Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 82)

2 Mei 2023   10:41 Diperbarui: 2 Mei 2023   10:57 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain karya pribadi

"Si-si-siapa di luar sana?" sekali lagi Rani memanggil.

Lama tak ada yang menyahut. Ia mulai merasa khawatir. Apakah ada CCTV di ruang makan? Apakah Lady Rose maupun dokter Kenneth sudah mendengarkan semua yang Leon rencanakan? Apakah ia akan 'ditangkap'?

"It's me..."

Suara itu! Mendengarnya, jantung Rani melonjak kegirangan tanpa diminta. Ia sudah sangat merindukannya walau baru beberapa saat lalu 'bertemu'.

"O-o-orion?"

"Ya, ayo cepat buka, sebelum ada orang lain yang lewat!"

Energi Rani seakan pulih seketika tanpa perlu asupan vitamin atau istirahat. Tanpa berpikir panjang ia berlari kecil ke pintu.

Wajah tampan yang ia rindukan muncul menyapa walau tertutup sebentuk masker.

"Ayo, cepat masuk."

Orion masuk, ia kelihatan girang bisa tiba dengan selamat di paviliun Rani. "Aku beruntung, sepertinya kegiatan di lahan kosong belum lagi selesai, semua orang pasti masih berada di sana memantau kedatangan para tamu misterius."

Rani bergegas menutup dan mengunci pintu. "Tetapi beberapa jam lagi kita harus berkumpul dengan Leon dan Grace! Untuk apa kau datang kemari dulu? Nanti jika Lady Rose selesai dan ia datang ke main mansion mencarimu, bagaimana?"

Mendengar nama Leon, air muka Orion spontan berubah. Ia mendekat, melepas maskernya. Bibir pria muda yang tipis itu tak pernah berhenti menggoda mata Rani. Tetapi ia mengucapkan hal yang sangat berbeda dengan ekspresi kerinduan sebelumnya, "Sejujurnya, aku kemari juga ingin bertanya langsung. Jujurlah kepadaku, sebenarnya ada apa antara kau dan Leon? Ada janji apa, makan siang berdua atau hal apa yang telah terjadi di antara kalian?" tanya Orion sambil memalangkan lengan rampingnya di pintu. Matanya tajam mengunci, setengah mengintimidasi, "Apa saja yang kalian telah perbuat sementara aku diisolasi?"

"Uh... aku..." Rani merasa jengah, sekaligus enggan walau begitu ingin merangkul suami rahasianya itu, "kelihatannya anak itu suka kepadaku, kau tahu, semacam crush barangkali. Aku tak ingin terlalu dekat dengannya. Apalagi ia lebih cocok jadi adikku..." aku sang istri 'kedua' yang merasa tak berdaya. Jelas-jelas, Orion cemburu. Kini ia tegas menuntut agar Rani mengaku.

"Kau suka kepada bocah usia belasan itu?" suara Orion baru kali ini kedengaran begitu parau dan dingin, "Apa kau diam-diam berharap agar bisa lepas dariku dengan perantaraannya? Apakah kau diam-diam telah menyukainya? How deep is your love to me?"

Rani bertambah takut sekaligus merasa bersalah, walau semua yang Orion tanyakan (atau tuduhkan!) itu tidak benar. "Orion," akhirnya ia menekan dada pemuda itu agar tidak terlalu dekat dengan tubuhnya, "kau tahu, aku belum pernah mencintai siapa-siapa sebelumnya... selain dirimu. 24 tahun aku terlahir di dunia ini, tak pernah berpacaran, malah dirimu, seorang bangsawan asing, 'suami seseorang' yang pertama hatiku pilih. Mana mungkin baru sehari kita berpisah, aku sudah beralih hati sedemikian cepatnya? Aku setuju menikah denganmu juga karena cinta. Cinta yang tak kuinginkan, yang bagi mereka 'terlarang' dan harus kita tetap rahasiakan!"

Orion diam merenung, walau berat baginya, ia merasa 'istri kedua' dan sejatinya ini jujur. Dirinya sendiri yang terlalu terbakar kecemburuan tak beralasan!

"Kau sendiri juga masih berstatus suami Lady Rose. Aku tak bisa berkata bahwa aku sama sekali tak cemburu, meski aku percaya kau berusaha keras menghindarinya..." lirih Rani, tak berani lebih dalam memicu amarah Orion.

"Aku juga tak ingin kau, istriku yang sesungguhnya, dipermainkan 'keluarga'-ku sendiri! Akan kutemukan cara agar kita bisa bebas dari sini sesegera mungkin dan hidup tanpa keresahan..."

"Di tengah pandemi mayat hidup saat ini, yang jauh lebih parah daripada Hexa-19? Kita tak bisa lepas begitu saja dari Delucas. Kita harus bersabar dan mengikuti permainan. Maaf jika tindakanku menyakiti hatimu. Kau berhak untuk marah, Orion. Hukum saja aku!"

Orion menarik napas perlahan-lahan dan mengembuskannya. Memang belum bisa. Hidup di luar kompleks Delucas bagaikan ikan-ikan hias yang nekat keluar dari dalam akuarium. Setidaknya hingga saat ini.

"Tidak! Maafkanlah aku. Kau tak bersalah, Sayang. Aku percaya kau jujur. Soal Leon, lupakanlah. Kita saling percaya saja."

Pemuda itu melunak. Diraihnya dan dikecupnya kening Rani berkali-kali. Tentu saja sang istri tak mengelak. 

"Maafkan aku juga, tapi terus terang, aku suka kau cemburu. Aku merasa dicintai."

"Aku pria posesif."

"Kurasa aku juga demikian," Rani berubah liar. Didorongnya sedikit dada Orion dan diraihnya dagu terbelah sang bangsawan tampan dengan kedua tangannya, "semua ini gara-gara dirimu. You've made me so crazy and wild. You've unleashed the beast within me!"

"Kalau begitu, ayo kita lakukan..." bisik Orion dengan suara basnya nan menggoda.

"Kita perlu 'karet pengaman'. Aku tak mau sampai kebobolan."

"Nanti kita cari di Chestertown!"

Tiba-tiba saja keduanya sudah berada di atas ranjang Rani yang kini terasa sempit. Semua yang mereka kenakan di tubuh tak lama kemudian berjatuhan di atas karpet lantai. Saling menelusuri tanpa ada batasnya, semua mimpi terindah Rani kini menjadi kenyataan.

"Orion, kau ini sungguh seorang suami yang menyebalkan! Ibarat murid nakal mengesalkan gurunya sendiri!" Rani di bawah tampak kesal setelah ronde pertama mereka berakhir.

"Eh, why did you say that?" Orion tersenyum sebegitu jantan tapi juga sangat manis dan nakal, masih belum melepaskan Rani dari dekapannya.

"Karena kau membuatku begitu dalam ketagihan dirimu! Kau tahu, kita tak bisa sembunyi-sembunyi begini setiap malam."

Orion tetiba meraih pinggul polos Rani dan membalikkan tubuhnya hingga mereka bertukar posisi, "Kalau begitu, silakan, Bu Guru, hukumlah murid nakalmu ini sepuasnya. Berilah aku seluruh tanda merah cintamu!"

(bersambung)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun