Terkenang semua yang ia katakan pada saat Keluarga Hartono hendak berangkat berlibur bersama ke luar kota. Pak Setyo seperti yang sudah sering ia lakukan akan menyopiri mobil SUV keluarga itu. Tadinya ia hendak berangkat sendiri, 'toh perjalanan ke luar kota seperti itu sudah biasa ia jalani. Namun liburan kali ini Keluarga Hartono menawarkan agar Bu Setyo dan Fatima turut serta.
Tadinya Bu Setyo merasa tidak enak, ia khawatir jika keberadaan dirinya dan Fatima malah akan merepotkan Keluarga Hartono. Namun Yemima dengan setengah merengek merayu-rayu Fatima untuk ikut, "Ayolah, katamu kita bersahabat untuk selamanya, keberadaanmu malah akan menjadi teman bagiku. Kami tidak keberatan, masih ada banyak tempat dalam mobil, kok. Nanti di sana kalian boleh beribadah seperti biasa. Jika jalan-jalan atau makan-makan, kalian bebas juga mau ikut kami atau bepergian sendiri. Kalian juga bisa pulang mudik setelah acara ini, kita bisa sama-sama berkunjung ke desamu. Pokoknya pasti seru. Ayolah, setahun sekali saja! Mau ya, ya?"
Akhirnya Fatima jadi ingin juga, apalagi selama ini keluarganya jarang sekali punya kesempatan berlibur. "Boleh juga, yuk, kapan lagi, Yah, Bu? Boleh ya? Asyik! Nanti kita main sama-sama, naik kuda, memetik sayur dan strawberi! Apalagi bisa sambil mudik juga."
Pak dan Bu Setyo setuju dan tak lupa berterima kasih kepada majikan mereka, "Terima kasih banyak, Pak, Bu Hartono. Kami setuju. Syukurlah, semoga kita semua selalu diberi berkah dan kelancaran."
"Amin, Tuhan memberkati."
Akhirnya Fatima dan ibunya jadi ikut serta. Suasana pada pagi hari keberangkatan itu sangat cerah dan ceria. Pak Setyo duduk di belakang kemudi, Pak Hartono di jok penumpang depan tepat di sisinya, sedangkan para wanita duduk bersama-sama di jok belakang. Semua perlengkapan liburan; koper-koper pakaian, perbekalan piknik, alat ibadah keluarga Setyo sudah tersusun rapi di bagasi.
Jalan tol yang mereka lalui masih sepi, belum deras arus mudik. Pak Hartono memang sudah mengambil waktu liburan agak jauh sebelum hari-hari di mana arus mudik membuat jalan antar kota macet.
"Ayah, awas!"
"Astagafirullah!"
Fatima tak sanggup mengingat momen-momen di mana ayahnya berusaha keras mengerem laju kendaraan saat detik-detik bencana itu tiba. Rem mobil SUV cukup pakem, akan tetapi jarak antara kendaraan-kendaraan yang berada di depan mereka semakin dekat. Kecelakaan tragis tak terhindarkan. Terjadi tabrak-menabrak beruntun yang disebabkan kendaraan terdepan mendadak tergelincir akibat genangan oli. Keluarga Hartono dan Fatimah hanya mengalami luka-luka ringan, akan tetapi nyawa Pak dan Bu Setyo tak mampu diselamatkan. Setelah beberapa hari dirawat, mereka pergi menjelang hari raya Idul Fitri.
Bagaimana mungkin Fatimah bisa lupa? "Seandainya aku tak jadi ikut, mungkin aku dan Ibu menjaga rumah saja, apakah Ayah juga akan..." Fatima sering sekali menyalahkan dirinya sendiri. Andai saja waktu bisa diputar balik, mungkin Ramadan ini...