Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 83)

2 Mei 2023   14:21 Diperbarui: 2 Mei 2023   14:34 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam turun semakin larut. Semua kegiatan check-in para tamu bawaan Edward Bennet masih berlangsung, terpusat di lahan kosong kompleks Delucas. Lady Rosemary masih memantau semuanya dari kejauhan. Perutnya terasa semakin lapar, namun kekerasan hati masih menghalanginya untuk berangkat ke ruang makan main mansion mendahului dokter Kenneth.


Harus kupastikan mereka semua masuk ke dalam lalu kukurung baik-baik hingga tak ada orang yang bisa keluar atau masuk! Aku tak ingin ada satupun dari orang-orang ini berjumpa dengan orang kompleks, apalagi keluargaku dan Orion! Sial betul, padahal malam ini aku ingin menikmati makan malam bersamanya dan juga malam pertama yang tak pernah ada! rutuk sang wanita penguasa dalam hati.


"Maaf, Rose, sebelumnya kuberitahukan, setelah ini akan akan cukup lama berada di Lab Barn untuk memantau semua 'spesimen reanimasi' alias zombie baru yang kita dapatkan!" Kenneth di sisinya memecah lamunan.


"Oh, tentu saja tak apa-apa, itu urusan pekerjaanmu! Urusan pentingku saat ini hanya si pendeta ini! Aku ingin mereka semua tiba dengan 'selamat' berada di dalam hingga aku bisa merasa tenang dan menikmati sisa hari hingga pagi dengan tenang bersama Orion..."


Kenneth mendeham, lalu memberi saran yang sudah lama ia ingin utarakan, "Sepertinya jika ada sang pendeta yang menikahkan kalian di sini, kalian bisa berkonsultasi kepada Rev. Edward Bennet bagaimana cara memulai pernikahan yang baik. Kalian belum lama kenal, bukan? Mungkin jarak usia yang cukup jauh menjadi penghalang bagi Orion untuk mencintaimu secara tulus. Kau juga hanya mengenalnya selama beberapa hari sebelum memutuskan akan menikahinya. Ada baiknya kalian berusaha..."


"Benar juga. Sayangnya, itu hal yang sangat tak mungkin!" Rose tertawa gelisah, lalu segera terdiam karena sadar Kenneth juga tak boleh dijadikan tempat curahan hati.


Kenneth semakin hari semakin bertambah curiga. Hubungan tak mesra antara Edward Bennet dan Rose ini sungguh amat ganjil. Namun hal itu belum terlalu mengganggunya. Ia masih berusaha keras untuk fokus pada semua eksperimen menarik yang menunggu di depan mata; zombie Russell, 'rekan-rekan sependeritaannya' dan tentu saja usaha pribadi mendekati Maharani Cempaka, yang saat ini belum bisa ia lakukan!


Memikirkan Leon yang belakangan semakin menunjukkan gelagat tertentu juga membuat Kenneth kesal. Bocah itu mungkin juga suka kepada Maharani.


Ah, untuk sementara biarkanlah. Kupastikan Rani takkan jatuh ke tangan siapa-siapa. Akulah yang akhirnya akan berhasil memikat hatinya!


***


Sementara di dalam lahan kosong luas itu, selain beberapa tenda darurat alias kamp yang telah berdiri, bus-bus para tamu terparkir di lahan dekat hutan belantara. Beberapa bagasi telah diturunkan dan dibongkar, sementara banyak yang masih dibiarkan.
Semula tak ada pergerakan berarti di bagian tersunyi kamp Edward Bennet itu. Tetiba ada sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang, yang bergerak-gerak dalam kegelapan.


Sosok penyelundup tak terdeteksi yang lolos dari kontrol penjaga kompleks!


Ia belum berubah menjadi zombie sempurna. Lebih tepatnya, ia belum lama terinfeksi. Sosok manusia yang belum mati! Itulah sebabnya ia masih memiliki sebetik kesadaran dan bisa bersembunyi hingga tak tertangkap dan tak bergabung dalam kerangkeng. Ia pun lolos dari sekapan, tak ikut masuk dalam 'penjara' Lab Barn!


Sebenarnya ada misi yang ia emban. Sosok misterius itu tak datang tanpa alasan. Aku harus melakukannya sebelum terlambat! Aku harus bisa bertemu dengan Orion Brighton, bagaimanapun caranya! Sebelum aku mati, aku harus...


***


Orion dan Rani nyaris terlelap bersama jika saja ponsel sang istri tak berbunyi. Alarm yang ia pasang pada pukul setengah dua belas malam itu mendendangkan sebuah ringtone lembut sebagai pengingat bahwa pertemuan intim mereka harus diakhiri.
Keduanya yang masih berpelukan, bercengkerama di ranjang segera menegakkan diri walau malas.


"Astaga, waktunya hampir tiba. Apa sebaiknya kita segera ke perpustakaan sendiri-sendiri?" Rani terburu-buru bangkit mengumpulkan satu persatu busananya kembali, mengenakan yang terpenting dulu sekadar agar mata Orion tak selalu mengembara di sana.


"Ya, kita berangkat dan kembali sesegera mungkin seperti malam pernikahan kita. By the way, kita harus bisa sekalian mampir menemui ibuku dan Reverend James untuk mengambil surat resmi kita!"


"Bersama Leon dan Grace? Mereka akan tahu semua rahasia kita!"


"Nanti kita pikirkan bagaimana caranya bisa menyelinap atau 'meninggalkan' mereka berdua, berpisah untuk sementara!"
Keduanya merasa segan harus mengakhiri malam itu. Apalagi Orion yang belum juga mau beranjak dari ranjang.


"Apa perlu aku yang memakaikan pakaianmu?" sindir Rani sambil memandang tubuh setengah polos suaminya yang langsing atletis dan tegap, hanya tertutup selimut dari perut ke bawah menyandar santai bertumpu lengan pada divan.


"Boleh saja, I'm your baby anyway..." jawab pemuda itu dengan suara maskulin rendah setengah menantang.


"Uh, kau ini sungguh pengantin pria yang menyebalkan..." Rani yang hingga saat ini masih begitu terpesona dengan hipnotiknya tubuh Orion selalu jengah tersipu-sipu saat membayangkan, apalagi memandang sendiri, "ayolah, jangan membuatku terlalu kecanduan dirimu!"


Orion tersenyum simpul, bibir tipisnya selalu berhasil memikat pandang, mengundang kecup. "Bagaimana jika satu kali lagi?"
"Satu kali lagi?" rona di pipi Rani semakin merah saja, "What do you mean?"


"Hanya ingin  memberimu 'kenikmatan kecil' sebelum kita berangkat. Let's do it one more time..."

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun