Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 19)

10 Februari 2023   08:27 Diperbarui: 10 Februari 2023   09:15 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dokumentasi pribadi

Siang hari mulai beranjak sore. Orion dan Maharani segera turun gunung untuk kembali ke Chestertown, kebetulan tak begitu lama setelah Lady Rosemary dan kendaraan mewahnya berlalu! Keduanya langsung menemukan jika situasi di kota kecil yang tenang itu semakin jauh berbeda dari biasanya.

Memutuskan untuk parkir di kejauhan, Orion segera turun dari mobil hitamnya. Rani menyusul di belakangnya, mereka sepakat untuk tak berjalan berdampingan.

Beberapa tahun silam, sang guru muda pernah mengalami kejadian hampir serupa di Viabata, ibu kota Evernesia. Rak-rak mini market hingga pasar tradisional mulai kosong diserbu pembeli yang takut kehabisan stok sembilan bahan pokok. Seluruh penduduk kota besar yang berjumlah belasan juta jiwa itu, miskin maupun kaya raya, tua maupun muda, berebutan membeli beras, minyak goreng hingga gula. Antre hingga berjam-jam seakan takut tak ada lagi stok logistik untuk dijadikan persediaan di rumah. Kadang malah terjadi kekalapan, nyaris berebutan hingga terjadi baku hantam. Mirip sekali dengan kejadian public chaos sebelum-sebelumnya. Misalnya musibah banjir lima tahunan di mana listrik padam selama berhari-hari, uang di anjungan tunai mandiri mendadak langka, toko-toko kebutuhan sehari-hari kosong, konon akibat terjadi penimbunan kebutuhan pokok. Saat itu Rani sungguh merana. Tak punya cukup uang tunai untuk pegangan, ia terpaksa meminjam dana dari sanak saudara terdekat, juga meminta bantuan pasokan hidup sekadarnya. Begitu situasi membaik, Rani segera pontang-panting bekerja apa saja, asal halal, demi melunasi hutang-hutangnya. Bukan seorang penunda yang suka berdiam diri saja! Syukurlah ia menunaikan semua, masih bisa bertahan hidup hingga kini. Berhasil berada di sini.

"Rani, ada apa, mengapa kau jadi termenung? Are you alright?" panggil Orion memecah lamunannya, "Ayo kita pergi bersama mencari teman-teman, mungkin mereka juga belum bisa kembali."

"Oh, maafkan aku, Orion, I'm okay, hanya sebuah deja vu. Setuju, ayo! Semoga tak terjadi apa-apa!"

Jalanan dan toko-toko masih dipenuhi penduduk setempat. Situasi mulai kurang terkendali karena beberapa orang mulai tampak kurang sabar. Berusaha menarik perhatian publik, mereka mulai mengeluarkan kalimat-kalimat provokasi meresahkan.

"Borong semua! Sekarang kita dalam ancaman bahaya besar! Jangan sampai kita menderita kelaparan seperti dulu lagi!"

"Kota kecil ini cepat atau lambat akan jatuh seperti Pharez! Amankan semua persediaan sebelum habis total!"

Rani bingung, dipandangnya Orion yang berusaha tetap tenang.

"Haruskah kita ikut kalap membeli apapun?"

"Tidak perlu. Yang penting, kumpulkan teman-teman kita agar mereka tak panik.  Masalah persediaan barang nanti bersama-sama kita pikirkan jalan keluarnya!"

Orion dan Rani berusaha keras mencapai lokasi parkir tadi. Bus mini pegawai masih terparkir di tempatnya semula. Orion segera mendatangi sang sopir yang duduk menunggu di balik setir dan bertanya, "Tuan, mengapa sepi? Ke mana semua teman-teman kita? Apakah mereka belum akan pulang ke kediaman Delucas?"

