Mengapa sekarang banyak muncul para penulis bayangan alias ghostwriter?
Sebenarnya profesi ghostwriter alias penulis bayangan masih bisa dibilang sah-sah saja dan sudah biasa-biasa saja, setidaknya bagi sebagian besar orang yang bekerja di bidang kepenulisan dan literasi. Mengapa?
1. Tidak semua orang bisa menulis secara langsung. Misalnya orang yang sudah tiada, artis, tokoh nasional yang sudah profesional namun bukan seorang penulis. Mereka mungkin ingin mengungkapkan kisah, namun masih membutuhkan jasa penulisan yang lebih mengerti serta bisa menjadi penggerak bagi inspirasi yang mereka berikan.
Misalnya seorang biografer (yang tidak menyebutkan nama), para penulis editorial atau pariwara, dan lain sebagainya. Nama mereka tidak dicantumkan pada karya tulis namun memiliki andil dalam menulis. Dan biasanya mereka dibayar secara adil dan profesional untuk itu.
2. Beberapa alasan pribadi yang mungkin agak subyektif, misalnya ketiadaan waktu, kesempatan, dan lain-lain (namun memiliki anggaran dan biaya).
Sayangnya, penulis bayangan sekarang bukan hanya ada dalam sekitar ranah aman saja (buku-buku biografi, pariwara atau advertorial dan sebagainya) melainkan semakin lebar ke ranah fiksi (misalnya novel online) dan atau penulisan karya ilmiah untuk lulus dan mendapatkan titel/gelar akademis (skripsi, tesis, disertasi dan lain sebagainya).
Mengapa bisa demikian?
1. Semakin rendahnya tingkat pemikiran dan mental para oknum mahasiswa yang hanya ingin lulus dengan nilai atau IPK tinggi dan atau dengan alasan ketiadaan waktu dan kesempatan untuk menulis sendiri tugas akhir mereka.
2. Semakin tergodanya para oknum penulis online dengan pengejaran target jumlah kata dan mepetnya deadline atau tenggat waktu yang membuat mereka merasa ingin atau butuh menggunakan jasa ghost writer.
3. Semakin terbukanya kesempatan untuk melakukan semua kegiatan penjokian ilmiah karena demand yang tinggi dan juga hasil pendapatan yang menggoda dan konon melimpah ruah.
Opini:
1. Jika kita ingin menggunakan jasa para penulis bayangan, hendaknya berpikir dan mempertimbangkan terlebih dahulu secara bijaksana. Boleh sekali apabila digunakan pada tempatnya alias menjadi ghostwriter untuk karya tulis yang mewakili perusahaan, pribadi tertentu, dan lain-lain selama ada kesepakatan yang jelas dan tertulis.
2. Namun untuk pendidikan dan juga jika bisa, kepenulisan fiksi, ada baiknya jika kita menghindari jasa pemakaian joki alias penulis bayangan, tak peduli seberapa kepepetnya atau seberapa menariknya, seberapa tinggi nilai dan pujian yang kemudian diterima sebagai 'imbalan'.
Mengapa? Pertama, bagi mahasiswa dan mahasiswi S1,2 dan 3 pada umumnya. Kita belajar dan menikmati ilmu dan edukasi yang tidak murah harganya serta seharusnya akan berguna bagi masa depan sendiri. Apakah prestasi yang dicapai secara murni masih menjadi kebutuhan bagi kita? Apakah kita bisa bangga dan berbesar hati apabila karya ilmiah tugas akhir yang meluluskan kita, menjadi pengantar pamungkas kita mencapai cita-cita, ternyata dituliskan secara diam-diam oleh seorang joki?
Kedua, bagi para penulis (fiksi). Jika kita menggunakan jasa penulis bayangan, lalu di mana letak kenikmatan berkarya sendiri? Apakah kita masih dapat mengatakan dan mengakui dengan bangga bahwa buku kita atau judul cerita kita adalah buah pemikiran yang tulus, asli, serta hasil pendayagunaan talenta secara mandiri dan bertanggung jawab?
Dan untuk kedua-duanya, mahasiswa-mahasiswi dan penulis fiksi. Apakah kita, dengan menggunakan jasa joki penulis alias ghostwriter, masih bisa tidur tenang dan menikmati apapun hasil yang kita raih lewat tulisan buah karya orang lain?
Semoga bisa menjadi bahan renungan dan pertimbangan kita bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI