Leon mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Yang jelas beliau bukan pemuka agama yang biasa melayani atau memimpin kebaktian penghuni kompleks di sini. Natal, Paskah, kami selalu mengundang pengkhotbah lain, bukan pria ini."
"Aneh," Orion sebenarnya malas untuk membahas seseorang yang kemarin berdiri di depan altar dan memberikan pemberkatan kepada dirinya dan Lady Rose, "aku, walaupun hanya suami keduanya, sebenarnya berhak untuk tahu. Bahkan surat atau akte pernikahan kami saja aku tak pernah melihatnya."
"Barangkali masih diproses oleh orang ini, Papa Orion. Beliau mungkin dipanggil mama kami secara mendadak, karena yang biasa melayani, Reverend James, sedang tak ada di tempat!" Leon memberikan pendapat.
"Semakin bertambah aneh saja. Sepertinya ekspresi Rose terhadap pria ini dalam foto tak terkesan akrab. Sungguh, aku curiga, ada sesuatu yang mamamu coba sembunyikan, Leon! Surat yang mereka pegang bersama itu juga tak pernah ia ceritakan kepadaku. Aku memang tak patut tahu, tetapi, bagaimanapun juga, aku suaminya!" Orion malah jauh lebih tertarik kepada semua ini dibanding dengan zombie-zombie Leon.
"Anda bisa men-save semua dalam flash disk, kebetulan ada satu di sini!" Leon yang selalu tertarik memecahkan misteri-misteri kecil tentu saja suka membantu.
"Terima kasih, kupinjam dulu. Oh ya, Leon, kuminta kau jangan tanyakan apa-apa dulu kepada mamamu ya, biarkan aku menyelidiki semua ini sendiri terlebih dulu!"
"Baik. Aku berjanji, Papa Orion, I promise you, you can trust me! Oh ya, aku juga minta tolong, tentang semua foto dan video zombie ini juga mohon Papa rahasiakan dahulu kepada mama dan si dokter itu, ya. Aku khawatir mama takkan setuju pada pemakaian VPN-ku. Nona Rani sudah tahu, 'sih, aku dan Grace already showed all these secrets to her. I guess she got a little bit scared. Entah ia percaya atau tidak, hanya kuharap ia bisa menyimpan semua dengan baik juga."
Mendengar Leon menyebut nama gadis itu, Orion tersenyum kecil, nyaris lupa jika ia harus sangat merahasiakan hubungannya dengan Rani.
"Okay, I promise. Now let's try to sleep. Kita belum tahu apa yang akan terjadi besok pagi. Semoga ada perkembangan positif mengenai krisis yang terjadi di Pharez. Semoga zombie-zombie itu tertangkap..."
"Dan tertembak!" Leon menambahkan sambil berseru, walau saat ini canda itu sebenarnya tak terdengar lucu.
***
Keesokan paginya Rani terjaga di atas ranjang di paviliun, terkejut saat menatap alarm di ponselnya.
"Oh, tidak, aku kesiangan! Harus segera mandi lalu menuju main mansion untuk memulai tugas mengajar Leon dan Grace hari ini!"
Gadis itu segera melakukan ritual paginya, lalu bergegas keluar dari paviliun menuju main mansion pada pukul setengah delapan. Sambil berjalan, terlihat kesibukan yang tidak biasanya di sepanjang jalan utama kompleks Delucas.
"Good morning, Sir! Maaf mengganggu. Kelihatannya suasana pagi nan cerah ini sangat sibuk. What's going on today?" Maharani bertanya kepada Henry Westwood yang sedang mengawasi arus barang-barang yang keluar dari gudang. Sepertinya berbotol-botol susu segar, kemasan-kemasan mentega, keju, buah, dan masih banyak lagi telah dibentuk seperti paket family pack, dibawa oleh para pegawai menuju gerbang utama.
"Selamat pagi juga, Nona! Atas titah Lady Rose, kami ingin mengadakan pembagian bantuan kepada warga Chestertown, seberapa yang kami bisa!"
"Oh, alangkah mulianya hati beliau!"
Mendekat sejenak, pria setengah baya itu berbisik sambil menutupkan tangan sedikit di sisi mulutnya, Â "Sesungguhnya ini semua atas anjuran Tuan Orion. Nyonya kami tak pernah sebaik hati itu, sebaliknya, beliau sedikit pelit. Uh, maafkan curahan hati saya ini, Nona. Just forget it!" Henry tertawa kecil, "Maaf, aku tinggal dulu, Nyonya Besar bisa marah jika melihatku terlalu santai di sini!"
"Baiklah, selamat bekerja, Tuan Henry!" Rani bergegas menuju main mansion dan hendak membuka pintu.
Uh, sudah setengah terbuka! Ada seseorang di sana!
Ternyata Lady Rose sedang berada di ruang depan, membelakangi pintu, berbicara lewat ponsel kepada seseorang di ujung sana, "Jangan jual lagi kepada warga kota! Kirimkan saja semua yang ada pada Anda beserta amunisi sebanyak-banyaknya, jangan pikirkan harganya, akan kutransfer saat ini juga!"
Sepertinya pembicaraan yang serius. Amunisi? Astaga... Tenggorokan Rani tercekat.
Lady Rose berbalik, "Oh, Nona Cempaka, selamat datang kembali!" Ia berusaha terlihat tenang dan anggun seolah tak terjadi apa-apa, "Well, kelihatannya kau sedikit kesiangan hari ini, tapi tak apa-apa, take your time. Silakan sarapan di dapur kami bersama Leon dan Grace! Aku nanti saja, masih harus mengurus banyak hal penting atas anjuran dokter Kenneth!"
"Ba-ba-baiklah! Maafkan aku dan terima kasih banyak!" Gugup Rani, segera menuju dapur, masih banyak pertanyaan bergelantungan di benaknya, Jangan-jangan, seperti kata Leon, kami harus siap menghadapi krisis virus Octagon yang memerlukan tak hanya protokol kesehatan belaka, namun juga senjata?
Rani tak ingin membayangkan semua adegan tembak-menembak itu dahulu, berharap takkan terjadi dan hanya akan menjadi kisah fiksi.
"Selamat pagi, Nona Rani!"
Sapaan ramah itu membuat sang guru jengah seketika. Hanya ada Orion di meja makan bersama aneka hidangan pagi hangat yang selalu tersedia berlimpah-limpah.
"Selamat pagi, Orion. By the way, di mana Leon dan Grace?"
"Mereka sedang memantau situasi dunia terkini di depan komputer di ruang perpustakaan. Kita hanya berdua saja di sini untuk sementara."
Mendengar perkataan Orion itu, pipi Rani memerah. "Oh, baiklah. Mereka remaja yang sangat cerdas dan penuh rasa ingin tahu."
"Ayo kita duduk dan makan sarapanmu dulu sebelum kau berangkat mengajar. Nanti kau lapar."
Sementara Rani makan, Orion di sisinya mengawasinya dengan mata cokelat yang gelisah. Pemuda itu tak serileks biasanya, walau tentu saja masih sangat manis dan mesra. Sesekali ditatapnya pintu, berharap tak ada orang yang akan segera masuk.
"Ada apa, Tuan...eh, Orion?"
"Oh, nothing, Rani. Tak penting, 'sih. Just, I felt a bit worried about my marriage."
Di hadapan Rani, Orion tak mampu lagi menutup-nutupi semua perasaan hatinya. Akhirnya dengan suara kecil sekali, nyaris tak terdengar, dibisikkannya sebuah kalimat, "Aku curiga pada sah tidaknya ritual pernikahanku."
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H