 'tamu' kita ini makan juga, sama seperti Russell! Aku juga ingin kembali ke main mansion untuk makan dan tidur, sungguh hari yang melelahkan!"
Kenneth berdiri dan meninggalkan Inner Chamber kembali ke main mansion. Lampu jalan tinggi remang-remang dan suasana sangat sunyi di sepanjang jalan setapak menuju bangunan utama.
"Ahhhh..."
Siapa di sana? dalam lelahnya, Kenneth merasa tak asing lagi dengan suara sayup-sayup sampai itu. Zombie? Tidak jauh dari sini... dari luar pagar atau dari area tamu, penghuni kamp Edward Bennet?
Kenneth bersiaga. Tapi suara itu tak terdengar lagi. Ah, kurasa hanya halusinasi karena aku terlalu lelah. Aku harus cuti, tetapi jika begitu, siapa yang bisa mengawasi Lab Barn? Tentu saja hanya aku yang bisa! Tidak, aku harus tetap sehat dan melanjutkan penelitianku! Menemukan vaksin Octagon... Mungkin dengan itu aku kelak akan berhasil memenangkan perhatian dan cinta Bu Guru Maharani!
***
Sementara belum ada seorangpun menyadari ketidakhadiran para remaja Delucas dan Orion-Maharani, keempatnya telah jauh meninggalkan garasi rahasia dan keluar lewat jalan kecil rahasia di sisi kompleks. Â Tak ada penerangan di jalan, mereka hanya bisa mengandalkan cahaya benda langit di malam cerah. Leon membonceng adiknya, Orion membonceng Rani. Sebenarnya Leon kurang suka jika Rani berdekatan dengan ayah sambungnya itu. Tetapi Grace dan Orion memang 'tak boleh sampai tahu' apa-apa. Jadi Leon untuk sementara hanya bisa pasrah.
Mereka mengemudikan sepeda motor beriringan dengan sorot lampu seminim mungkin agar tidak menarik perhatian siapa-siapa, walaupun kelihatannya secara harfiah memang tak ada seorangpun.
"Sekarang kita ke mana, Papa Orion? Langsung ke Chestertown?" tanya Leon.
"Kita ke mansion Brighton dulu, ingin memeriksa keadaan ibuku, Lady Magdalene! Kalian keberatan?"
"Oh, tidak! Kami setuju-setuju saja!" Grace mengiyakan.
"Ya, setidaknya akan lebih lega bagi kita jika tahu Lady Mag baik-baik saja!" Rani menyetujui. Tanpa sadar sedari tadi ia merengkuh pinggul Orion sambil menempelkan dadanya ke punggung pemuda itu. Syukurlah kedua remaja Delucas sedang tak menghiraukannya. Mereka terlalu tegang.
Beberapa belokan lagi mereka akan tiba di kompleks Brighton.
Tetiba Orion memelankan sepeda motornya. Leon buru-buru mengikuti tindakan sang ayah sambung.
"Ada apa?" bisik Rani.
"Ya, adakah sesuatu... di ujung sana?"
"Ssttt..." Orion memberi isyarat lalu menunjuk jauh ke depan sambil memadamkan lampu motor....
"Oh, shi... Goddamnit!" Leon memandang ke mana telunjuk Orion mengarah dan merutuk sambil menahan mati-matian agar suara makiannya tak terlalu keras.
Tak perlu banyak penerangan sebab area jalan raya sepi yang mereka akan lalui adalah tanah terbuka, tak terhalang pepohonan dan bangunan apapun.
Beberapa sosok manusia tampak sedang 'menunggu' di sana. Tua muda, pria dan wanita. Mereka berdiri di pinggir dan di tengah jalan seolah-olah tak peduli.
Rani menyipitkan mata, "Tengah malam begini? Keluarga survivor menunggu atau mencari pertolongan, ataukah...?"
(bersambung)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI