Manusiyes, eh, manusia, memang si makhluk berakal budi paling banyak maunya. Kok bisa gagal dalam percintaan ya, padahal udah bucin sampe ke ubun-ubun? Udah lebih romantis dan dramatis daripada sinetron, nopel onlen dan Drakor-Drachin?
Cek aja acara gosip, makin digosok makin sip. Hampir semua konten tentang putus nyambung dan nikah cerainya publik figur. Padahal namanya publik figur, jujurly sering dijadikan figur idola dan panutan, lho.
Udah sibuk wefie sambil traveling healing sana-sini, mejeng manis di medsos, video konten ailapyu ailapyutu, di-like lope followers berlaksa-laksa, eh, putus juga, cerai juga. Udah nikah kek, masih pacaran kek, jadian putus nyambung kok mudah banget kayak listrik.
Banyak yang malah udah punya buntut alias anak. Ang Ribet kasihan banget sama anak-anak mereka. Korban perasaan ortu yang rata-rata alasannya klise; gak cucok meong lagi, gak jodoh lagi, pret!
Kira-kira menurut analisa kepo Ang Ribet, kenapa eh kenapa ya bisa begitu?
1. Motivasi percintaan sedari awal yang udah kurang tulus. Entah salah satu atau dua-duanya, entah gelap-gelapan atau terang-terangan.
Kok bisa? Tentu saja. Banyak wanita yang masih menganggap bahwa dirinya sendiri adalah aset, pihak yang harus diempani dan dipelihara (memangnya burung?). Padahal sebenarnya, motivasi sedemikian adalah motivasi yang terlalu rendah.
Lalu pria yang masih menganggap bahwa wanita mudah didapat hanya dengan harta dan tahta. Manner dan kebaikan jadi nomor sekian. Jadilah mereka flexing dengan harapan akan dilirik wanita, dikejar dan dipuja.
Milikilah motivasi cinta yang murni. Belum merasa ada chemistry? Jangan jadian-lah, temanan dulu aja.
2. Rasa bosan yang mudah melanda. Dikit-dikit udahan karena alasannya di luar sana ada yang lain atau ketemu yang jauh lebih baik. Eh, mana janji setianya?
Apalagi jika udah nikah. Jika dulu merasa bosanan, lebih baik jika tidak buru-buru dijadikan ikatan kangkung, eh, cinta. Putus nyambung juga bukan cara elegan. Dikit-dikit ucap ancam cerai juga bukan solusi.
Mantapkan pilihan dan pertahankan. Miliki dan hargailah komitmen dan devosi.
3. Rasa ingin membetulkan apa saja kekurangan atau kelemahan yang ada pada pasangan. Ingin atau berusaha keras mengajari, memperbaiki, mengoreksi.
"Gini dong, gitu dong, kamu salah, yang betul yang begini!" dan lain sebagainyaÂ
Padahal pasangan adalah pasangan dan dirinya adalah dirinya sendiri. Kita tak bisa mengubah dirinya menjadi seperti  kita dan ia tak bisa mengubah diri kita menjadi dirinya.
Pasangan kita sudah dari sananya kita pilih, dan ia ada untuk melengkapi kita. Bukan untuk menjadi murid kita.
Anyway ini adalah semata-mata pendapat dan opini pribadi. Silakan jadikan renungan dan refleksikan dalam hidup kita masing-masing.
Salam sayang, Ang Ribet.