Orion sebenarnya ingin sekali keluar sendiri dari ruangan isolasinya untuk melihat apa yang terjadi. Lebih dari itu, sesungguhnya ia ingin juga mencari Rani yang kini pergi entah ke mana! Sayangnya, waktunya tak cukup. Walau pintunya tak terkunci, ia sadar akan segera ada petugas yang lewat memeriksa.
Semoga Rani tak tersesat di dalam sini dan segera kembali ke main mansion! Tempat ini tak seaman kelihatannya! harap Orion, Semoga Russell... entahlah, sungguh malang, ia tak mungkin baik-baik saja atau sembuh. Hanya bisa berharap semoga tak terjadi hal yang lebih buruk! Walaupun mungkin sekali kini ada hal yang jauh lebih buruk dari kematian!
Orion tahu pasti Kenneth ingin sekali, atau lebih tepatnya, sangat berambisi untuk meneliti virus Octagon. Tetapi Orion tak suka bila dokter itu mulai bertindak semaunya!
Anyway, there's nothing I can do right now. Kuharap dokter muda sok tampan itu tak bertindak ceroboh, apalagi sampai berani mendekati Rani...
***
Sementara itu dokter Kenneth dan staf alias asistennya masih berada di depan ruangan Russell. Stafnya masih ragu-ragu, ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini. Meskipun telah mengenakan busana berprotokol kesehatan ketat, ia juga telah dipersenjatai dengan sepucuk pistol. Tanpa sadar, tangannya yang bersarung masuk ke dalam saku dan menggenggam erat hulu senjata itu. Namun dokter Kenneth segera mewanti-wanti, "Jangan sekali-kali melukai atau menembak kepala korban reanimasi pertama kita. Ia harus tetap hidup demi menjadi objek penelitian kita bersama!"
"Ba-ba-baiklah!"
"Are you ready? It's now or never!" Kedua tenaga medis itu masuk.
Di dalam, mereka segera bersiaga penuh menghadapi sosok pasien yang tadi sudah dilihat Maharani.
"Russell!" dokter Kenneth menyapanya. Wajahnya sama sekali tak menyiratkan ketakutan. Walau sorot matanya terlihat prihatin atas kematian pasien itu, tak bisa dipungkiri bahwa ia juga takjub.
Russell masih tetap berwujud seperti Russell 'yang dulu'. Sayangnya, rohnya telah pergi dan takkan pernah kembali lagi. Kini entah kekuatan apa yang mengendalikannya, atau lebih tepatnya, merasukinya. Ia masih bergerak-gerak gelisah, terduduk sambil meraung-raung. Antara marah dan putus asa, meski tanpa emosi.
"Well, Russell, kuharap Anda tak keberatan. Tenang saja. Kami takkan menyakiti Anda!"
Kenneth datang mendekat, diinstruksikannya 'si asisten' untuk mencengkeram lengan Russell yang tersisa erat-erat sementara ia sendiri berusaha mengecek suhu dahi Russell dengan thermo gun kemudian lanjut mengambil sampel darah.
"Temperatur objek reanimasi 90 derajat Fahrenheit dan kelihatannya semakin rendah. Well, kita maklum, ia sudah mati. Sekarang tiba saatnya untuk mengambil sampel darahnya." Kenneth menyiapkan suntikan kosong baru dan sebuah ampul.
"Dokter!" si Asisten tampaknya tak tahan lagi. Russell tampak semakin gelisah dan semakin kuat memberontak. Belenggu dan rantai yang menahannya sewaktu-waktu akan lepas! "Bagaimana ini? Tenaga objek reanimasi ini sungguh kuat sekali! Aku, aku, aku hampir tak sanggup menahannya!
"Tahan! Beberapa detik lagi saja!" Kenneth sudah menancapkan jarum suntiknya pada sebelah lengan atas Russell yang tersisa dan sedang menghisap keluar cairan menghitam serupa darah kental. Tindakan itu tentunya tak menyakitkan lagi bagi Russell, namun pasien yang sudah tiada ini tiba-tiba...
"Ahhhh! Ti-ti-tidaaak! Lep-lep-lepaskan... a... ku!" Asisten Kenneth tetiba tercekik! Tangan Russell berhasil mencapai lehernya, nyaris menyentakkan bagian penutup kepala baju hazmat-nya! Pria malang itu megap-megap berusaha melawan dengan kedua tangannya.
Kenneth bergeming, ia tak peduli pada si asisten. Diselesaikannya tugas memenuhi ampul sampel darah dan mengantunginya. Namun ia kelihatan gusar saat si asisten mulai meraih pistol dan mencoba membidik kepala Russell!
"Apa yang kau lakukan? Hentikan!" dokter itu segera menubruk tubuh asistennya, menyebabkan mereka berdua terjatuh ke lantai. Untungnya pistol itu belum sempat meletus. Namun Kenneth ternyata tak melakukan itu untuk menyelamatkan anak buahnya, melainkan...
"Jangan coba-coba menewaskan objek penelitianku! Jika terjadi sesuatu pada zombie Russell, apa bedanya dia dengan dua mayat yang sudah ada kemarin? Jika ia sampai mati untuk kedua kalinya, mungkin kau sendiri yang harus menanggung akibatnya! Kau akan kutularkan Octagon dan jadi pahlawan berikutnya! Camkanlah itu!"
***
Sementara itu, Rani ternyata tak langsung pulang ke main mansion. Ia malas menemui Leon, walau waktu mungkin hampir pukul sepuluh. Lampu Lab Barn masih padam, jadi Rani tak bisa melihat arlojinya maupun jam dinding. Â
Rani tadinya ingin melapor, sayangnya tak ada seorangpun petugas di lorong manapun. Rasa penasarannya sendiri menuntun langkahnya entah ke mana. Bukannya keluar, malah semakin dalam ia tersesat di dalam kerumitan Lab Barn. Hingga ia tiba di ruangan terdalam, bagian terpenting dari semuanya. Mungkin inilah tempat tersembunyi yang takkan pernah diizinkan Kenneth untuk dimasuki siapapun termasuk keluarga Delucas!
Astaga. Ruangan apa ini? Sangat dingin dan gelap bagaikan freezer! Seram, aku ingin pergi saja, tapi juga penasaran.. Apa gerangan rahasia yang Kenneth simpan di dalam sana?
(bersambung)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H