"Oh, demi Tuhan, syukurlah Anda kembali, Tuan Muda. Lady Rosemary tadi tiba-tiba muncul out of nowhere lalu menitahkan kami untuk membeli semua yang dirasa perlu untuk memenuhi kebutuhan kompleks kita! Dikeluarkannya uang yang banyak sekali lalu pergilah semua orang kita, hingga kini belum ada satupun yang kembali," demikian lapor sang sopir sambil mengangkat bahu, "yah, kurasa kita harus bersiap-siap, tentunya Lady Rosemary masih sedikit trauma juga pada pandemi virus pernapasan disusul 'pergi'-nya ayah Tuan Muda Leon Nona Grace beberapa tahun silam. Ups, maafkan aku, Tuan Muda Orion. Aku tak bermaksud untuk curhat maupun mengungkit-ungkit masa lalu!"

"Ah, tak apa-apa, Tuan. Lady Rose mungkin bersiap siaga saja. Semoga apapun virus misterius yang sedang melanda Pharez tak akan pernah sampai di sini!"

"Evernesia juga!" tambah Rani, tak ingin jika kelak tak bisa kembali lagi ke tanah airnya.

"Ya. Semoga negerimu yang indah juga tak mengalami pandemi seperti dulu lagi. Mudah-mudahan saja semua selamat."

"Amin. Keluarga besarku jauh di sana tentu juga mencemaskan hal ini. Sangat berbahaya jika penyakit menular apapun mencapai kota berpenduduk sepadat Viabata!"

Rani tahu betul ia tak bisa secepatnya kembali ke tanah air. Apalagi dengan penemuan barunya, hati yang bertaut di luar kehendak, dengan Orion!

"Rose tak boleh bertindak begini juga, walau ia sangat khawatir. Terlalu panik itu bukan hal yang paling baik." Orion tak berlama-lama menunda lagi. Ia mendekat pada kerumunan para pengantre. Dicarinya satu persatu para pegawai kompleks Delucas, ingin agar mereka berkumpul bersama dan jangan ikut-ikutan asal borong .

"Ayo, sudah saatnya kita pulang," Demikian ia mengajak salah satu staf yang berhasil ia temukan.

"Keluarlah dari antrean. Kita kembali dahulu. Tak baik berebutan barang dalam situasi tak menentu semacam ini." Orion beralih kepada yang lain.

Maharani juga berhasil menemukan beberapa orang lain yang telah dikenalnya dan membawa mereka kembali ke bus. Walaupun heran, semua staf-staf itu menurut. Beberapa orang berhasil memperoleh keperluan kebersihan seperti sabun, juga berbagai bumbu dapur yang tak diproduksi sendiri seperti garam. Sementara ada juga yang malah membeli senter, batu baterai hingga peralatan berkemah serba guna.

"Sudah cukup untuk saat ini, terima kasih. Kita pulang dan memantau situasi dari kompleks Delucas. Semoga pemerintah Everopa bertindak bijak, menutup perbatasan-perbatasan dengan Everance. Semoga tak terjadi hal-hal seperti yang penduduk Chestertown cemaskan." Orion segera menghitung semua anggota rombongan go downtown, memastikan tak ada satupun yang tertinggal. Lalu ia naik ke mobilnya sendiri bersama Rani, memimpin di depan. Sedikit sulit untuk dua kendaraan itu menembus kerumunan para pengantre toko yang berdiri memenuhi jalan, namun akhirnya mereka berhasil berangkat pulang.

Rani sejenak menoleh ke belakang. Entah mengapa, sebuah firasat buruk atau sebentuk imajinasi liar lagi-lagi menghampirinya.

Chestertown, kota kecil perbukitan nan permai. Entah mengapa tiba-tiba aku khawatir jika minggu depan atau selanjutnya dunia takkan terasa sama lagi. Seperti di film-film, saat sebuah mimpi indah berangsur-angsur menjadi buruk.

"Ada apa lagi, Rani?" Ramah, Orion melirik sejenak menerobos dinding kesunyian, tersenyum sambil kembali mengalihkan pandang ke jalan raya, "kau selalu merenung, kau takut akan apa, atau kepada siapa?"

"A-a-aku tak tahu, Orion. Semua ini masih begitu asing sekaligus menakutkan bagiku. Begitu tiba di tempat ini dan masuk ke dalam keluarga Delucas, kejadian-kejadian buruk mulai terjadi! Apa ini semua karena kedatanganku? Apakah kehadiranku membawa omen bagi kalian, bagi dirimu serta seluruh dunia ini?"

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun