Sementara di dalam lahan kosong luas itu, selain beberapa tenda darurat alias kamp yang telah berdiri, bus-bus para tamu terparkir di lahan dekat hutan belantara. Beberapa bagasi telah diturunkan dan dibongkar, sementara banyak yang masih dibiarkan.
Semula tak ada pergerakan berarti di bagian tersunyi kamp Edward Bennet itu. Tetiba ada sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang, yang bergerak-gerak dalam kegelapan.
Sosok penyelundup tak terdeteksi yang lolos dari kontrol penjaga kompleks!
Ia belum berubah menjadi zombie sempurna. Lebih tepatnya, ia belum lama terinfeksi. Sosok manusia yang belum mati! Itulah sebabnya ia masih memiliki sebetik kesadaran dan bisa bersembunyi hingga tak tertangkap dan tak bergabung dalam kerangkeng. Ia pun lolos dari sekapan, tak ikut masuk dalam 'penjara' Lab Barn!
Sebenarnya ada misi yang ia emban. Sosok misterius itu tak datang tanpa alasan. Aku harus melakukannya sebelum terlambat! Aku harus bisa bertemu dengan Orion Brighton, bagaimanapun caranya! Sebelum aku mati, aku harus...
***
Orion dan Rani nyaris terlelap bersama jika saja ponsel sang istri tak berbunyi. Alarm yang ia pasang pada pukul setengah dua belas malam itu mendendangkan sebuah ringtone lembut sebagai pengingat bahwa pertemuan intim mereka harus diakhiri.
Keduanya yang masih berpelukan, bercengkerama di ranjang segera menegakkan diri walau malas.
"Astaga, waktunya hampir tiba. Apa sebaiknya kita segera ke perpustakaan sendiri-sendiri?" Rani terburu-buru bangkit mengumpulkan satu persatu busananya kembali, mengenakan yang terpenting dulu sekadar agar mata Orion tak selalu mengembara di sana.
"Ya, kita berangkat dan kembali sesegera mungkin seperti malam pernikahan kita. By the way, kita harus bisa sekalian mampir menemui ibuku dan Reverend James untuk mengambil surat resmi kita!"
"Bersama Leon dan Grace? Mereka akan tahu semua rahasia kita!"
"Nanti kita pikirkan bagaimana caranya bisa menyelinap atau 'meninggalkan' mereka berdua, berpisah untuk sementara!"
Keduanya merasa segan harus mengakhiri malam itu. Apalagi Orion yang belum juga mau beranjak dari ranjang.
"Apa perlu aku yang memakaikan pakaianmu?" sindir Rani sambil memandang tubuh setengah polos suaminya yang langsing atletis dan tegap, hanya tertutup selimut dari perut ke bawah menyandar santai bertumpu lengan pada divan.