Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 64)

7 Maret 2023   08:55 Diperbarui: 11 Maret 2023   22:21 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi desain pribadi

"Hah? Mengapa harus pergi berkuda bersama seorang Nona Maharani Cempaka, Tuan Muda Leon Delucas?" Rose hampir saja tertawa mendengar nama yang disebutkan putranya, "Dengar, ia mungkin ibu gurumu yang paling baik hati dan cantik, tetapi sungguh, ia jauh lebih cocok kau jadikan 'kakak'-mu saja daripada 'seseorang yang istimewa' itu. Mama tak ingin jika dalam masa-masa sulit seperti ini kau mulai berulah lagi dengan coba-coba mendekati wanita. Apalagi yang tujuh tahun lebih dewasa darimu!"

"Mama, aku..." wajah Leon memerah karena ibunya berhasil membaca tujuannya, namun ia segera mendapatkan jawaban bijak, "Nona Rani hanya sekadar menemaniku saja. Ia juga setuju. Apakah salah jika seorang guru bahasa bisa sedikit, sesekali saja, mendengarkan curahan hati muridnya sendiri? Dan well, mengapa hanya berdua? Karena aku tak begitu suka beramai-ramai. Mama tahu, aku anak baik, takkan berbuat macam-macam. Aku janji!"

"Hmmm... Baiklah. Namun kau harus tahu posisi dan kedudukanmu di sini, Young Man. Jika sampai terjadi keadaan darurat atau tetiba sesuatu menimpaku di kemudian hari, kau yang akan menggantikan posisiku. Jadi, jangan berbuat bodoh."

"Mama, what do you mean?" Leon merasa kalimat ibunya tak seperti biasanya.

Lady Rose hanya berdeham, "Well, siapa yang akan tahu, karena pandemi ini bukan wabah yang biasa-biasa saja, bahkan bisa lebih parah daripada Hexa-19! Kita tak tahu kejutan apa yang akan terjadi besok lusa, walaupun untuk sementara kurasa kita cukup aman berada di balik tembok tinggi dan pagar hidup kompleks Delucas!"

Leon mulai mencium ada suatu hal yang ibunya coba tutup-tutupi. Namun misteri Orion saja sudah cukup membuatnya galau, jadi kali ini ia tak ingin lagi membahas masalah lain. Saat ini ia sudah cukup gembira telah mengantungi izin untuk jalan-jalan bersama Maharani besok.

***

Sementara itu Kenneth dan kedua stafnya masih berusaha keras memperjuangkan nyawa Russell yang kembali kritis setelah nyaris 24 jam mengalami musibah. Mereka tentu tak tega membiarkan pasien itu meninggal dunia sebagai korban jiwa ketiga. Tetap saja, jauh dalam batin si dokter, ia begitu ingin tahu apa yang terjadi seandainya Russell mengalami reanimasi.

Dua zombie yang sudah 'kembali mati' memang menyumbangkan data yang lumayan demi penelitianku. Namun itu saja belum cukup. Betapa aku tak ingin jatuh lebih banyak korban. Tetapi dunia Ever butuh seorang pahlawan!

Sebentuk pemikiran yang sulit ia sangkal diam-diam terbetik, Jiwa Russell juga takkan bisa diselamatkan, virus itu sudah terlanjur menyebar ke seluruh tubuhnya. Yang bisa kita lakukan hanya menunggu Grim Reaper, Sang Pencabut Nyawa, melakukan tugas.

Tetiba ketiga tenaga medis itu dikejutkan oleh sirene darurat dan pengumuman dari speaker yang sudah terpasang di seluruh penjuru Lab Barn dan Kompleks Delucas.

"Perhatian! Warning! Tresspaser detected! Objek atau subjek tak dikenal mencoba masuk ke kompleks Delucas! Para penjaga diharap segera bersiaga dengan senjata api di setiap titik-titik pemantauan."

Diikuti seorang staf yang mendadak masuk ke ruang isolasi Russell. "Dokter Kenneth, maaf, tapi sesuatu atau seseorang tak dikenal terdeteksi di luar pagar kita. Tampaknya ia berbahaya! Kami sangat memerlukan instruksi Anda!"

"Oh, apa-apaan ini?" Kenneth merasa terganggu. Ia tak seberapa ingin meninggalkan pasien alias kelinci percobaan yang sedang ia tolong tetapi tampaknya kejadian di luar memerlukan tindakan segera.

"Kalian berdua rantai dan belenggu pasien ini baik-baik, lalu kita keluar dari sini, kita akan segera kembali!" titah Kenneth itu segera direspon oleh kedua stafnya. 

"Arrgh! Kalian bukannya mengobatiku atau mengakhiri hidupku saja, malah tambah menyiksaku dalam belitan rantai dan belenggu-belenggu ini! Bebaskan akuuu! Awas kalian semua!" maki Russell sambil meronta-ronta dengan sia-sia.

Sementara di sebelah, Orion yang baru saja terlelap beberapa saat saking lelahnya juga terjaga karena suara kencang sirene.

Ia berdiri, berjalan ke pintu ruang isolasi dan berusaha mendengar lewat telinga yang ia tempelkan pada daun pintu itu.

Ada apa? Kedengarannya langkah-langkah kaki berderap pergi keluar dari Lab Barn, apakah seluruh staf meninggalkan tempat ini? Kalau saja pintu ini tak terkunci. Aku ingin sekali keluar dari sini dan mencari tahu ada apa di luar sana! Pemuda itu tak mencemaskan dirinya sendiri. Ia jauh lebih khawatir kepada Maharani. Rani, aku belum dapat berbuat apa-apa saat ini, semoga kita berdua aman-aman saja! Tapi mengapa rasa penasaranku menjadi-jadi? Apakah di luar itu zombie atau manusia biasa? Mana mungkin terjadi seperti dalam khayalanku, seisi Chestertown berubah menjadi...

***

Ternyata tak seperti imajinasi Orion yang memang 'jalan', sosok di luar sana bukanlah zombie. Sebagian besar staf bermasker dan bersenjata apa saja bahkan bergegas pergi ke pintu gerbang, semua diminta bersiaga penuh.

Seisi Kompleks Delucas telah terjaga oleh suara sirene, termasuk Rani dan Grace. Wanita-wanita muda itu berkumpul di lobi utama main mansion, masih dalam kimono tidur dan piyama. "Astaga, ada apa? Mengapa semua orang tampak panik dan berlari ke gerbang kompleks?"

Lady Rose baru saja turun tangga utama bersama si sulung. Leon mengangkat bahu, "Entahlah, Ladies. Mama dan aku tadi sedang berada di, ehem, suatu tempat, lalu..."

"Tenang! Kalian semua tunggu saja di sini. Aku sendiri yang akan keluar menghadapinya. Aku tahu siapa itu!" Lady Rose bergegas menyambar sebuah jaket kulit dan keluar dengan Magnum tersembunyi dalam sakunya.

(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun