"Tolong sekarang juga matikan komputer itu, Leon! Terima kasih, tapi maaf, aku sedang tak ingin melihat kelanjutannya!" Grace yang biasanya cuek saat menikmati film horor atau thriller seseram apapun di FlixNet, kali ini 'menyerah' dengan pemandangan yang tak seberapa high definition alias jelas, namun tersaji begitu nyata. Melihat adegan darah sungguhan mengalir keluar perlahan-lahan dari balik pintu setengah tertutup, rasanya ingin dimuntahkannya saja semua sarapan pagi yang telah ia cerna.
Leon segera melakukannya. "Uh, maaf, Dik, bagaimanapun kita harus siap dengan semua kemungkinan yang terjadi. Ini kejadian sungguhan, betulan, pemerintah Everance, NHO dan Perserikatan Bangsa Ever kelihatannya belum membuka fakta ini. Kurasa bahkan takkan pernah akan tersiar di EverTV. Mereka akan menutup-nutupi sebisanya dengan lockdown total atau jangan-jangan mengadakan pembersihan massal! Ada baiknya jika semua orang di sini tahu. So we better take precautions!"
Grace sudah hendak keluar ruangan saat tiba-tiba Maharani muncul di muka pintu. Hampir saja mereka bertabrakan.
"Eh, ada apa ini, Grace? Are you okay? Kau kelihatan kurang sehat. Ada apa dengan adikmu, Leon?"  Rani memeluknya sejenak.
"Oh, good morning, Nona Rani! Aku baik-baik saja. Maaf, tadi aku hanya merasa agak shock dengan sesuatu!" Gadis itu tersipu-sipu dan kembali ke tempat semula, berusaha terlihat ceria.
"Oh, I hope you guys feel just fine. Maafkan juga keterlambatanku datang mengajar kalian pagi ini. Ayo kita belajar Bahasa Evernesia dulu, sejenak kita alihkan perhatian pada hal-hal yang positif dan berguna!" Rani duduk di sebuah kursi di hadapan meja panjang dan mulai membuka buku.
"Sure! Let's learn fun and easy second language Bahasa Evernesia!" Leon mencoba ceria, "Dan nanti kami akan tunjukkan juga 'beberapa hal seru dan mencengangkan' yang Nona Rani mungkin patut ketahui!"
"Leon, please stop for a while. Don't make her feel scared like I did!" peringat Grace.
Leon tak peduli dan melanjutkan, "Anyway Nona Rani lebih bisa dipercaya daripada semua orang di sini. Papa Orion juga sudah tahu sedikit-sedikit dan kita pasti akan beritahu lagi. Selain itu, ia juga secara tak sengaja sudah tahu sedikit tentang..."
"Uh, Tuan Orion tahu tentang apa?" Rani merasa hal ini ada hubungannya dengan perubahan sikap Orion tadi pagi.
"Hmmm, nanti saja, deh, Nona Rani! Kelihatannya 'sih seru, tapi sudahlah, aku sedang semangat belajar, tak ingin bergosip. Now, it's time to learn!" Leon hanya tersenyum penuh rahasia. Grace hendak menyikutnya lagi namun tak jadi, memutuskan untuk sejenak berdamai dahulu.
***
Orion sudah sangat ingin berangkat ke sebuah gereja kecil di Chestertown, di mana ia mungkin beruntung bisa mencari info tentang pendeta yang bertugas memberkati pernikahannya dengan Lady Rosemary Delucas. Pendeta utama di sana, Reverend James, pasti mengetahui sesuatu tentang sosok 'pendeta pengganti' ini. Sadar jika perhatian Lady Rose selalu tertuju kepadanya, pemuda itu harus menunggu momen yang tepat untuk pergi.
Rose, kau boleh melakukan apa saja terhadap diriku sebagai ganti hutang-hutang keluarga Brighton, keluarga almarhum ayah dan juga ibuku. Namun sayang, sedari awal sudah kuduga ada rahasia besar yang kau simpan seorang diri! Di satu sisi, perasaan cintaku terhadap Rani lahir di tengah kegalauan dan situasi dunia Ever yang tak menentu ini! Tak mungkin kusiksa hatinya dengan ketidakpastian, ia polos dan tak bersalah! Walau hubungan kami baru saja dimulai, aku akan berjuang untuk itu! Semua ini masih gelap, hubungan ini masih salah di mata semua orang, tetapi aku akan memperjuangkannya dengan segenap hati!
Orion memantau situasi sejenak. Lady Rose ternyata masih sibuk berdiskusi dengan dokter Kenneth di dekat kegiatan utama kompleks. Semua pegawai juga larut dalam tugas pembagian bantuan di gerbang utama.
Ya, mereka tak perlu tahu jika aku menyelinap sebentar dari gerbang belakang, pintu rahasia dekat garasi di mana kuparkirkan sepeda motor lamaku, bawaan dari rumah sendiri.
Orion merasa sedikit deg-degan. Ia tahu dan sadar jika istrinya bisa marah besar seandainya tahu suami keduanya ini pergi diam-diam tanpa izin. Tetapi ia sudah bertekad untuk pergi seorang diri dan kembali secepat mungkin!
Lagipula kali ini aku seorang diri. Maharani masih bersama anak-anak. Lebih aman dan tenang jika aku tak melibatkannya!
Dikenakannya busana bepergian; jaket tebal nan nyaman, sepatu santai yang pas untuk bermotor, serta tak lupa kacamata hitam.
***
Selain kegiatan di gerbang utama, ternyata beberapa kendaraan besar pengantar barang tiba di kediaman Delucas. Secepat kilat para penjaga membukakan salah satu pintu besar, lalu menutupnya lagi baik-baik setelah semua kendaraan masuk. Para pengantre bertanya-tanya, berkasak-kusuk antara mereka sendiri.
"Huh, apa gerangan yang mereka antarkan dalam truk dan mobil boks itu? Apakah selain membagikan stok pangan, mereka juga akan membagikan 'benda berharga' lain untuk kita?"
"Kurasa tidak. Keluarga Delucas takkan sebegitu berbaik hati kepada kita jika tak ada maunya."
"Jadi, kira-kira apa ya?"
"Kurasa mereka diam-diam tahu lebih banyak dari yang kita, masyarakat awam, ketahui."
***
Orion sudah berada di jalan tanah kecil nan sunyi di bagian lain perbukitan Chestertown. Ia mengendarai sendiri sepeda motor tua warisan almarhum ayahnya, satu-satunya kendaraan pribadinya sendiri yang ada di kediaman Delucas.
"Gereja Chestertown, Reverend James. Aku harus berhasil menemuinya hari ini juga!"
Tak lama, Orion tiba di Chestertown tepat pada waktu brunch. Biasanya kota kecil itu dipadati turis maupun warga yang duduk makan di kafe-kafe; menyesap secangkir kopi atau menikmati sepotong kue sambil berfoto ria atau membaca koran dan majalah. Lalu terdengar alunan musik dari jukebox tua maupun televisi yang dipasang pemilik usaha. Kadang lewat juga kereta-kereta kuda ala zaman dahulu, atraksi lokal yang diminati para turis untuk disewa berkeliling kota.
Namun suasana kali ini begitu sepi, lengang, nyaris hening. Orion sadar, sebagian penduduk memang berada di kompleks Delucas, masih mengantre jatah pangan. Keluarga mereka tentu menunggu di rumah. Rasa sepi ini menimbulkan perasaan ngeri yang tak beralasan. Orion berusaha untuk tak berpikiran negatif. Flash disk berisi foto-foto Rose dan 'sang pendeta pengganti' telah ia bawa dalam saku jaket.Â
"Semoga Reverend James ada di kantor gereja! Beliau pasti bisa memberikanku informasi yang kubutuhkan!"
(bersambung)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H