Tiba-tiba pintu ruang CCTV terbuka lebar-lebar. Maharani dan Leon berbarengan menoleh, tak menyangka dokter Kenneth akan ikut 'menyusul' hingga ke ruangan ini. Rani pun urung menjawab, Leon juga terpaksa harus bersabar, belum menerima info yang ia sangat ingin ketahui.
"Nona Rani, syukurlah kutemukan Anda! Aku mencari Anda kemana-mana, ternyata Anda dan Leon berada di sini. Aku ingin menyerahkan sepucuk senjata seperti yang Lady Rosemary miliki. Ia sendiri yang menugaskanku untuk menyampaikan benda ini, saat ini Rose sedang mengurus persiapan kamar isolasi mandiri sementara untuk Tuan Orion di Lab Barn." Kenneth mengeluarkan sesuatu sebesar genggaman yang terbungkus semacam sarung pelindung berbahan kulit dari saku jas putihnya, namun belum langsung menyerahkan kepada Rani.
Rani tersentak, Astaga, isolasi mandiri? Apakah telah terjadi sesuatu dengan Orion? Separah itukah kondisi suamiku? Hatinya gundah bertanya-tanya. Akan tetapi ia sadar, kedua pria di hadapannya tak boleh sampai bisa membaca perasaannya. Maka Rani berusaha keras untuk tetap tenang dan berkata, "Oh, begitu. Semoga Tuan Orion baik-baik saja. Mengenai senjata, aku selama ini tak terbiasa dan mungkin takkan pernah bisa menggunakan benda seperti itu, jadi kurasa belum perlu..."
Kenneth yang masih bermasker itu tak langsung bereaksi, diam-diam tersenyum. Ia tahu pasti Rani enggan menerima, "Nona Rani tak perlu berpikir jauh dulu, benda ini untuk bela diri saja, emergency use, sangat aman karena memiliki 'pelindung' jadi takkan bisa digunakan tanpa dikokang. We don't have to use this if we don't really need to. Or, being forced to..." dokter itu beralih sejenak ke Leon yang ketahuan sedang tak mengenakan masker, "Young Man, mask up! Kau sudah lihat sendiri di depan pagar kita, Octagon sudah begitu dekat. Siapapun bisa tertular, walaupun kita belum bersentuhan dengan dunia luar. Kita tak tahu apakah telah ada cara pencegahan yang lebih baik selain protokol kesehatan merepotkan ini karena belum ada yang kita bisa pelajari."
"Uh, ma-ma-maafkan aku!" Leon buru-buru mengenakan maskernya kembali.Â
Rani juga masih bersyal dan bermasker, menjaga agar tetap tertutup dan tak ingin sampai ada yang menyuruhnya membuka semua itu, terutama Kenneth. Ia hanya mengangguk-angguk saat akhirnya Kenneth menyerahkan benda yang ia sebut senjata. Dari wujudnya tampak jelas itu adalah sebuah pistol atau hand gun. Kecil saja, namun sudah cukup membuat jantung Rani kebat-kebit.
"Not yet loaded. Peluru ada di dalam kotak ini. Sebaiknya Anda memasukkan beberapa dulu. Nanti kuajarkan, walau aku bukan seorang polisi atau tentara!" Kenneth mencoba sedikit bercanda walaupun tidak lucu.
"Bagaimana denganku, Dok?" Leon memandangnya penuh harap, tampaknya ingin juga dihadiahi sepucuk senjata, "Usia 17 menjelang 18 sudah boleh, bukan?" Lalu ditambahkannya karena Kenneth lama diam saja, "Minggu depan aku berulang tahun!"
"Mungkin saja ibumu akan memberikanmu sebagai kado di peringatan hari lahirmu, Young Man. Tapi untuk sementara," santai bersahabat, Kenneth menepuk bahu Leon, "gunakan saja dulu bet kastimu atau semacamnya jika kau sampai bertemu seorang zombie, ya. Ingat, kelemahan mereka ada di kepala," Kenneth menunjuk pelipisnya sendiri, "jadi kalian semua harus ingat, jika sampai bertemu zombie jangan habiskan waktu atau amunisi yang berharga dengan hanya melukai kaki, tangan maupun menembak dada kiri atau jantung mereka. Semua itu sia-sia!" Kenneth memberi tabik dan kedip sebelah mata kepada Rani, "Baiklah, aku pergi ke Lab Barn dulu! Selamat sore, salam sehat!"
***